1 Gadis absurd

Hari ini Bu Ningtias masuk kelas dengan arogan. Dia tak segan-segan mengata-ngatai siswanya yang urakan, atau kampungan. Entah di mana salahnya aku cengengesan hanya gara-gara mendapat tugas kelompok bersama para cowok.

Aku kena panggil sama ibu Ning, dengan marahnya memperlihatkan taring yang hampir gak tajam lagi.

"Mar Betty....!"

"Hey, kamu kok cengengesan aja persis orang kampung turun ke kota." omelan bu guru tanpa mempedulikan perasaan siswanya.

Suasana kelas menjadi lengang dengan kejadian itu, Mar betty menjadi tontonan yang menarik. Siswa lain memperlihatkan ekspresi wajah tegang dan ikut prihatin dengan hukuman yang diberikan padaku dan Sandi.

Kesalahanku dengan Sandi berujung hukuman, ia harus membuat sebuah perjanjian dengan menulis seratus kali. Kata-kata berisikan tidak akan mengulangi lagi perbuatan tidak sopan tersebut.

Sejak itu seorang Mar Betty tidak pernah tersenyum apalagi tertawa di kelasnya. Dia begitu diam dan dingin bagaikan es batu yang perlu dihangatkan.

Keesokan dan seterusnya seorang Mar Betty tidak pernah tertawa, dia hanya merengut atau tersenyum datar.

"Hei ... coba liat adik leting itu kok merengut aja, ya?" celutuk kakak kelas bawel.

"Mungkin dia belum makan," sambung yang lainnya.

"Dia tuh, nunggu hujan turun dulu baru bisa ketawa." mereka ngakak berat sampai terpingkal-pingkal hebat.

Hhmm ... Hhmm!

"Cakep, cakep kok bisu, ya?" Hahaha!" ngakak kakak kelas dengan menang banyak.

"Bisu, ndasmu!" gumam Mar lirih nyaris tak terdengar.

Perubahan itu terjadi pada Mar Betty yang berumur 17 tahun. Gadis yang berubah cuek dan tidak beruntung secara finansial bergeming tak menyahuti apa apa.

Lelucon yang tak lucu ...

Suatu hari anak kos cowok mengajak traktir bakso di kota. Mar Betty dan Ranti pun bersiap-siap untuk bergabung dengan mereka. Sesampai di tempat makan bakso suasana ramai oleh pembeli lainnya.

Mar Betty terkesan malu dengan para cowok yang duduk di bangku itu ada Farel, Marko dan Subhan cowok ganteng anak-anak orang kaya.

Mar Betty terdiam tanpa ada sepatah kata pun, ia menjadi malu dengan raut wajah memerah. Hal yang tak biasa terjadi ia sungkan menyentuh mangkok bakso yang tersajikan dengan nikmat. Entah apa yang ada dalam pikiran seorang Mar Betty hingga enggan menyentuhnya.

"Hey....

" Itu mangkuk jangan dianggurin. Rezeki bakso dimakan, aja." tegur Farel melihat Mar Betty hanya terbengong menatap bakso tanpa tahu cara memulainya.

"Eih.... Aku tak suka bakso, bang," dalihku berkilah.

"Hhmm....apakah aku tadi terlihat ragu menyamarkan jawaban? demi Tuhan aku belum pernah makan bakso sampai seusia 17 tahun."

Pemandangan kurang sedap dipertontonkan di depan mataku. mereka terlihat berbisik lalu terdengar cekikikan. Para lelaki itu terus menatap ke arahku secara aneh.

Tiba di kost kedua cowok itu, Farel dan Marko memanggilku, lalu tanpa aba-aba mereka iseng membidik kamera tepat mengena.

"Cekrek cekrekk...!"

Keesokannya mereka pun mengirimkan sebuah foto dalam amplop dengan bunyi tulisan di belakang foto.

"Aduh cantiknya seperti artis Rini S Bono yang sedang pups. Ouh....seketika rona merah menjalar dan buatku malu."

Sontak aku berlari memasuki kamar hanya karena dipermalukan oleh mahasiswa di samping rumah kos kosan.

Namun, keberuntungan diri, di satu sisi dijaga oleh seorang cowok, ia diam-diam menaruh hati padanya. Namun, Mar Betty menolak ajakan itu dan ia tidak kehabisan akal setiap ada yang mendekati selalu mengeluarkan jurus mautnya.

"Mar Betty itu pacar istimewa buat lelaki istimewa," ucapnya pada setiap cowok yang mendekati.

