webnovel

Catatan Okta

Okta, mahasiswi yang tinggal seorang diri baru saja di berhentikan dari pekerjaannya sebagai pelayan di sebuah kafe. Di tengah perjalanan pulang, dia malah memergoki pacarnya yang sedang bersama perempuan lain. Di tengah-tengah keputusasaannya dalam menjalani hidup, dia berencana mengakhiri hidupnya. Tapi, pertemuannya dengan seorang anak kecil membuat hidupnya jadi lebih berwarna dari sebelumnya.

Rui_Costa · Teen
Not enough ratings
8 Chs

Pagi Hari

*KRRRRRRNG!!!!!!

Suara jam yang berdering keras terdengar di seluruh ruangan. Gadis tinggi dengan rambut yang terurai panjang itu pun langsung membuka matanya. Dengan malasnya dia pun perlahan duduk dan mematikan alarm di jam kecil yang ada di sebelah tempat tidurnya.

Dengan wajah yang terlihat agak kusut dia pun duduk di sisi tempat tidurnya sambil mencoba berusaha untuk tetap terjaga. Gadis itu pun menghela napas lalu menoleh ke belakang dan melihat ada anak kecil yang masih tertidur di sebelahnya. Wajah polos yang tampak sedang terlelap itu membuat hati Okta begitu tenang.

"Hari ini sebaiknya aku tidak kuliah dulu. Sambil membantu anak ini kembali ke rumahnya, aku akan mencoba berkeliling mencari pekerjaan" katanya bergumam sambil beranjak dari sana dan pergi ke kamar mandi.

*Tok *Tok *Tok

Di tengah-tengah saat dia sedang keramas, tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pintu kamar mandinya. Dia pun segera membilas sampo yang menyelimuti rambutnya dan membuka sedikit pintu itu. Dia mengintip dan melihat sosok anak kecil yang barusan masih tertidur ternyata sudah bangun. Wajahnya tampak masih mengantuk dan terus mengucek matanya.

"Gama sudah bangun? Tunggu sebentar yah, kau tunggu saja di dapur, nanti kita sarapan" kata gadis itu tersenyum dari sela-sela pintu. Gama yang masih terlihat mengantuk pun berjalan pergi meninggalkan pintu itu dan Okta kembali menutup pintunya.

"Emm.. aku tidak merasa asing dengan kehadirannya di rumah ini" katanya mengangkat bahunya dan melanjutkan mandinya.

Gama yang sampai di ruang depan yang hanya berisi kulkas, kipas yang menggantung di pojok ruangan serta TV. Tidak ada benda lain di ruangan yang berukuran 4X5 meter persegi itu. Gama pun menoleh ke arah dapur lalu pergi kesana dan Melihat ada sebuah kompor satu tungku, rak piring dan beberapa tumpuk piring kotor di wastafel bekas mereka gunakan malam tadi.

Okta yang baru saja selesai mandi pun berjalan ke arah ruang depan sambil terus mengeringkan rambutnya dengan handuk. Dia pun berjalan ke arah kulkas dan melihat persediaan makanan sudah tidak banyak lagi.

"Aku sudah tidak bekerja. Sebisa mungkin aku harus berhemat sampai mendapatkan pekerjaan baru. Dan.. hari ini sebaiknya aku pergi mengantar Gama pulang ke rumahnya sambil mencari pekerjaan" pikirnya mengambil botol berisi air putih dan meminumnya. Saat dia sedang minum, matanya terbelalak saat dia mencium bau sesuatu yang harum dari arah belakangnya. Dia pun berbalik dan berjalan perlahan menuju dapur lalu melihat Gama sedang menuangkan telur dadar yang baru saja matang ke atas piring.

Dengan perasaan sedikit aneh melihat hal itu, Okta pun perlahan mendekati Gama lalu menyentuh pundak anak kecil itu.

"Gama, kau membuat ini?" Tanya Okta masih tampak tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Bukan masalah dia bisa memasak karna terlihat masih anak-anak, tapi masalahnya dia membuat telur dadar yang tidak biasa.

Dengan wajah datar dan polos itu, Gama pun memberikan satu piring telur dadar yang baru dia buat ke Okta dengan handuk yang masih menggantung di rambutnya. Dia pun perlahan mendekatkan makanan itu ke hidungnya lalu menghirup aroma nya. Dia pun menoleh ke arah cobek yang tampaknya baru saja selesai di gunakan.

"Kau.. memakai bawang yang di haluskan yah?" Tebak Okta memiringkan alisnya. Gama pun tersenyum lalu mengangguk.

"W-wohow.. itu sedikit aneh, tapi bagus" pikir Okta tertawa kecil. Tapi dia langsung menggeleng dan memasang wajah serius pada anak itu.

Gama pun tersentak dan terlihat takut melihat ekspresi Okta.

"Lain kali jangan memasak sendiri. Bahaya tau bermain kompor begini" katanya tegas.

Gama pun menundukkan kepalanya sambil mengangguk pelan.

