webnovel

Catatan Cerita

Sheren Queena memiliki mimpi yang manis. Gadis cantik itu menyukai musik, dan mimpinya adalah orang-orang bisa mendengarkan musiknya. Sesederhana itu. Namun rupanya, jalan yang dia tempuh teramat sangat terjal.

ranyraissapalupi · Teen
Not enough ratings
297 Chs

Catatan 36: Realita Hidup Seorang Selebriti

Sheren baru saja menyelesaikan latihan vokalnya. Semenjak dia menjadi peserta pelatihan di perusahaan ini, dia mendapatkan banyak sekali ilmu baru di bidang seni dan salah satunya adalah bernyanyi. Latihan ini membuat keahliannya menjadi meningkat. Namun, satu hal yang aneh adalah dia tidak pernah berlatih bersama peserta pelatihan lain kendati dia sering melihat para peserta pelatihan lain di lift. Hal ini tentu saja membuatnya tertarik. "Pak Ronald,"panggil Sheren pada guru vokalnya sekaligus solois ternama dari agensi ini.

Ronald yang tadi sibuk dengan laptopnya yang merekam perkembangan vokal Sheren seketika menatap wajah Sheren karena mendengar panggilan dari gadis itu. "Ya? Ada apa, She?"

"Pak saya mau tanya sesuatu, boleh tidak?"

"Tentu, apa yang mau kamu tanyakan?"

"Kenapa saya tidak pernah berlatih dengan peserta pelatihan yang lain? Selama ini, saya sering bertemu mereka di lift namun saya tidak pernah berlatih bersama mereka."

Ronald tersenyum mendengar pertanyaan Sheren. "Kamu pernah mendengar kalimat ini; memiliki teman bagi kami adalah hal yang mahal. Banyak teman yang mendekati kami hanya karena kami terkenal, namun yang kami butuhkan adalah teman yang sebenarnya."

Sheren mengangguk. "Lalu, apa hubungannya?"

"Orang-orang pekerja seni yang tersenyum dan tertawa serta bertingkah laku seakan akrab dengan rekan kerjanya bisa saja tidak akrab dibalik layar. Ada beberapa orang yang dengan sengaja membangun citra diri yang baik bak malaikat di depan kamera, dan dibalik kamera dia bertingkah buruk. Karena di industri ini, semua orang adalah rival. Memang ada beberapa artis yang akrab satu sama lain, contohnya adalah Shawn, Adinda, Devina, Michael, dan Michaelo. Mereka benar-benar berteman. Namun, Shawn dan Johny adalah rival di dunia nyata walaupun di depan kamera mereka akrab. Berulangkali, mereka berebut peran utama dan tentu saja saling menjatuhkan satu sama lain."

Persaingan semacam itu bukanlah hal baru bagi Sheren, dia telah terbiasa mendengar cerita sejenis itu dari Mama. "Berarti saya tidak boleh berteman dengan mereka?"

"Tentu saja boleh, namun sekedarnya saja. Pelatihan berikutnya akan dimulai dua jam lagi dengan Nathalia. Saya rasa, kamu bisa menggunakan waktu luang itu untuk mencoba berteman dengan mereka."

Sheren tersenyum senang. Kemudian, dia berpamitan pada Ronald. Dia harus mencoba berteman dengan para peserta pelatihan dan membuktikan bahwa ucapan Shawn dan Pak Ronald salah. Sementara itu, Ronald tersenyum melihat reaksi Sheren yang menurutnya menggemaskan. "Dasar remaja, dia belum tahu bahwa tidak semua orang mau berteman dengan peserta pelatihan khusus."

***

Sheren bertemu dengan para peserta pelatihan di depan mesin penjual minuman otomatis di lantai dasar dekat lobi. Dia tadi berniat untuk makan di kafe karena dia lelah setelah berputar-putar mencari para peserta pelatihan. Kini, dia menghampiri mereka dengan bergaya seolah-olah dia akan membeli minuman. Sheren tersenyum ramah pada mereka sambil memasukkan koinnya ke mesin minuman. "Halo, selamat sore. Aku Sheren."

Para peserta pelatihan itu menatap Sheren dengan pandangan menilai. "Hai, Aku Siska. Kamu peserta pelatihan dari ruang apa?"

"Maaf?" Sheren bertanya pada Siska sambil membungkuk untuk mengambil minuman kalengnya yang sudah keluar dari mesin.

Siska memutar bola matanya malas. "Setiap orang memiliki ruang pelatihan masing-masing, masak gitu aja gak tahu?"

