webnovel

Bab 8. Kisah Wanita yang Dijodohkan

Pagi hari di Jackson Grup.

Dila bekerja sebagaimana mestinya. Walau hatinya gugup, ia seperti membohongi Kaisar dan seluruh staff di tempatnya bekerja. Dila memang belum menikah, tapi Dila mempunyai anak. Semua karena bedebah Aldric dan kawan-kawannya. Mafia jahat yang tega menghancurkan masa depannya.

Beruntungnya Dila bisa memulai kembali kehidupannya yang sempurna, walaupun hanya sendiri menghidupi putrinya. Nisha tetap semangat menjalani hidup dan cobaan yang Tuhan berikan padanya. Ia sempat menyerah, namun ia pun dengan semangat bangkit lagi dan percaya, bahwa setelah hujan, pasti akan ada pelangi.

Tak lama, bel meja Dila berbunyi, pertanda Kaisar memanggilnya. Dila segera menuju ruangan Kaisar dengan membawa beberapa berkas yang harus ditandatangani oleh Kaisar.

"Selamat siang, Pak. Ada apa? Oh, iya ... ini berkas yang harus Bapak tandatangani." ujar Dila.

"Simpan saja di mejaku. Dil, sore ini aku tak ada jadwal apapun kan?" tanya Kaisar.

"Gak ada, Pak. Bapak free hari ini." Dila tersenyum pada Kaisar.

"Baiklah kau gitu, nanti sore kita jalan-jalan!" ajak Kaisar membuat Dila kaget.

"Ha? Apa, Pak?" Dila sangat kaget.

"Kamu gak mau?" Kaisar menatap Dila.

"Maksud Bapak, Bapak ngajak saya?" Dila memperjelas.

"Iya, saya ngajak kamu. Kamu gak mau?" tanya Kaisar lagi.

"Mm, tentu saja saya mau. Dengan senang hati, saya akan mengantar Pak Presdir jalan-jalan." Dila senyum terpaksa pada Kaisar.

"Kalau diluar aku bukan atasanmu. Aku temanmu." tegas Kaisar.

"Ah, i-iya. Baik, Pak." Dila menunduk.

"Kembali bekerja. Awas, jangan sampai lupa! Nanti sore aku ingin jalan-jalan." pintanya lagi.

"Ba-baik, Pak." Dila tersenyum lalu keluar ruangannya.

Kaisar menatap Dila dari belakang. Dari belakang saja, tubuh Dila terlihat sangat proporsional. Ia memiliki tubuh yang ideal walaupun sebenarnya Dila sudah mempunyai anak. Dila sempurna, seperti perawan pada umumnya. Kaisar sepertinya tertarik pada Dila, namun Kaisar tak mungkin mengatakan bahwa ia menyukai sekretarisnya sendiri.

Hidupnya terasa berwarna jika Dila di sampingnya. Oleh karena itu, ia sengaja ingin mengajak Dila jalan-jalan. Lebih tepatnya, Kaisar ingin bersama Dila hingga malam hari. Karena setelah malam tiba, ia selalu sendiri dan kesepian. Dila memang merubah hidup Kaisar yang sepi menjadi lebih berwarna.

...🌸🌸🌸...

Ailyn dan sang kekasih.

Sore ini, Ailyn sedang bersama dengan sang kekasih yang bernama Fandy. Fandy mengajak Ailyn ke cafe untuk makan bersama. Ailyn memang mencintai Fandy, tapi ia pun tergiur dengan kekayaan yang Kaisar miliki. Perjodohannya dengan Kaisar membuat hatinya pada Fandy sedikit goyah. Ailyn memang tak menyembunyikan apapun dari Fandy, soal perjodohan dengan Kaisar pun Fandy mengetahuinya. Sebelum memesan makanan, mereka berbincang.

"Fan, aku harus bicara sama kamu ... " ucap Ailyn.

"Ya bicara aja, kenapa sih kamu, babe?" tanya Fandy.

"Kurasa, aku akan menyetujui perjodohan ku dengan Kaisar. Maafkan aku." Ailyn menunduk.

DEG. Fandy berubah jadi serius. Wajahnya yang semula tenang, kini jadi menyeramkan. Fandy tak menyangka, ucapan itu keluar dari mulut Ailyn. Fandy kesal, tapi ia mencoba untuk tetap tenang. Fandy memaksakan dirinya untuk tersenyum pada Ailyn, memegang tangan Ailyn.

"Kamu serius?" tanya Fandy.

"Maafkan aku, Fan ... aku tak punya pilihan lain," Ailyn menunduk.

