webnovel

Pengalaman detektif Cecan

Masih terbayang bagaimana ranti dan Mar Bett, melarikan diri dari tempat yang menyeramkan di semak belukar itu. Mar Bett dan Ranti merasa ada yang mengintainya dari belakang. jangan-jangan malingnya kembali hendak mengambil hasil curiannya yang keburu dibawa kabur oleh dua cewek cantik (Cecan).

"Mar Bett, tunggu...!"

"Sebelum keburu gelap, yuk! kita kabuuurr!?"

"Bentaarr, sista!"

"Masih banyak, nih! Ranti ngambilin dari bawah dulu. Jangan buru-buru, entar ada yang nyelip."

"Aiihhh... Aiihh!!

"Kelamaan mau magrib, Bett ketakutan tau?" Ranti masih bertindak konyol dan mencandai gak tepat waktu.

"Camon, hurry up...!"

"Waduhh, semakin brutal aja teman cakap english!" celoteh Ranti dengan langkah melambat sembari mendekap erat tumpukan baju.

"Cepetan, prend....!"

Keduanya mempercepat langkah, gegas kembali ke asrama melalui rerimbunan semak belukar di belakang asrama. Suara nyalak anjing di balik hutan membuat mereka merinding. Jalanan naik turun dari perbukitan menuju semak-semak mulai gelap. Suara gemericik air di pinggiran hutan menambah hawa dingin yang menciut. Keduanya setengah berlarian menghindari segala hadangan si maling.

Benar juga, seorang pemuda melewati tempat semak semak mengikuti kami. Mereka telat mengejar, karena kami telah sampai dihalaman belakang asrama.

Seseorang yang mengendap-ngendam mengintai arah jalan kami kemana? Mereka memakai kostum berwarna hitam dengan topi petnya. Bett dan Ranti tidak sedikitpun menoleh ke belakang, tetapi sesekali ia mencoba meliriknya sebagai tanda penasaran.

"Jangan menoleh ke belakang! Bahaya mereka bisa aja dendam sama cewek cantik seperti kita!" titah ranti gegas.

"Kamu kita di kerjain anak muda brandalan itu?"

Huuh? Gimana ini ranti, mar Bett tajut banget, nih?

Ya udah, kita sangat berhati hati kalau jalan di luaran ya? Jangan sampai jalan sendiri sendiri! "Jaga keamana, yo!"

"Keren, ya?" kerja kita sukses full.

Ranti mengangguk lalu keduanya memamerkan hasil tangkapannya, di teras asrama?" Nia mengepal geram. Sudah pasti punya Nia, barang limited edition, baju T Shirt berkelas hadiah ultah dari pacarnya.

Nia, mendongak menatap sekumpulan baju-baju berkelas yang di tumpuknya di teras depan.

"Cari aja punyamu Nia, barangkali ada yang nyelip!" kata Ranti keceplosan.

Nia mendelik kesal.

" Udah di cariin, kok gak nemu, ya?"

Nia lalu mencari lagi di antara kumpulan baju-baju yang lain satu persatu ia dapati. Nia langsung mengambilnya dengan penuh kegirangan. Rasanya memang bahagia banget.

"Pantas saja, wajah Nia tertekuk sangar. Ternyata kepunyaan Nia branded semua." gumamnya pelan nyaris tidak terdengar.

Nia mengangguk nganggukkan kepalanya pertanda diliputi perasaan heran.

"Kampreett, nih, orang?"

"Kok bisa ya?? maling itu tandai baju bagus?"

"Apakah ia dendam atau mengenal nia?" dengkusnya kesal.

"Pasti fans gelap!" celetuk yang lain sambil cekikikan.

"Penggemar setia, woi?"

Iya dah!! Kalian berdua nia traktir bakso larva yang kekinian, okeh!!

Woww! Woouw?

'Maknyuss ... lagi trending kegemaran anak muda!'

Sesuai janjinya Nia mengajak duo Cecan untuk merayakan keberhasilan digerobak mamang bakso. Kalo ini Bett udah terbiasa dengan makanan selera anak muda.

"Kalian betul betul kreatif banget. Nia salut banget, dah!"

Kepunyaan Nia itu ada label kenangan, beruntung kalian gercep (gerak cepat), kalau tidak udah nyosor ke pasar loak.

"Baju yang lagi trend, soalnya?"

Hhuuhh ... Hhuuhh!

"Mamaangg ... Mamaang!"

"Cepetan dong? Udah meleleh liur kami dari tadi."

