Ada sebuah laptop di kamar Xie Xue, dan ia termasuk orang yang jarang ditemui di dunia modern—seseorang yang tidak memasang kata sandi pada perangkatnya.
He Yu membuka laptop tersebut. Jemarinya bergerak cepat di atas keyboard, mata almondnya terpaku pada layar. Baris demi baris kode berkilat dalam sorot matanya yang gelap. Beberapa menit kemudian, He Yu menekan tombol Enter dengan jari panjang dan rampingnya. Sebuah teks yang telah didekripsi muncul, tercermin di retina matanya.
"Sepertinya L bahkan sudah bukan daftar tersangka lagi," ujar He Yu pelan, menatap teks dalam kotak dialog. "Ternyata, polisi sudah mengetahui dengan pasti siapa yang dimaksud oleh WZL."
Xie Qingcheng berusaha tetap tenang, tetapi mungkin karena ia baru saja berada dalam pusaran emosi yang begitu intens, tubuhnya dipenuhi keringat. Punggungnya menegang, dan ia berdiri tegak di samping He Yu sebelum membungkuk untuk melihat kode pada layar laptop.
He Yu telah mencegat tiga pesan komunikasi internal. Pesan-pesan itu sebagian dikodekan, tetapi karena mereka berdua sudah memahami beberapa bagian dari kasus ini, maknanya cukup mudah ditebak.
"Wang Jiankang dan Zhang Yong telah dibunuh."
"Ada mata-mata, ganti saluran komunikasi."
"Temukan lokasi sinyal terakhir Lu Yuzhu. Cepat."
Bukan hanya Xie Qingcheng, bahkan He Yu pun terperangah. Nama terakhir yang disebutkan adalah… Lu Yuzhu?
Lu Yuzhu adalah orang paling jujur dan polos yang bisa ditemukan di tengah kerumunan. Ia adalah seorang wanita paruh baya yang ramah dan banyak bicara, bekerja sebagai asisten di klinik kampus. Baik He Yu maupun Xie Qingcheng pernah mengunjungi klinik universitas karena berbagai alasan, dan mereka bahkan sempat berbincang dengannya beberapa kali.
Bagaimana mungkin itu dia…?
♛┈⛧┈┈•༶✧༺♥༻✧༶•┈┈⛧┈♛
Pada saat yang sama, di dekat salah satu gedung pengajaran Universitas Huzhou, tidak jauh dari lokasi pembunuhan Zhang Yong, Superintendent Zheng duduk kaku di dalam kendaraan komando. Matanya yang tajam seperti mata macan kumbang tampak memerah sepenuhnya, dan seluruh polisi di belakangnya terdiam tanpa suara.
Mereka baru saja mendengar Zheng Jingfeng dimarahi oleh seseorang melalui telepon. Para petugas yang lebih senior mengetahui siapa orang itu, sedangkan yang lebih muda mungkin tidak, tetapi mereka tetap bisa menangkap inti percakapannya.
Namun, yang benar-benar membuat mereka semua terdiam adalah dua kasus pembunuhan yang gagal mereka cegah.
Api masih berkobar; sekelompok polisi tengah sibuk memotret, mengamankan, dan mengumpulkan barang bukti dari tempat kejadian perkara.
Zheng Jingfeng membuka termosnya dan menyesap isinya, memaksa dirinya untuk tetap tenang. "Apakah kita masih bisa menghubungi informan yang memberikan laporan intelijen?"
Anak didiknya menggeleng. "Sejak buku tamu ditemukan dan dibawa ke kantor polisi, informan itu tidak pernah muncul lagi. Mereka mengatakan bahwa sejak saat itu, mereka sudah berada dalam bahaya, dan WZL adalah informasi terakhir yang bisa mereka berikan."
Zheng Jingfeng bersandar di kursinya dan memijat pangkal hidungnya. Ia menghela napas panjang. WZL dari Universitas Huzhou akan dibunuh—itulah peringatan yang diberikan oleh informan mereka. Sementara Jiang Lan Pei adalah sinyal yang telah mereka sepakati sebelumnya.
