webnovel

Awal

"Apakah kau tidak bisa melihatku walau hanya untuk sesaat saja. Bahkan hanya untuk satu detik?"

Pertanyaan itu terlontar dari bibir seorang wanita dengan suara lirih. Sepasang mata cantiknya terlihat begitu cekung dan kosong, bibirnya pucat dengan tubuh kurus yang terbaring diranjang pesakitan.

Disampingnya, beberapa alat untuk menopang hidupnya terpasang semenjak ia memasuki rumah sakit. Karena penyakit yang ia derita, tubuhnya setiap hari bertambah kurus dan bahkan surai hitamnya yang dulu panjang kini telah habis karena kemoterapi ia yang jalani. Nafasnya hampir tidak terdengar seperti halnya pandangannya yang mulai menggelap.

Menatap sosok pria yang selama ini menggenggam hatinya dengan lekat, namun sayang pria yang ia cintai ini tidak pernah memiliki perasaan yang sama sepertinya. Jangankan perasaan, bahkan untuk melihatnya pun pria ini enggan. Seperti ketika melihatnya adalah melihat sesuatu yang menjijikkan.

"Itu adalah kesalahanmu sendiri hingga membuatku jijik padamu."

Wanita itu tersenyum tipis, menatap pria yang membuatnya jatuh cinta sekaligus menyakitinya hingga akhir hidupnya, "Ya.. aku terlalu bodoh untuk menyerahkan hatiku padamu selama ini."

"Kau pasti akan sembuh eonni. Jadi jangan berbicara yang bukan-bukan, aku yakin oppa tidak bermaksud mengatakan hal-hal yang seperti itu."

Wanita itu melirik sosok perempuan, yang selama ini menjadi alasan baginya menjadi orang yang begitu jahat. Ya.. sampai kapanpun ia tidak akan pernah bisa menang dari adik tirinya ini, yang dalam hidupnya selalu mendapatkan apapun yang ia mau, "Aku berharap tidak akan pernah bertemu dengan kalian dikehidupan berikutnya.."

Jihoon menatap wanita yang perlahan menutup matanya, baginya wanita ini bahkan tidak ada dalam pandangannya. Jadi, meskipun dia mati dihadapannya sekalipun ia tidak akan merasakan apapun. Menoleh, ia menatap kekasihnya yang terlihat begitu sedih, "Apa yang kau tangisi, bukankah lebih baik dia mati daripada merasakan sakit terus-menerus?"

Shin hye menatap pria yang memeluk pundaknya dengan hangat, keningnya berkerut, "Apa kau tidak merasa sedih, eonni kesakitan."

"Memangnya apa yang bisa kita lakukan, huh. Dia sudah diambang kematian sejak lama. Bahkan para dokter tidak bisa menyelamatkannya, kau tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri."

"Kau benar-benar kejam."

Wanita itu masih mendengar percakapan kedua orang yang berdiri disamping ranjang, tersenyum miris dalam hati bahkan pria ini masih begitu dingin padanya. Tidak pernah ia bayangkan dalam kematiannya bahkan ayah kandungnya tidak pernah sekalipun menoleh padanya.

Apakah Tuhan marah padanya karena selama ini berbuat terlalu jahat. Namun semua itu hanya bisa ia sesali, dan dirinya pun merasa lelah dengan hidup yang bergantung pad alat-alat kedokteran. Akan lebih baik jika ia pergi dan kembali pada Tuhan.

'Bawa aku kembali padamu, Tuhan.. aku sudah siap..'

Bunyi suara elektrokardiogram berbunyi dengan nyaring, membuat dua orang yang berbincang dengan pelan menoleh cepat. Shin Hye terdiam saat melihat kakaknya memejamkan mata tanpa ada gerakan apapun, menoleh ia menatap kekasihnya dengan sepasang mata yang telah basah sepenuhnya, "Oppa.."

"Jangan menangis.. ini lebih baik daripada dia merasakan sakit setiap hari."

***

"Aku dengar keadaan putri anda memburuk, apa itu benar tuan Park?" pria tampan dengan setelan hitam itu menatap sosok paruh baya yang duduk didepannya. Terlihat tenang meski ia melihat sedikit keterkejutan atas pertanyaan yang ia ajukan.

Park Sanghoo tersenyum tipis saat melihat pria muda didepannya. Ia bertemu dengan pria muda ini untuk membicarakan bisnis, namun ia juga tidak menyangka jika pengusaha muda sepertinya bahkan mengetahui masalah keluarganya, "Darimana anda mendapatkan kabar itu, direktur Oh?"

Oh Sehun terlihat tak acuh, memainkan jemarinya diatas meja dengan tenang, "Sepertinya banyak yang sudah mengetahui hal ini, bahkan jika aku tidak mencari tahu. Bukankah putrimu juga merupakan seorang model?"