"Bentar, dek!" Mamang mulai mengaduk mangkok bakso.

"Maknyuss!" Mar Bett bergidik puas dengan kepedasan level tertinggi.

Suasana terik panas terbayar dengan kelezatan bakso dengan level kepedasan yang mereka cari.

Mar bett dan Ranti begitu semringah giliran dibayarin oleh Nia si anak orang kaya yang murah hati.

Mar Bett mulai mengunyah bakso satu persatu, gesekan beradu sedikit berbunyi urat-urat daging menimbulkan rasa nikmat. Mar Bett sontak terkejut, ketika menyendok kuah bakso, tatapan matanya tertuju pada bayi kecoa yang menggeliat pelan.

Dengan tatapan yang melotot, seakan mau lepas biji matanya. Mar bett begitu geli melihat bayi kecoa yang bergerak mengapung. Siapakah gerangan berulah nakal, teganya mengerjai mereka?

Hoekk ... Hoekk!

Eihh, kenapa Bett?

"Kok enak enak makanannya di muntahin ya?"

"Kasian banget?" sela Ranti yang tidak tau menahu.

"Coba kalian liat di mangkok itu, prend!"

"Hilang selera, kalau gini, ahh!"

Mar Bett bangkit menghampiri mamang bakso sambil memperlihatkan bayi kecoa dalam mangkoknya. Ia berbisik pelan hingga yang lain pun tak mengetahuinya.

'Mamang, apa apaan nih?"

"Kok, gak biasanya?"

"nge-prank gak menentu. Liat liat dong, mang, kasian kali kami yang lagi ngebucin patah hati!"

Ia tergagap ketakutan sambil memohon maaf pada Mar Bett yang lagi kepedasan.

Sstt ... Sttt!!

"Dek, jangan ada yang tau ya!"

Mar Bett diam, dan memberi pelajaran pada tukang bakso agar lebih memperhatikan kepuasan pelanggan.

"Mamang, jangan ngasal aja. Mentang mentang kami anak baru gede bisa di sepelein gitu?"

"Tau gak berapa banyak penggemar bakso larva seusia kami? Kalau mereka semua pada mogok tak mau lagi menyantap di tempat mamang?"

"Apa kabar, manang?" ucapnya dengan nada penekanan di akhir kata.

"Iya, dek...!"

"Maafkan mamang, dek!!"

"Tolong Mamang, ya, dek? jangan diperluas lagi cerita itu!?" iba memelas, sembari mengaku tak tahu, menahu tentang kecurangan.

"Gimana kalau adek makan seminggu di sini gratis?"

"Jangan, mang!!"

"Kalau seperti ini kualitasnya, pelanggan bisa eneg, mang!!"

Setelah adu mulut dengan mamang bakso, Mar Bett pun berjalan menuju angkutan umum, gadis itu sedang bersiap menaiki mobil, tiba tiba ia mendengar suara Sandi teman sekelasnya. Mar Bett mengacuhkan tanpa menoleh kepada cowok rada perhitungan itu.

Sore yang mengharukan, ditemani oleh semburat jingga dan desauan angin mengingatkan kenangan. Udara petang sangat ngangenin di hati. Siapa pun pernah merasakannya. Bahkan Mar Bett di setiap sore mengamati alam penuh cinta.

Seperti sore ini, kekecewaan dengan mamang belum terbalas. Mar Bett melampiaskan dengan benar pada jajanan yang lain terus dan terus pingin mie .

Salah satunya momen yang menggelikan, di saat kami berebutan pesanan mie bungkus dari luar asrama. Sungguh cara mengambil makanan dari celah pagar itu ada kenikmatan tersendiri, belum lagi ada teman-teman yang main tikung duluan.

Berat banget perjuangan anak muda, dalam meraih impian dan mencapai cita-cita.

"Waahh kasian banget!"

Tiba tiba datang penjaga sekolah dengan melihat anak anak berebutan bungkusan yang sangat menyolok.

"Hei ... kalian ngapain di situ?"

"Mau di laporin ke kantor, gak?"

"Jangan, kek! Kami udah pada bubaran, kok?"

"Ayo, bubaarr ... Bubaar!!" teriak kakek yang mendadak emosi melihat brutalnya anak anak asrama dalam memperoleh jatah hidupnya.

Kakek biasanya ngeronda di sekitaran komplek dengan membawa sapu di tangan, siap siap aja kena lapor sama dia. Hati hati, kakek itu gak pernah berbicara hanya diam dan tak pernah tersenyum. Seakan ia menyimpan beban hidup yang amat berat.