webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Teen
Not enough ratings
251 Chs

Yang penting kamu sudah ada disini, itu saja sudah cukup

Ibu Cakya masih terpaku diam menganalisa ucapan Gama barusan. Gama telah selesai mencuci piring dan gelas, kemudian meletakkan kembali ke rak piring.

"Bukannya... Ayah Erfly.... Di...", ibu Cakya tidak menyelesaikan ucapannya.

"Iya, Singapur. Saat memimpin rapat direksi ayahnya Erfly terkena serangan jantung. Dan... Ibunya langsung minta diterbangkan ke Bali, dokter pribadi keluarganya buka rumah sakit di Bali", Gama menjelaskan perlahan.

"Lalu...? Kok kakak ketemu Erfly di rumah sakit umum...?", ibu Cakya kembali bertanya.

"Anak dokter pribadinya ayah Erfly dokter di rumah sakit umum. Jadi... Agar lebih dekat sama Erfly, ibunya memutuskan memindahkan perawatan ayahnya Erfly ke sini", Gama kembali menjawab pertanyaan sepupunya.

"Hem...", ibu Cakya bergumam pelan, kemudian kepalanya manggut-manggut pelan.

***

Erfly duduk disamping Alfa karena merasa kekenyangan. Alfa masih asik menyuapi ketupat sayur kedalam mulutnya.

"Udah dek...?", Alfa bertanya pelan, saat melihat Erfly sudah duduk manis tanpa pergerakan apapun.

Erfly melambaikan tangannya pelan, "Udah kenyang", Erfly bicara pelan.

Alfa mempercepat makannya, kemudian membayar makanan yang telah mereka makan.

"Dek...", Alfa bicara pelan saat telah duduk di belakang setir mobil.

"Hem... Kenapa Ko...?", Erfly bergumam pelan.

"Besok ayah kamu udah boleh pulang dek", Alfa bicara pelan.

"Hem...", Erfly bergumam pelan.

"Terus... Kamu mau bawa ayah kemana sama bunda...?", Alfa bertanya lagi.

"Oh... Erfly udah ngomong sama ayah dan bunda. Ayah sama bunda mau ikut tinggal di rumah Erfly Ko", Erfly menjawab santai.

"Kalau kamu mau, mending ayah sama bunda nginep dirumah Koko aja. Biar rada legaan rumahnya dek", Alfa memberi saran.

"G'ak usah Ko. Ayah sama bunda g'ak masalah Ko", Erfly bicara pelan.

Alfa sedikit merasa kecewa atas jawaban Erfly. Kalau saja Erfly setuju dengan usulannya. Setidaknya, Alfa setiap hari bisa bertemu dan melihat wajah Erfly.

***

Sinta berlari dengan buru-buru menyusuri lorong rumah sakit. Sinta menuju ruang ICU, terlihat Dirga yang terbaring tak berdaya diatas tempat tidur dengan segala alat bantu yang menopang hidupnya.

"Maaf, anda keluarga pasien atas nama Dirga...?", Rima menghampiri Sinta yang mematung di depan pintu ICU.

"Iya suster", Sinta menjawab pelan.

"Mari ikut saya", Rima mengarahkan Sinta menuju ruang Alfa. Rima mengetuk pintu ruangan Alfa, setelah diizinkan masuk, Rima muncul dari balik daun pintu. "Maaf dok, walinya Dirga", Sinta bicara sungkan.

"Silakan masuk", Alfa mempersilakan Sinta untuk masuk. "Terima kasih suster", Alfa mengucapkan terima kasih sebelum Rima berlalu pergi.

"Ya dok", Rima mengangguk pelan, sebelum menutup kembali pintu ruangan Alfa.

"Apa kabar dok...?", Sinta menyalami Alfa.

"Saya baik", Alfa menjawab dengan wibawanya seperti biasa.

"Katanya, dokter mau bertemu dengan saya...? Ada apa dokter...?", Sinta bertanya bingung.

"Ini tentang Dirga...", Alfa menjawab pelan.

"Yah...", Sinta menjawab ragu-ragu.

"Dirga habis dikeroyok, kakinya patah. Selain itu, dadanya ditusuk pisau, saat ini... Pisaunya masih bersarang di dadanya. Terus terang, posisi pisau tidak menguntungkan. Salah-salah, pisau bisa menusuk jantung Dirga lebih dalam, Dirga juga bisa meninggal di meja operasi", Alfa menjelaskan terus terang, Alfa membaca reaksi Sinta.

Sinta menjilati bibirnya yang terasa kering, karena merasa tegang.

Alfa menyerahkan sebuah map kepada Sinta. "Dirga harus segera dioperasi, itu surat persetujuan keluarga. Saya butuh orang yang menjamin untuk menandatangani surat tersebut. Baru Dirga bisa kita bawa ke ruang operasi", Alfa menjelaskan kebingungan Sinta.

"Saya boleh minta waktu...?", Sinta bertanya ragu.

"2 jam, lewat dari itu, saya tidak berani. Semakin lama menunda operasi, nyawa Dirga semakin bahaya", Alfa kembali mengingatkan.

"Saya permisi dok", Sinta segera beranjak meninggalkan Alfa.