Bunyi desisan pelan terdengar saat Sheren membuka tutup kalengnya. "Ruanganku tidak bernama, hanya ada tulisan namaku di pintunya. Namaku ditulis di papan pintu berwarna merah muda." Lalu, Sheren meneguk minumannya sedikit.

"Kamu mau pamer atau gimana?! Dasar sombong!"

"Kalian yang terlalu tidak berbakat!" Percakapan itu dipotong oleh seorang gadis dengan rambut berwarna hijau cerah. Gadis itu menatap para peserta pelatihan itu dengan tatapan tajam. "Kalian yang terlalu tidak berbakat dan terlalu malas sehingga menghabiskan banyak waktu di perusahaan! Hei Siska, kamu adalah peserta pelatihan terlama di perusahaan ini. Sebelas tahun bukanlah waktu yang singkat. Kamu mau debut dengan kelakuanmu yang seperti itu?"

Siska menatap Devina tajam. Kemudian, salah satu peserta pelatihan berambut sebahu berkata, "Jangan sombong dong mentang-mentang kamu sudah debut duluan! Memang kamu pikir kamu sehebat apa?!"

"Orang yang belum pernah debut tidak usah sombong ya! Oh tentu saja aku hebat! Aku sudah sering bermain film dengan para aktris dan aktor ternama dunia. Sebut saja satu aktris atau aktor yang kalian tahu, dan aku bisa pastikan aku bermain di film itu sebagai lawan main mereka." Devina lalu menarik lengan Sheren yang tidak memegang kaleng soda. "Ayo She!" Devina dan Sheren kemudian pergi dari sana. Sheren sempat melihat salah satu dari peserta pelatihan menatap Devina dan Sheren dengan tatapan penuh kebencian.

***

"Terima kasih ya Dev," ucap Sheren saat mereka duduk di salah satu kursi di kafe itu setelah memesan.

Devina tertawa. "Itu bukan hal yang besar. Oh ya, kamu jangan terlalu dekat dengan para peserta pelatihan itu karena mereka tidak akan terima dengan posisimu di perusahaan sebagai peserta pelatihan khusus."

Pramusaji menginterupsi percakapan itu untuk menyajikan pesanan Devina dan Sheren. Kedua gadis itu serempak mengucapkan terima kasih pada pramusaji. Pramusaji itu tersenyum,lalu berjalan meninggalkan meja keduanya. "Maksudnya dengan peserta pelatihan khusus itu apa?" tanya Sheren sambil mengaduk spagetinya.

Devina tersenyum mendengar pertanyaan Sheren. Gadis di depannya ini sangat menarik, dia memiliki sisi polos dan cerdas di waktu bersamaan. Pantas saja Shawn cinta dengan gadis ini. "Jadi, peserta pelatihan khusus adalah mereka yang dilatih secara khusus di dalam ruang pelatihan khusus. Contohnya adalah ruang pelatihanmu. Peserta pelatihan khusus memiliki akses debut dan akses untuk memilih pekerjaan yang mereka mau secara langsung. Hebatnya lagi, peserta pelatihan khusus bisa dipastikan debut dalam kurun waktu kurang dari satu tahun."

"Kamu menjadi peserta pelatihan berapa lama?"

"Enam bulan. Aku, Shawn, Adinda, Michael, Michaelo, dan Anastasya adalah peserta pelatihan khusus. Kami sudah berteman sejak pertama kali bertemu di perusahaan."

"Anastasya?"

Devina mengangguk sembari mengunyah nasi gorengnya. Lalu dia menjawab setelah menelan nasi di mulutnya, "Anastasya supermodel itu loh. Sekarang dia ada di Perancis untuk mengikuti peragaan busana."

"Anastasya Devara?"

Anggukan dari Devina membuat Sheren takjub. Rekan-rekan Shawn ternyata sangat hebat. Sheren merasa kecil seketika. Dia tidak memiliki banyak teman, terutama teman dari dunia musik kecuali Adisty. Dia juga tidak berteman akrab dengan para peserta kompetisi piano karena menurutnya, mereka semua adalah musuh dan Sheren tidak memiliki kepentingan untuk berteman dengan mereka.

"Kapan-kapan jika kami senggang dan berencana untuk pergi jalan-jalan santai, kami akan mengajakmu." 'Dan membantumu untuk lebih dekat dengan Shawn,' lanjut Devina dalam hati. Sheren mengangguk senang mendengar tawaran dari Devina.

***

Setelah makan bersama, Sheren dan Devina berpisah. Devina harus pergi untuk pemotretan, sementara Sheren menganggur. Jam istirahatnya masih panjang. Jadi, dia sengaja duduk di sofa lobi sembari membaca majalah yang ada di meja lobi.