Tanpa sepengetahuan Mar Betty, ia terus membentengi diri. Yahh...Sandi dengan tegas berucap gak ada yang boleh mengganggu gadis pujaannya..

"Emangnya, sandy siapanya Mar? Kok, ngaku ngaku aja ya? Bisa mati plat kelamaan di sini.

"Kamu sekolah aja dulu, kok main plat plat segala!"

"Awas ya, jangan macam macam!" tegur Sandi mulai sewot.

Berita terbaru, dua minggu lagi siswa diwajibkan tinggal di asrama, konon di sana makan enak dan dijatahi sayur-sayuran, buah-buahan serta daging di setiap minggu. Gizi yang tercukupi akan membuatnya padat berisi dan semok. Di sini, Mar Betty awalnya mempunyai teman yang sangat perhatian, perlahan menjauhi tanpa alasan yang jelas. Ia kerap duduk melamun dengan pandangan mata lurus. Diam-diam Mar Betty menyeka air mata itu dengan ujung siku, kemudian ia kembali melanjutkan aktivitas di kamarnya.

Seorang Mar Betty sedang terlarut dalam kenangan bersama kakak dan adik-adiknya. Tidak bisa dipungkiri hal itu membuat kerinduan yang menyesakkan dada.

"Emak dan bapak... Mar Betty rindu kalian." Hiks...hiks isak tangis yang tertahan dengan wajah "cry baby"

Waktu berlalu, tepat enam bulan ia kos-kosan, tiba saatnya pindah ke asrama yang nota bene sangat indah buat Mar. Satu kamar dengan penghuni enam orang dan tempat tidur bertingkat membuatnya nyaman banget.

"Hei...Mar Betty, mantan ibu kos mu selalu nanyain, tuh! Emang ada apa, yah? Berulang- ulang dia nanyain dan pake ngancam segala mau ngelaporin ke sekolah katanya. Ibu kos bilang uang sewa kos belum dibayar di bulan terakhir. Apa betul, dek?" Sandi memastikan kebenaran dari nya.

"Untuk kesekian kali, aku malu banget. Emang sih, uang kos belum dilunasi dan kami minta tempo bulan depan."

"Takut sekali ibu kos gak dibayarin. Demi Tuhan saat ini Mar tidak mempunyai uang untuk membayar sewa kos-kosan, tetapi Mar bukan penipu, bu!" batinnya menjerit.

"Ia janji akan membayarnya, kalau sudah punya uang bulan depan." sebutnya dalam hati.

Kehidupan pas-pasan tidak selayaknya mengantarkan diri gadis itu ke tempat asing ini. Sifat cuek yang ia miliki untuk membentengi diri agar tak jatuh saat teman lain memperlakukan Mar secara tidak adil.

"Tok...tok...!"

"Assalamualaikum, bu!?"

Ini Mar Betty datang menemui ibu atas hutang yang belum terbayar.

"Gini loh bu! Kalau ada uang pasti Mar antarin bulan depan saat gajian bapak." pintanya keringanan waktu pada ibu kos.

"Eehhh....kirain datang mau bayar uang kos, malahan bawa diri aja. Awas, ya! kalau tidak bayar, ibu aduin ke sekolahmu!" ancam bu kos tanpa belas kasihan.

"Bu, tolong lah!"

"Aku janji, bayar,"

"Jangan permalukan aku ke sekolah," rajuk Mar Betty dengan memohon-mohon.

"Iyah... pokoknya ibu ngasih waktu sampai minggu depan. Jangan Pura-pura bodoh kalau masalah bayar utang," Ancamnya sembari melotot.

"Baik bu...,"

Bagai dicocokkan hidung, Mar Betty melangkah gontai melewati jalanan utama kembali menuju asrama putri. Ia berjalan kaki sejauh satu kilometer sendirian. Bibirnya mengerucut dengan sedih.

Andai...An-dai, Aahhh....aku jadi anak orang kaya, tidak seperti ini nasibku berbeda dengan teman lainnya.

Ya sudahlah tak perlu si sesali. Ia lebih baik menghibur diri. Justru di depan teman-teman ia berlagak sok baik-baik aja.

"I am fine," ucapnya berpura-pura tegar sambil mematut diri di kaca.

Sore itu hening ditemani ayunan gemerincing dedaunan. Asrama yang dipenuhi dengan siswa tingkat pertama , kedua dan ketiga begitu ricuh. Mereka menunggu antrian mandi ala tarzan kota. Ember berjejeran di setiap keran air mencapai puluhan bahkan lebih hanya untuk menampung air mandi.

Suatu fenomena melegenda di zamannya?

avataravatar
Next chapter