Namun, organisasi misterius ini begitu sulit ditembus. Ada kalanya bahkan petinggi mereka tidak saling berkomunikasi, dan sekalipun mereka berkomunikasi, mereka selalu menggunakan kode. Informan yang menyampaikan pesan ini kepada polisi pun tidak mengetahui arti sebenarnya dari "WZL". Mereka hanya bisa meneruskan sedikit informasi rahasia ini apa adanya kepada kontak mereka.
Zheng Jingfeng menghabiskan waktu yang lama dengan menggunakan berbagai teknik investigasi dan menghubungkan berbagai petunjuk untuk akhirnya memecahkan kode tersebut: WZL bukan merujuk pada satu orang, melainkan tiga individu berbeda. Organisasi misterius ini sengaja menggunakan kode yang menyesatkan.
Adapun tiga orang yang telah teridentifikasi adalah Wang Jiankang, Zhang Yong, dan Lu Yuzhu. Ketiganya memiliki keterkaitan dengan kasus ini dan akan disingkirkan dalam rangka "pembersihan" yang akan segera dilakukan.
Setelah berhasil menguraikan kode, pihak kepolisian harus melindungi informan mereka, sekaligus menghubungi dan melindungi ketiga target ini secara diam-diam. Tugas ini sangat sulit. Mereka tidak bisa memberitahu target tentang bahaya yang mengintai, karena hal itu justru bisa membuat organisasi curiga. Yang bisa mereka lakukan hanyalah mengawasi mereka sepanjang waktu, siap bertindak pada tanda bahaya sekecil apa pun.
Namun, meskipun polisi terus mengawasi mereka, tidak mungkin mereka bisa berada di sisi target setiap detik. Selain itu, informan hanya mengetahui perkiraan waktu pembunuhan akan terjadi, bukan waktu pasti kapan eksekusi akan dilakukan.
Wang Jiankang adalah seorang lelaki hidung belang yang gemar berselingkuh di belakang istrinya. Karena kebiasaannya itu, ia sudah terbiasa menerapkan tindakan kontra-pengawasan setiap kali berbuat serong. Ia dibunuh di hotel dalam lingkungan kampus. Dalam perjalanannya ke sana, ia sempat singgah ke asrama dan bertukar mobil dengan seorang koleganya.
Pada hari itu, ada sebuah rapat di universitas, sehingga semua staf pengajar dan administrasi mengenakan seragam yang sama. Setelah Wang Jiankang mengganti mobilnya, polisi berpakaian sipil yang mengawasinya keliru mengira koleganya sebagai dirinya. Akibatnya, selama lebih dari satu jam, tidak ada yang mengawasi Wang Jiankang.
Dan satu jam kemudian, Wang Jiankang ditemukan tercekik hingga tewas di hotel. Pembunuhnya kemudian memakaikan sepasang sepatu hak tinggi pada mayatnya.
Zhang Yong adalah orang yang sangat berhati-hati dan pengecut. Meskipun ia tamak akan uang, ia selalu takut akan konsekuensi dari perbuatannya. Ia juga tampaknya menyadari bahwa para petinggi organisasi tidak lagi mempercayainya sepenuhnya.
Polisi berencana menggunakan Zhang Yong untuk mendekati dalang di balik organisasi ini. Mereka bahkan berjanji akan melindungi dirinya jika ia menceritakan semua yang ia ketahui.
Namun, Zhang Yong terlalu waspada. Ia cenderung berpikir berlebihan dan mencurigai semua orang. Saat seorang polisi berpakaian sipil mendekatinya, idiot satu ini justru meyakini bahwa polisi itu adalah mata-mata yang dikirim oleh organisasi untuk menguji kesetiaannya.
Karena terlalu fokus melindungi dirinya sendiri, ia menolak untuk mengatakan apa pun. Lebih buruk lagi, untuk membuktikan loyalitasnya, ia bahkan memberi tahu atasannya di organisasi tentang kejadian tersebut.
Setelah itu, membuntuti Zhang Yong menjadi sangat sulit dan berbahaya. Seperti pepatah yang mengatakan, belalang memburu jangkrik, tetapi tidak sadar bahwa burung pipit emas mengintainya dari belakang. Saat polisi melacak Zhang Yong, anggota organisasi misterius itu juga mengawasi polisi dari posisi yang lebih tersembunyi.
