'Perasaanku sangat aneh saat berdekatan dengannya seperti ini. Sekalipun kami tidak bersentuhan seperti kemarin. Entah mengapa, aura yang kurasakan pada Stu amat menyeramkan!' gumam Cenora saat merasakan keanehan saat di dekat Stu.
Cenora yang polos mengira kalau Stu mendekatinya karena Stu ingin berkencan dengannya. Senaif itu, sampai Cenora berani membuka suara pada Stu.
"Stu, maafkan aku mengatakan ini, tapi kurasa aku memang tidak dapat-"
"Hari ini usiamu genap delapan belas tahun, bukan?" Stu memotong ucapan Cenora sembari merogoh saku celana olahraganya.
"Hmm, ya. Aku bahkan lupa hari ulang tahunku sendiri. Tapi jangan repot-repot, aku tidak menginginkan sesuatu!" jawab Cenora segan.
"Benarkah? Kau tidak memerlukan sesuatu? Seperti… sebuah perlindungan?" ucap Stu saat berbalik menghadap Cenora dengan mengangkat tangannya sembari membuka pisau lipat yang baru ia keluarkan dari saku.
Sraattt
Pisau tersebut dengan cepat dilayangkan kepada Cenora dan mengenai pipi Cenora. Bahkan Cenora sendiri tidak tahu dengan jelas apa yang baru saja dilakukan Stu padanya.
"Ah, sakit!" pekik Cenora seketika sembari menyentuh pipinya yang terasa perih.
"Stu, apa yang kau la-, ah, apa ini? Bukankah ini-" ucapan Cenora terhenti ketika menyentuh pipinya yang perih dan terasa menyeluarkan cairan. Cenora terkejut saat tangannya sudah berwarna merah karena darahnya sendiri.
Belum menjawab juga, Stu kembali menyerang tubuh Cenora dengan mencekik Cenora kuat.
"Sebenarnya aku mendekatimu memang untuk mengajakmu berkencan tapi alasan itu bukanlah yang utama. Aku ingin menjadikanmu pasanganku tapi sepertinya kau sama sekali tidak nyaman saat bersamaku dan berpotensi melawan di kemudian hari. Jadi, untuk apa lagi kupertahankan barang berharga sepertimu yang bisa saja direbut Siluman lain!"
'Siluman?' Cenora bertanya dalam hati.
"Kau masih bertanya karena kau memang tidak tahu yang sebenarnya terjadi, ya? Baiklah, akan kuberitahukan padamu saja kalau begitu!" ucap Stu setengah berbisik dengan semakin mengeratkan cengkeraman tangannya di leher Cenora.
"Tapi sepertinya kau menghindariku bukan karena kau menyadari bahaya yang mengancam. Dan seperti kataku tadi, aku akan menjelaskannya padamu!"
"Cenora, kau itu sebenarnya adalah makanan lezat bagi para Siluman seperti kami! Setiap seratus tahun akan ada satu kelahiran seperti dirimu!"
"Sudah ditakdirkan sejak dulu, kutukan manusia titisan Peri Bulan akan lahir dan manusia seperti itu akan menjadi incaran para pemimpin klan bangsa siluman. Untuk apa? Sudah pasti untuk kelangsungan bangsa siluman di bumi ini!"
Stu lebih mendekat pada wajah Cenora yang berdarah. Stu mengendus di sana.
"Hmmm, betapa harumnya darah titisan Peri Bulan ini. Aku baru sekali ini mencium aroma darah yang begitu harum. Pasti rasanya juga sangat manis!" ucap Stu seakan menghirup aroma terharum di dunia.
"Kau tahu, Cenora? Darahmu yang harum di usia matang ini tidak hanya sebagai makanan untuk para siluman. Lebih dari itu, jika pemimpin klan kami meminum darahmu, maka usianya akan bertambah sangat panjang, dan jika pemimpin klan memakan dagingmu, maka kekuatannya akan semakin meningkat dengan tubuh manusia yang digunakannya senantiasa akan semakin awet muda!"
"Dan bagi kami, para siluman biasa, sudah tentu akan mencicipinya juga setelah pimpinan klan kami puas menyantapmu. Meski apa yang kami dapatkan tidak sebanyak yang pimpinan kami dapatkan, itu sudah sangat lebih dari cukup. Keabadian dan kekuatan yang lebih banyak akan mempermudah kami menggoda bangsa manusia sesuka kami. Hahaha!"
Stu tertawa iblis sembari melepaskan cengkeraman tangannya dari leher Cenora.