"Bagaimana denganku, Lyn?" tanya Fandy.

"Maafkan aku .... " Ailyn hanya menutup wajahnya.

"Baiklah, keputusan ada di tanganmu. Aku tak bisa memaksamu, Lyn." ucap Fandy.

"Kamu serius?" tanya Ailyn.

"Iya, asalkan izinkan aku bersamamu untuk yang terakhir kalinya, Lyn." ucap Fandy.

"Baiklah, Fan. Apa kamu tidak apa-apa? Hubungan kita akan berakhir." ucap Ailyn.

"Tidak apa-apa. Aku rela, asalkan kau bahagia, Ailyn. Apapun, akan ku korbankan, sekalipun itu cinta kita." Fandy mencium tangan Ailyn.

Ailyn merasa lega, ternyata Fandy tak marah padanya. Ia kira, Fandy akan marah besar padanya. Ia salah menilai Fandy. Kini, Ailyn merasa damai didalam hatinya. Ia pun merasa lapar dan meminta agar Fandy segera memesan makanan untuknya.

"Sayang, Eh Fandy, kita makan sekarang aja gimana?" Fandy terlihat asyik memainkan ponselnya.

"Eh, maaf aku gak fokus. Aku kebelet nih, kamu pesan duluan saja ya, Lyn. Pesananku samakan saja denganmu. Aku mau ke toilet dulu." ucap Fandy.

"Eh, baiklah kalau begitu." Ailyn pun memilih pesanan yang ia inginkan.

Fandy bergegas pergi meninggalkan Ailyn. Namun, Fandy bukannya ke toilet, Fandy malah pergi ke parkiran menemui seseorang. Seseorang yang Fandy temui memberikan benda kecil seperti obat tetes. Fandy menatap sekitar, apakah ada orang yang melihatnya atau tidak. Setelah di rasa aman, Fandy memberikan sejumlah uang pada orang tersebut dan membiarkan dia pergi.

Fandy segera berjalan lewat pintu belakang cafe, agar tidak diketahui oleh Ailyn. Fandy segera menemui pelayan cafe, dan membisikkan sesuatu pada pelayan tersebut. Secara sembunyi-sembunyi, Fandy memasukkan benda tetes tersebut ke air mineral yang disediakan dalam gelas. Fandy pun membisikkan sesuatu lagi, hingga memberikan tip pada sang pelayan yang mengangguk menuruti perintahnya.

Tak lama, Fandy kembali lagi ke mejanya. Ia tersenyum ramah pada Ailyn.

"Sudah pesan?" tanya Fandy.

"Sudah, Fan. Duduklah .... " ucap Ailyn.

"Fan, maafin aku ya, hubungan kita harus berakhir sampai disini. Aku mohon maaf sekali. Aku tahu kamu pasti kecewa, Fan. Tapi, aku tak bisa menolak keinginan kedua orang tuaku. Maafkan aku." Ailyn menunduk.

"Lyn, sudah. Biarkan semua itu terjadi. Aku tak akan menyalahkan kamu, ataupun marah padamu. Aku pasrah, dan aku akan menerima semua ini dengan lapang dada." Fandy tersenyum.

"Makasih, Fan. Kamu memang laki-laki baik. Semoga kamu mendapatkan wanita yang lebih baik daripada aku." ucap Ailyn.

"Makasih, Lyn." Fandy membalas dengan senyuman.

Sang pelayan yang tadi Fandy ajak bicara pun datang dan memberikan pesanan Ailyn. Air mineral yang telah Fandy campurkan dengan obat tetes tadi pun telah ada di meja Fandy. Fandy memberikan tanda pada air mineral yang dimasukan obat tetes itu, agar Fandy tak salah meneguknya.

Ya, obat tetes itu adalah obat perangsang wanita. Fandy menghubungi orang suruhannya agar segera membawakan obat perangsang untuknya. Beruntungnya, semua bisa Fandy lakukan dengan cepat, dan ia berharap tak akan melakukan kesalahan apapun.

Fandy punya maksud tak baik pada Ailyn. Namun, Fandy menyembunyikannya. Ia pura-pura seperti tidak terjadi apa-apa. Fandy dan Ailyn pun mulai makan bersama. Air minum itu telah diteguk oleh Ailyn, dan berkali-kali Ailyn teguk lagi, karena ia memesan makanan pedas.

Setengah jam berlalu, Fandy dan Ailyn sudah berada didalam mobil. Ailyn merasa tubuhnya tak enak dan ada rasa panas yang menjalar di sekujur tubuh. Fandy yang melihat Ailyn merasa tak nyaman, mulai menyeringai puas, karena obat perangsang itu telah bereaksi didalam tubuh Ailyn.