Akibatnya, informasi polisi tentang keberadaan Zhang Yong menjadi semakin tidak akurat, baik dari segi lokasi maupun waktu. Beberapa jam sebelum ia ditabrak hingga tewas, ia sempat menghubungi polisi. Namun, setelah melihat foto pembunuhan Wang Jiankang, ia mulai khawatir bahwa GPS di ponselnya tidak hanya akan membantu polisi menemukannya, tetapi juga memungkinkan organisasi untuk melacak pergerakannya. Karena itu, ia membuang ponselnya.
Sebelum bertemu Jiang Liping, Zhang Yong masih berharap dirinya beruntung dan bisa lolos dari bahaya. Saat bersembunyi di kantor kosong itu, ia berpikir bahwa karena tidak ada perangkat elektronik yang bisa melacak keberadaannya, ia akan aman.
Namun, Zhang Yong tidak menyangka bahwa organisasi tersebut telah menanam alat pelacak di dalam jimat Buddha yang selalu ia kenakan di lehernya…
---
Target terakhir yang masih hidup adalah Lu Yuzhu.
Dari ketiga target, Lu Yuzhu adalah yang paling sulit dihadapi.
Berbeda dengan dua pria cabul dan tamak yang membunuh demi uang, keterlibatan Lu Yuzhu bukan karena kepentingan pribadi. Sebaliknya, kesialan dalam hidupnya telah menanamkan dendam mendalam terhadap penegak hukum dan masyarakat.
Jalan yang ditempuh Lu Yuzhu hingga terjerumus ke dunia kriminal sangat tidak biasa. Bertahun-tahun lalu, ia adalah mahasiswa pascasarjana perempuan pertama dari daerah asalnya. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia kembali ke kampung halamannya untuk mengabdi, menjadi sekretaris komite Partai di tingkat kabupaten, kemudian naik jabatan hingga menjadi pejabat politik tertinggi di wilayah tersebut pada usia muda.
Namun, beberapa tahun kemudian, seorang wartawan magang datang ke kabupaten itu dari ibu kota provinsi. Dengan semangat membara untuk meniti karier dan pandangan naif tentang keadilan, wartawan ini bertekad melakukan investigasi rahasia terhadap praktik korupsi dan tindakan ilegal di desa-desa sekitar, berharap dapat mengungkap skandal besar.
Lu Yuzhu pada dasarnya memiliki kepribadian yang ceroboh. Selain itu, karena kabupaten tersebut berada di daerah terpencil, tim anti-korupsi sering kali berbenturan dengan adat istiadat setempat. Dalam keputusan besar, Lu Yuzhu selalu membuat penilaian yang sempurna. Namun, ada saat-saat di mana ia mengabaikan detail kecil. Salah satunya adalah ketika kerabatnya menerima hadiah uang dari proyek pemerintah.
Jumlahnya tidak besar—lebih sebagai ungkapan terima kasih yang lazim dalam budaya setempat. Hadiah itu paling banyak hanya cukup untuk membeli seekor babi.
Namun, wartawan itu dengan lancang mengubah angka dalam laporannya, menambahkan sejumlah nol di belakang nominal aslinya.
Sungguh tidak masuk akal—mana mungkin seorang pejabat di kabupaten kecil ini bisa melakukan korupsi dalam jumlah besar?
Akibatnya, Lu Yuzhu harus diskors dan diselidiki.
Seandainya laporan itu diperiksa dengan benar sejak awal, pasti akan segera terungkap bahwa jurnalis tidak bermoral itu telah menulis kebohongan besar yang mencoreng nama baik delapan belas generasi leluhurnya.
Namun, keberuntungan benar-benar tidak berpihak pada Lu Yuzhu. Saat itu, pemilihan ulang sekretaris komite Partai kabupaten sedang berlangsung, dan lawan politiknya dalam pemilihan tersebut kebetulan memiliki kerabat yang bersahabat dekat dengan pejabat pemerintah yang menangani kasus ini.
Desa kecil itu terpencil, dan urusan-urusannya sering kali lebih gelap daripada yang terjadi di kota-kota besar. Setelah beberapa kali dijebak, Lu Yuzhu akhirnya dijatuhi hukuman atas tuduhan menerima suap.