Sinta bergegas ke rutan, menemui Candra. Sinta menceritakan semua yang terjadi kepada Dirga. Candra menyetujui untuk menandatangani surat persetujuan operasi.

"Mbak tolong beresin semua hutang bang Dirga, biar g'ak dikejar depkolektor lagi. Tapi... Jangan sampai bang Dirga tahu kita yang melunasi", Candra memberi instruksi kepada Sinta sebelum pergi meninggalkan Sinta.

"Baik", Sinta mengangguk patuh. "Lalu bagaimana dengan buku tabungan, ATM dan kartu kredit Dirga...?", Sinta kembali bertanya.

"Biarin aja dulu mbak", Candra kembali memberi perintah.

Sinta mengangguk patuh. Candra segera menyalami Sinta, kemudian meninggalkan Sinta dengan map yang telah dikembalikannya.

***

Cakya sengaja datang lebih pagi kesekolah, walaupun masih dilarang, Cakya tetap berangkat kesekolah dijemput Gama.

"Pagi dek...", Gama mengacak pucuk kepala Erfly sambil lalu, menuju kursinya.

"Pagi bang", Erfly menjawab pelan.

Gama sengaja langsung meninggalkan kelas, memberi kesempatan untuk Cakya dan Erfly untuk menyelesaikan masalah mereka.

"Abang, mau kemana...?", Erfly berusaha menahan Gama.

"Laper...", Gama menggosok perutnya pelan, sembari mempercepat langkah kakinya.

"Em... Gimana kabarnya Cakya...?", Erfly berusaha memecahkan kesunyian yang tercipta.

"Alhamdulillah udah meningan", Cakya menjawab pelan, tatapannya demikian dalam menatap lembut ke wajah Erfly. Wajah yang dirindukannya selama berhari-hari, bahkan wajah yang selalu menari-nari dibenaknya siang dan malam. Bahkan saat sadar dari koma kemarin, nama wanita ini yang meluncur dari bibirnya pertama kali.

"Maaf... Erfly menghilang tanpa kabar", Erfly menundukkan kepalanya, tidak berani menatap wajah Cakya yang ada disampingnya saat ini.

Cakya tersenyum lembut. "Yang penting kamu sudah ada disini, itu saja sudah cukup", Cakya bicara dengan nada suara paling rendah. "Tapi... Kok Erfly menghilang begitu saja...? Cakya nungguin Erfly di gerbang sampe sore", Cakya bicara pelan.

Erfly memberanikan diri menatap wajah Cakya. "G'ak mau ganggu", Erfly menjawab dengan nada ketus, karena kembali teringat Cakya pelukan dengan gadis yang sama saat di atap rumah sakit.

Cakya mengerutkan keningnya karena tidak mengerti. "Ganggu...? Maksudnya...?", Cakya bertanya bingung.

"Ganggu orang yang lagi asik pelukan. Sama cewek cantik", Erfly bicara penuh makna.

"Astagfirullah... Itu Wika", Cakya berusaha menjelaskan.

Erfly beranjak dari kursinya, berniat menyusul Gama ke kantin. Cakya menarik tangan Erfly, hingga Erfly duduk kembali.

"Cakya belum selesai", Cakya bicara pelan, setelah tidak ada perlawanan dari Erfly, Cakya melepaskan genggaman tangannya dari Erfly.

"Dia Wika, putrinya pak Wiratama. Saat di atap rumah sakit, dia mau bunuh diri, karena positif hamil, dan pacar yang menghamilinya kabur. Dia yang meluk Cakya, karena ketakutan.

Dan... Saat di gerbang sekolah itu, dia yang tiba-tiba meluk Cakya, katanya mau mengucapkan terima kasih karena telah menolong dia waktu itu.

Tapi... Cakya langsung ninggalin dia, dan tegasin, kalau Cakya g'ak pernah mau berurusan dengan keluarga pak Wiratama", Cakya menjelaskan panjang lebar.

Erfly tidak bergeming sedikitpun.

Cakya menggenggam jemari tangan Erfly. "Jadi... Mulai sekarang, g'ak ada lari-larian lagi, g'ak ada curiga-curigaan lagi, g'ak ada rahasia-rahaaiaan lagi", Cakya bicara pelan, penuh harap.

***

Sinta secepat mungkin kembali ke rumah sakit, dan menyerahkan surat persetujuan operasi Dirga ke bagian administrasi. Dirga segera dilarikan ke ruang operasi.

Alfa menyusul ke ruang operasi hanya dalam hitungan menit. "Saya harus jujur, ini bukan operasi yang mudah. Akan tetapi, saya tetap berharap, kita melakukan yang terbaik dalam operasi ini seperti biasanya. Karena ada orang terkasih yang menunggu pasien kita diluar sana", Alfa bicara dengan wibawanya.

Alfa menatap lekat setiap wajah staf yang akan membantunya dalam melakukan operasi. "Sebelum melakukan operasi. Mari kita berdo'a menurut kepercayaan masing-masing. Semoga operasi ini dilancarkan, dan penyakit pasien diangkat. Berdo'a mulai", Alfa memberi instruksi kepada rekan-rekannya, dengan patuh, semua orang langsung khusuk dalam do'a.