Fandy tak banyak bicara. Ia terus melajukan mobilnya menuju tempat yang ia inginkan. Fandy akan membawa Ailyn ke hotel. Ailyn bingung, num, jangankan untuk berbicara, merasakan tubuhnya yang cemas dan gelisah saja ia sudah tak tahan.

Sesampainya di hotel.

Fandy menggandeng Ailyn untuk check in di hotel. Ailyn bingung kenap tubuhnya bereaksi seperti ini, tapi rasa panas dan rasa ingin disentuh oleh Fandy sungguh terasa nyata. Ailyn menerima setiap perlakuan Fandy yang memegang tangannya hingga memeluknya, mengajaknya masuk kedalam kamar hotel.

Fandy mendudukkan Ailyn di ranjang hotel. Fandy diam-diam menyimpan ponsel di depan meja yang langsung mengarah ke ranjang. Ia ingin mengabadikan video malam ini dengan Ailyn. Kemudian, ia mengambil kursi dan duduk di depan Ailyn yang sedang menggelinj*ng penuh rasa gelisah. Fandy tersenyum sinis pada Ailyn. Ia merasa menang, dan ia sangat puas saat Ailyn memegangi bagian sensitif pada tubuhnya.

Ailyn gelisah, tubuhnya tak karuan, ia memegangi bagian tubuhnya berkali-kali, ia pun merasakan panas di sekujur tubuhnya. Rasa gelisah dan tak nyaman membuat tubuhnya merasakan gejolak dan hasrat yang sulit untuk ditahan. Ia ingin melakukan itu, karena efek obat rangsang yang telah Fandy masukan dalam minumannya.

"Fandy, tubuhku ... ah, aku sungguh tak nyaman. Ingin rasanya aku melakukan itu, aarghhh." Ailyn menggeliat.

"Kamu kenapa? Kamu ingin melakukan itu, Lyn? Jangan, karena kamu akan dijodohkan dengan lelaki pilihan orang tuamu, bukan?" Fandy tersenyum licik.

"Tubuhku panas, aku gelisah. Sungguh! Arrghhh, ada apa denganku, Fandy? Kumohon, tolong aku, dan bantu aku melepaskan hasrat ini." Ailyn menjatuhkan tubuhnya di ranjang.

Reaksi obat itu sudah menjalar di tubuh Ailyn. Rasa ingin dan tak tahan untuk melakukannya, membuat Ailyn semakin gelisah. Berkali-kali Ailyn mendesah hebat, dan perlahan Ailyn membuka pakaiannya sendiri. Ia membuka kemeja yang menempel di tubuhnya, hingga terlihat kantung buah dadanya yang menopang besarnya buah dada Ailyn.

Ailyn kemudian bangun, dan ia mendekatkan tubuhnya pada tubuh Fandy. Dengan mata yang sedikit berkunang-kunang, Ailyn berdiri, dengan lutut yang menopang seluruh tubuhnya. Perlahan, ia mendekatkan buah dada miliknya pada mulut Fandy. Ia seperti seorang wanita yang menggoda lelaki, dan akan menyerahkan seluruh miliknya untuk Fandy.

"Fandy, pegang aku, dan mainkan aku sekarang juga. Aku sungguh tak tahan, rasa ini sangat menyiksaku. Aku menginginkannya, Fandy!" Ailyn terus meraba-raba tubuhnya sendiri.

"Tidak! Kamu bilang, kamu akan dijodohkan. Bagaimana bisa aku meniduri mu? Sementara kamu akan menikah dengan lelaki lain. Aku tak mau dimintai pertanggung jawaban nantinya!" Fandy sengaja menolak.

"Fan, Fandy. Kumohon!" Ailyn melingkarkan tubuhnya ke leher Fandy.

Pertahanan Fandy pun roboh. Fandy segera menjatuhkan Ailyn ke ranjang, dengan posisi Ailyn berada dibawahnya. Fandy pun segera melaksanakan aksinya, sesuai dengan keinginannya. Selama pacaran dengan Ailyn, mereka tak pernah sejauh ini. Mereka hanya pernah berciuman dan saling meraba saja.

Fandy sengaja, akan membuat Ailyn hamil, agar Ailyn tak bisa lepas dari dirinya dan tentu saja Ailyn tak akan jadi dijodohkan dengan lelaki pilihan orang tuanya. Fandy akan menaruh benihnya didalam tubuh Ailyn.