Cenora terbatuk saat mencoba menghirup udara sebanyak mungkin. Cekikan tangan Stu hampir membuatnya mati kehabisan napas.
"Tapi kelahiranmu itu tidak hanya menjadi makanan bagi bangsa siluman saja. Kau lebih sangat berguna jika dibiarkan hidup lebih lama," Stu menyambung ceritanya, "Dengan menikahi pimpinan sebuah klan siluman, maka klan siluman itu akan semakin makmur dan menjadi klan teratas di antara klan siluman yang ada di bumi ini. Setidaknya untuk seratus tahun yang akan dijalani hingga titisan Peri Bulan dilahirkan kembali saat itu.
"K-kau, kenapa kau melakukan ini padaku? A-aku tidak mengerti apa yang kau maksudkan! Omong kosong seperti apa yang kau katakan padaku ini?!" dengan susah payah Cenora mengeluarkan suara untuk menjawab kekonyolan yang Stu lakukan padanya.
"Nanti saja akan kujelaskan setelah kubawa kau ke tempatku. Kau harus kusimpan lebih dulu. Darahmu yang harum itu sungguh mengundang para pimpinan siluman untuk datang ke tempat ini! Dan itu bukan hal baik untukku saat ini!" Stu menanggapi dengan seringai silumannya.
Mata Stu berubah warna menjadi merah. Pisau di tangannya jatuh karena telapak tangannya terbuka dan terlihat menegang. Nampak oleh Cenora kuku-kuku panjang dan tajam layaknya kuku hewan keluar dari ujung jarinya.
'Aku tidak ingin mati konyol olehnya. Aku harus lari dan pergi dari sini!' ucap Cenora dalam hati dan mencoba bangkit untuk berlari.
Tapi yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang Cenora inginkan. Cenora mengira dengan sikap diam Stu yang berubah lebih aneh dengan warna mata yang berubah serta pertumbuhan kukunya yang semakin panjang, membuat Stu lengah. Itu sama sekali salah.
Meski Cenora berhasil lari beberapa langkah, tapi dengan sekali lompatan, Stu dapat meraih Cenora dengan menjambak rambut panjang Cenora ke belakang dan tubuh Cenora terjungkal ke belakang.
"Kau mau lari, huh? Tidak mungkin! Darahmu sudah tercium ke berbagai tempat. Jika tidak denganku maka kau akan tertangkap oleh siluman lain yang mungkin levelnya lebih rendah. Dan jika mereka yang mendapatkanmu, maka tidak akan ada hari kau menghirup napas lebih lama, karena mereka akan memakanmu saat itu juga!"
"Sudah kukakatakan, bukan? Aku akan membawamu dan menyimpanmu sampai waktunya tiba. Jadi jangan bertindak gegabah atau kau akan mati sia-sia!" Stu memberi peringatan pada Cenora agar Cenora tidak mencoba melarikan diri.
"Jika sama-sama akan mati kenapa aku harus memilih harus mati dengan tangan siapa?! Aku tidak akan memilih mati pada salah satu dari kalian! Dasar siluman-siluman brengsek!?" Cenora berteriak dan mengumpat. Ia tidak rela jika nyawanya hanya diibaratkan sebagai seonggok daging untuk persembahan para siluman.
Stu tidak menjawab saat tangannya sibuk berputar untuk menarik dan menggulung rambut Cenora agar Cenora tertarik ke belakang tanpa ia bersusah payah menyeret Cenora untuk mendekat.
Dan saat gulungan rambut di tangan Stu sudah mencapai pangkal rambut, tangan sebelahnya lagi meraih dan mencekik leher Cenora dengan erat.
'Aku sudah bertahan dari gangguan hantu dan bangsa seperti kalian selama ini. Aku sudah banyak kehilangan. Orang tuaku dan masa kecilku yang bahagia. Tapi sekarang, saat aku sudah bertemu dengan orang yang mungkin adalah sahabat kecilku dulu, aku harus mati direbutkan bangsa hina seperti kalian? Tidak. Aku tidak mau!' Cenora hanya bisa menangis dan menjerit dalam hati saat lehernya yang tercekik membuatnya sulit bernapas.
'Aku tidak mau mati… Tolong aku…' rintih Cenora dalam hati, 'Siapa pun tolong aku…' sambungnya merintih.
Dengan mata yang menutup bersamaan dengan linangan air matanya, Cenora menyempatkan menyebut lagi nama orang yang diingatnya seketika.
"Ichigo… tolong aku…" guman Cenora dalam ketakutannya.