"Ya.. keadaannya memang tidak cukup baik akhir-akhir ini. Anda tahu penyakit seperti itu akan sangat sulit untuk disembuhkan."

Sehun mengangguk paham. Namun sudut bibirnya terlihat naik sekilas, bagaimanapun juga seorang ayah tidak akan pernah mau meninggalkan putrinya yang sekarat. Namun pria ini bukan hanya meninggalkan putrinya namun terlihat tidak memiliki beban kesedihan, "Sepertinya kau tidak terlihat sedih dengan keadaan putrimu itu. Apakah dia terlalu memalukan untuk menjadi putrimu?"

"Apa maksudmu direktur Oh?" tanya Park Sanghoo dengan nada kesal. Tidak ada seorangpun yang tahu bagaimana anak sialan itu selalu membuat masalah untuknya. Beruntung isteri dan Shin Hye menutupi kesalahan anaknya yang nakal itu. Bahkan jika bukan karena sakit, anak itu pasti masih membuat masalah diluar sana.

"Tidak ada, hanya penasaran saja bagaimana anda bisa setenang ini padahal putrimu sedang sakit." ujar Sehun dengan senyum tipis. Menatap pria paruh baya didepannya dengan lekat, "Aku dengar Jihoon akan segera menikah Shin Hye, apa itu benar?"

"Ya.. mereka berdua terlalu lekat, bagaimanapun juga tidak akan baik terlihat oleh orang jika putriku sering keluarg dengan pria yang belum memiliki hubungan resmi dengannya. Karena itu aku telah meminta Jihoon untuk meresmikan hubungan keduanya."

"Itu juga bagus, aku ikut senang mendengarnya. Anda tahu aku dan Jihoon adalah teman bukan."

"Ya.. aku akan dengan senang hati mengundangmu pada pesta pertunangan mereka segera. Hahaha.."

Oh Sehun tersenyum tipis melihat betapa bahagianya pria didepannya ini, melupakan memiliki putri yang sedang sakit bahkan mungkin sedang sekarat. Ia melirik sosok wanita yang kini menunduk disampingnya, sekretaris pribadinya yang selalu mendapatkan informasi apapun yang ia inginkan, "Ada apa?"

'Nona tertua Park telah meninggal..'

Pandangan mata pria itu menggelap tanpa sadar, kedua tangannya mengepal erat dan niat membunuh keluar begitu saja. Wanita yang selama ini menghuni hatinya telah pergi begitu saja, "Tuan Park.. apakah kau tidak mendengar kabar jika putrimu telah meninggal?"

"Huh?"

***

Sepasang mata itu terbuka perlahan, hembusan nafasnya terdengar lemah. Ia mengerjab beberapa kali, menggerakkan kedua tangannya yang kaku secara perlahan sebelum berusaha untuk menoleh. Menatap sekitar dimana ia merasa asing tentang keberadaannya saat ini.

'Apakah aku disurga?'

"Nona muda! Kau sadar.. Tuhan.. akhirnya kau membuka matamu." seru seorang pelayan menatap penuh kebahagiaan pada sosok yang terbarig diranjang besar itu. Nona mudanya, yang bertahun-tahun ini dalam keadaan koma telah membuka kedua matanya, "Nyonya.. tuan.. nona muda sadar.. nyonya… nona…"

'Nona muda? Apakah wanita itu mengatakan aku nona muda. Bukankah aku sudah mati dirumah sakit, kenapa dia menyebutku nona muda?'

Semakin ia berpikir ia semakin bingung, namun kemudian ia merasakan sakit kepala yang membela. Begitu sakit namun bersamaan dengan itu beberapa ingatan dan kenangan muncul begitu saja dalam pikirannya.

Bae Sooji.

Itu adalah nama dari gadis yang muncul dalam pikirannya, sosok nona muda dari keluarga Bae yang beberapa tahun lalu mengalami kecelakaan bersama dengan kakak laki-lakinya hingga membuatnya jatuh koma dalam beberapa tahun.

Ia tertawa kecil, seperti Tuhan sedang mempermainkannya atau memang memberinya sebuah kesempatan lagi untuk hidup. Ya, ia hidup namun dengan tubuh orang lain, dengan keadaan berbeda pula.

Mencoba menenangkan diri, wanita itu menarik nafas dalam-dalam. Bagaimanapun Tuhan sudah memberikan kesempatan untuk hidup lagi, bukan. Jadi, akan lebih baik jika dirinya memanfaatkan kehidupan barunya ini.

'Karena ini adalah kehidupan baru yang kau berikan, baiklah.. aku akan menjalaninya sesuai dengan keinginanku lagi. Seperti sebelumnya, namun aku tidak akan menjadi orang yang bodoh lagi.'

Bersambung..