Saat itu, ia masih sangat muda—anaknya baru berusia dua tahun, baru saja bisa menggumamkan kata 'Ibu', ketika ia dipenjara. Saat ia dibebaskan, suaminya sudah menemukan wanita lain. Putrinya—yang bersembunyi dalam pelukan ibu tirinya, menatap takut-takut pada wanita asing yang emosional di hadapannya—sudah tidak lagi mengenali ibunya.
Pada akhirnya, Lu Yuzhu kehilangan semua harapan. Ia hanya bisa meninggalkan kampung halamannya dan pergi dari kabupaten kecil mereka.
Wartawan yang telah membesar-besarkan laporannya itu mengira telah menegakkan keadilan. Namun, kesepakatan-kesepakatan gelap yang terjadi di departemen tingkat bawah tanpa sepengetahuan atasan, kelemahan dan pengkhianatan suaminya… Semua kesengsaraan itu harus ditanggung seorang diri oleh wanita ini.
Beberapa kalimat, beberapa angka, dan perebutan jabatan sekretaris partai di tingkat kabupaten—itu saja sudah cukup untuk menghancurkan kehidupan seorang rakyat biasa.
Karena catatan kriminalnya, setelah bebas Lu Yuzhu kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak. Ia bekerja sebagai pencuci piring, asisten perawat, pembantu rumah tangga… tetapi tidak pernah lama. Begitu atasannya mengetahui masa lalunya, mereka semua akhirnya memecatnya, baik secara terang-terangan maupun diam-diam.
Di masa-masa paling sulit, Lu Yuzhu akhirnya terpaksa memasuki profesi tertua di dunia.
Di antara para pelanggannya, ia melihat orang-orang dari berbagai profesi, termasuk mereka yang seharusnya tidak pernah datang ke tempat seperti itu.
Suatu hari, salah satu pelanggannya memperhatikan sesuatu—bahwa Lu Yuzhu sangat cerdas dan lincah, serta tidak berbicara seperti orang yang kurang berpendidikan. Karena penasaran, ia pun bertanya tentang masa lalunya.
Awalnya, Lu Yuzhu tidak berniat bercerita banyak. Namun, setiap orang pasti memiliki saat-saat lemahnya. Hari itu, ia tidak mampu menahan diri—di bawah cahaya redup ruangan pribadi, ia mengungkapkan seluruh kisah hidupnya kepada pelanggan itu.
Saat mencapai akhir cerita, isaknya begitu kencang hingga ia tak mampu lagi berbicara.
Pelanggan itu terdiam sejenak, mengisap rokoknya dalam-dalam. Kemudian, ia menuliskan sebuah alamat dan berkata bahwa jika Lu Yuzhu menginginkan kehidupan yang lebih baik, ia bisa pergi ke sana dan menemui temannya. Teman itu akan mengatur pekerjaan yang stabil dan terhormat untuknya.
Begitulah cara Lu Yuzhu menjadi asisten perawat di poliklinik Universitas Huzhou.
Ia telah bekerja di sana selama bertahun-tahun. Hingga sekitar dua atau tiga tahun yang lalu, pihak keamanan publik tingkat atas datang untuk menyelidiki kasus-kasus salah tangkap di masa lalu.
Setelah menyelidiki kasus korupsi dan suap Lu Yuzhu, mereka menghapus catatan kriminalnya, menahan serta memberikan sanksi kepada wartawan yang menulis laporan palsu, dan menangkap pegawai pemerintah yang terlibat dalam konspirasi tersebut.
Seorang jaksa muda secara pribadi datang menemui Lu Yuzhu, meminta maaf kepadanya, dan menyerahkan kompensasi uang atas ketidakadilan yang dialaminya.
Di belakangnya, seorang staf baru dari divisi operasional kepolisian kabupaten ikut menemani kunjungan itu.
Saat itu, Lu Yuzhu baru saja selesai mengambil obat untuk beberapa mahasiswa.
Melihat para tamu yang datang, ia tersenyum tenang dan berkata,
"Yang sudah berlalu, biarlah berlalu. Simpan saja uang itu untuk kalian sendiri. Aku tidak menginginkannya."
