“Maafkan Papa, Julian. Maaf,” ucap Herbert sembari tertunduk semakin dalam. “Aku ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anakku. Tapi kenapa ... semua yang kulakukan selalu berujung pada kesalahan fatal?” desah pria itu, terdengar seperti sebuah renungan.
Dengan darah yang sudah mencapai ubun-ubun, Julian ingin sekali meluapkan kemarahan. Telunjuknya gatal, hendak melimpahkan kesalahan kepada sang ayah, sementara bibirnya berkedut, hampir memuntahkan sesal. Namun, sebelum ia meledakkan emosi, bayangan Mia kembali terlintas dalam pikiran. Seketika, pria itu ingat bahwa dirinya sudah berjanji untuk menjadi pria yang bisa diandalkan oleh sang gadis.
Sambil mendongak, Julian menghirup napas dalam-dalam. Perlahan-lahan, rasa panas dalam dada mereda. Jemari yang semula terkepal erat, kini mulai merenggang. Sedetik kemudian, tangannya terangkat dan mendarat ringan di kedua lengan sang ayah.
Support your favorite authors and translators in webnovel.com