"Okta pun kembali tersenyum dan mengelus kepala anak itu dan membujuknya untuk kembali bersemangat dan mengajak Gama pindah dari dapur.

Mereka pun makan bersama di ruang depan, tapi Okta sendiri melihat Gama memakan makanannya teramat berantakan. Dia hanya memakan bagian telurnya saja dan selalu memisahkan cabai, bawang atau daun bawang yang dia temukan.

"Kau tidak suka itu?" Tanya Okta dan Gama pun mengangguk pelan.

"Kalau tidak suka kenapa di pakai?" Tanyanya lagi penasaran.

"Rasanya akan berbeda. Gama hanya memanfaatkan sarinya saja" katanya datar. Okta pun memiringkan alisnya heran.

"Apa kakak akan pergi mencari pekerjaan?" Tanya anak itu dengan polosnya melihat Okta yang hendak memasukkan satu sendok sarapannya dan terhenti disana.

"Kau bilang apa?" Tanya Okta heran.

"Apa hari ini kakak akan pergi mencari pekerjaan?" Tanya Gama lagi dengan raut wajah yang sama.

"Emm.. iyaaa.. tapi bagaimana kau bisa menanyakan itu? Aku kan tidak bilang kalau aku berhenti bekerja?" Kata Okta heran.

"Hanya tebakan yang beruntung" katanya datar dan melanjutkan memakan sarapannya. Okta pun terdiam melihat anak kecil yang sedang makan di hadapannya.

Awalnya Okta berfikir kalau anak kecil yang ada di hadapannya ini sepertinya bukan anak biasa, tapi..

"Hei.. ayo sini. Kau harus mandi, kemarin seharian kau di luar tidak mandi kan?" Panggil Okta di dalam kamar mandi tapi Gama terus berdiri tidak mau mendekati gadis itu.

"Dia tidak suka mandi" pikirnya sebal.

Setelah terjadi pemaksaan sepihak, akhirnya Gama pun di paksa mandi dan setelah selesai dia terlihat begitu sebal.

"Hahaha kau memang tidak suka mandi yah" kata Okta tertawa lucu melihatnya.

"Tapi.. untung saja ukurannya pas. Itu pakaian adik ku" kata Okta tersenyum melihat Gama memakai kaus merah serta celana berwarna hitam.

*Drrrt!! *Drrrt!!

HP miliknya pun berdering dan ada pesan masuk disana yang membuat terkejut.

"Gawat!!! Aku lupa hari ini ada tes" katanya bergegas pergi mengambil tasnya. Gama yang duduk di atas tempat tidur pun terus memperhatikan gadis yang terlihat begitu sibuk disana.

"Maaf, aku harus pergi kuliah. Aku pulang jam 2 siang nanti, setelah itu kita cari rumah mu. Kau tunggu disini dan jangan pergi kemana-mana yah, aku pergi dulu" katanya bergegas pergi meninggalkan Gama yang terlihat kebingung disana.

"Sekolah?" pikirnya bingung.

************

Sambil berlari, dia mengikat rambut panjangnya dengan ikat rambut agar tidak terurai kemana-mana.

Dia pun akhirnya sampai di kelasnya dan tampaknya dosen dan seluruh murid di kelas itu sudah hadir kecuali dia.

"Ma-maaf pak, saya kesiangan.." katanya terengah-engah.

"Emm.. tidak apa-apa. Ini soal mu, ayo cepat duduk dan mulai kerjakan" kata sang dosen yang bertubuh besar.

Okta pun mengangguk sedikit lalu bergegas pergi ke tempat duduknya yang berada di paling belakang. Saat dia sedang berjalan sedikit cepat, perempuan yang duduk satu baris dengannya itu menyeringai lalu menggeser kakinya sedikit dan membuat Okta terjatuh di lantai.

"Aduh!!!! Heh Okta, kalau jalan yang benar donk, kau punya mata tidak.." kata gadis itu membentaknya.

Okta yang terasa sedikit sakit di bagian lututnya pun perlahan berdiri dan melanjutkan pergi ke tempat duduknya tanpa menghiraukan orang itu.

"Ahaa.. di cuekin" ledek laki-laki yang duduk di pojok kelas.

"Heh diam!! Sok ikut-ikutan lagi," katanya kesal.

"Sudah sudah.. kalian ini bagaimana sih, ini kan sedang ada tes" kata dosen yang duduk di depan.

Perempuan yang tampak begitu kesal itu pun terus melirik ke arah Okta yang terlihat tenang mengerjakan soal yang ada.

*************

Sambil duduk di tepi kasur dan menggoyang-goyangkan kakinya. Gama terus melihat barang-barang yang ada di sekitarnya.

*klek..

Suara knop pintu di depan berhasil mengambil perhatian anak itu. Lurus dari tepi tempat tidur, Dia memiringkan kepalanya memperhatikan lubang kunci yang bergerak-gerak seakan sedang di paksa terbuka.

Saat itu lah kakinya berhenti bergerak lalu tatapannya tampak kosong ke arah pintu depan.