"Membaca majalah itu dibalik Neng halamannya, masak dari tadi halamannya gak dibalik?" Shawn yang baru saja datang kini menempati sofa di samping Sheren.

Sheren lalu meletakkan majalah itu kembali ke tempatnya seraya berkata, "Aku bosan Shawn."

"Kamu enggak ada program latihan?"

"Ada, tapi masih satu setengah jam lagi."

Shawn terkekeh mendengarnya. "Mau kutemani?"

"Kamu gak ada jadwal memangnya?"

"Ada, tapi udah selesai. Jadi, aku memiliki waktu luang sampai besok pagi."

Sheren tiba-tiba teringat sesuatu. "Shawn, boleh tanya gak?"

"Tentu. Kamu mau tanya apa?"

"Dalam program pelatihan, biasanya tahapannya apa aja?"

"Ada banyak tahapan, tergantung kemampuanmu sebagai peserta pelatihan. Perusahaan mendebutkan artis dinilai dari beberapa hal; bakat, perkembangan bakat itu, dan sikap. Kamu berbakat dan bakatmu berkembang sangat baik namun sikapmu buruk, sudah bisa dipastikan kamu akan kesulitan untuk debut."

"Bagaimana dengan penampilan? Apakah tata busana peserta pelatihan juga dinilai?"

Shawn menggeleng. "Perusahaan tidak menilai wajah dan tata busana peserta pelatihan untuk mendebutkan mereka. Karena tata busana dan wajah adalah urusan divisi 9. Tata rias, tata busana, model rambut dan hal-hal yang berhubungan dengan penampilan, semua dikerjakan oleh divisi 9."

"Bagaimana dengan diet?"

"Diet hanya dijalankan oleh mereka yang memiliki kelebihan berat badan dan penyakit tertentu. Namun semuanya diawasi oleh dokter."

"Mendengar penuturanmu Shawn, semuanya terdengar sulit."

Shawn mengacak rambut Sheren lembut. "Enggak sulit kok! Eh iya, kamu selesai pelatihan jam berapa hari ini?"

"Entahlah, kenapa memangnya?"

Shawn tersenyum. "Mau pulang bareng?"

"Waduhhhh buaya divisi akting mulai menampakkan taringnya saudara-saudara!"

"Ckckckck buaya divisi akting bertambah satu lagi!"

"Pepet terus Shawn!"

"Gas pol Shawn!"

Shawn memukuli teman-temannya dengan bantal sofa sembari misuh-misuh. Sementara Sheren menatap mereka dengan datar. Di belakang sofa yang mereka duduki, Michael, Michaelo, Adinda, dan Anastasya berdiri. Sheren bahkan tidak sadar bahwa mereka ada disana.

"Kalian sejak kapan ada di situ?" tanya Sheren. Sepasang matanya menatap mereka dengan penasaran.

Adinda tertawa sembari merangkul pundak Anastasya. "Yah kita cuma figuran ya Sya.Kasihan banget kita."

Anastasya mengangguk sembari menampilkan mimik wajah sedih yang lucu. "Kita adalah sekumpulan jomblo ngenes yang hanya bisa melihat keuwuan orang lain." Lalu, mimik wajah Anastasya berubah serius saat menatap Shawn, "Hati-hati terhadap skandal. Apalagi, Sheren masih seorang peserta pelatihan yang belum genap sebulan disini. Jangan sampai interaksi kalian menjadi bumerang untuk karier Sheren dan kamu sendiri."

"Perusahaan juga bukan tempat yang aman untuk menunjukkan kedekatan kalian. Ada banyak musuh disini," imbuh Michael.

Shawn mengangguk. "Tentu, terima kasih untuk sarannya ya."

Michaelo menatap Shawn dengan jenaka. "Satu berlian bisa dong kalau kalian jadian. Ya gak Din?"

Adinda tertawa. "Sekalian saja kamu minta perusahaan baju yang dimiliki Bu Wendy."

Sheren tersenyum melihat interaksi Shawn dengan teman-temannya. Kini, Sheren mengerti betapa kesepiannya Shawn selama ini. Pantas saja dia ngotot mau berteman dengannya. Tanpa sadar, Sheren melengkungkan senyuman. Gadis itu teringat persahabatannya dengan Rhea dan Sashi. Kedua sahabatnya itu selalu ada untuknya, tidak pernah membiarkan dia kesepian walau mereka sering bertengkar dan kerap tidak sepaham.

***

Surabaya, 28 Maret 2020

Selama menjalani masa pelatihan, aku bisa melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa kehidupan para selebritas yang selama ini hanya kudengar dari Mama benar-benar tersaji di hadapanku kini. Dan ini masih sebagian kecil dari yang ada.