Jaksa itu bertanya, "Mengapa?"
Lu Yuzhu menatap mereka dengan dingin dan berkata,
"Menurut kalian, apakah uang ini cukup untuk membeli kembali nyawa seseorang?"
Keheningan menyelimuti ruangan.
"Hidupku sudah hancur. Jadi, apa gunanya ini bagiku? Apakah kalian bisa mengembalikanku ke usia dua puluh lima tahun? Apakah kalian bisa mengembalikan anakku, suamiku, dan keluargaku?"
Baik jaksa maupun staf yang menemani tak mampu menjawab pertanyaannya.
"Silakan pergi."
Namun, jaksa itu masih mencoba membujuknya agar menerima kompensasi tersebut.
"Kalau begitu," kata Lu Yuzhu, "sebaiknya kalian gunakan uang ini untuk mendirikan yayasan atau semacamnya—untuk mendidik para jurnalis agar sedikit lebih berhati-hati, sedikit lebih adil, dan lebih bijak sebelum mereka menulis tentang seseorang atau suatu peristiwa. Mereka seperti kawanan belalang yang melintasi ladang—begitu mudah mengayunkan pena mereka, mengumpulkan perhatian dan keuntungan. Tapi apa yang mereka tinggalkan bagi orang-orang yang menjadi korban tulisan mereka?"
Ia tersenyum—mantan sekretaris muda paling cakap di kabupaten itu kini memiliki kerutan-kerutan dalam di sudut matanya.
"Yang tersisa hanyalah seumur hidup penderitaan dan kekacauan."
Seseorang seperti Lu Yuzhu tidak akan pernah mengandalkan polisi untuk meminta bantuan. Jika ada satu hal yang pasti, justru ia secara naluriah akan menjauh dari mereka—dan lebih dari itu, ia mendukung serta mematuhi organisasi tersebut tanpa syarat.
Lantas, pertanyaannya adalah, mengapa organisasi ingin "menyingkirkan" orang seperti dirinya?
"Lu Yuzhu tidak membawa perangkat komunikasi elektronik apa pun, tetapi ada kemungkinan dia menggunakan ponsel orang lain. Kita tidak bisa melacak lokasinya."
Seorang petugas polisi yang bertugas mengumpulkan intelijen mengetik di keyboard sambil melaporkan situasi kepada Superintendent Zheng.
"Saat ini, ada 15.580 ponsel yang menerima dan mengirimkan sinyal di area ini. Akan sia-sia jika kita mencoba melacak satu per satu."
Petugas lain menyelesaikan panggilan teleponnya, lalu berjalan mendekati kendaraan komando. Ekspresinya sangat serius saat ia berkata kepada Superintendent Zheng,
"Kapten Zheng, kami tidak bisa melacaknya.
Kemampuannya dalam menghindari deteksi adalah yang terbaik yang pernah kami temui dalam beberapa tahun terakhir.
Tak diragukan lagi, dia telah dilatih dan dibekali perangkat pengacau sinyal.
Dari yang kami lihat sejauh ini, hanya buronan kelas atas yang mampu menyainginya."
Zheng Jingfeng tak menjawab sepatah kata pun.
Tatapan tajamnya tetap terpaku pada layar elektronik, di mana animasi anak-anak bermain "drop the hanky" terus berputar di menara pemancar.
Huruf L yang mencolok itu tampak seperti sebuah kait yang berlumuran darah.
L…
Sang penyidik kriminal senior selama ini bertanya-tanya, apakah mereka telah salah menafsirkan pesan itu dalam kasus L?
Mungkinkah L bukanlah singkatan dari Lu Yuzhu?
Mengapa para atasan organisasi itu ingin membunuh seseorang yang begitu setia dan berdedikasi seperti dirinya?
Di antara tiga target yang ada, hanya dialah yang membuat Zheng Jingfeng merasa ragu.
Jika dilihat dari motif pembunuhan sebelumnya, tak masuk akal untuk melenyapkan Lu Yuzhu juga.
Namun, tidak ada target lain yang muncul…
Namun hingga saat ini, Zheng Jingfeng terus berpikir… Mungkinkah huruf "L" ini memiliki makna tersembunyi yang belum mereka ungkap?