webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Teen
Not enough ratings
251 Chs

Kamu bikin cemas semua orang, tau g'ak...?

Erfly hanya mengandalkan ingatannya untuk menuju Palompek, sampai di Semurup Erfly berhenti di warung pinggir jalan untuk membeli minum.

"Neng...", seorang pria setengah baya dengan khas rambut kuncirannya menyapa Erfly.

"Kang Untung...?", Erfly tersenyum girang.

"Ai... Bener, kirain akang mah salah orang tadi, mau kemana neng gelis sendirian wae...?", kang Untung bertanya bingung. (Saya kira salah orang tadi, mau kemana gadis manis sendirian saja...?)

"Mau ndaki kang, akang sendiri mau kemana...?", Erfly bertanya balik.

"Piket atuh neng, kan jadwal akang malam ini", kang Untung tertawa renyah.

"Konvoi aja kalau gitu kang Untung", Erfly tersenyum lega karena ada petunjuk jalan, jadi dapat dipastikan dia tidak akan nyasar.

"Sok atuh neng, ntek masalah", kang Untung tidak keberatan. (Silakan, tidak masalah)

***

Alfa terlihat lelah setelah menjalankan jadwal operasi maratonnya, saat melangkah dilorong menuju ruangannya terdengar suara teriakan panik. Alfa berlari menuju sumber suara, seorang lelaki berumur sekitar 24 tahun pingsan di lantai, disampingnya seorang perempuan sebaya menangis histeris ketakutan.

Alfa segera melakukan pertolongan pertama, beruntung ada perawat lelaki yang mendorong kursi roda keluar dari salah satu ruang rawat inap. Alfa membantu memindahkan lelaki itu keatas kursi roda.

"Bawa ke UGD", Alfa memberi instruksi.

Lelaki itu mengangguk patuh, kemudian berlalu bersama pasien dan keluarga pasien menuju UGD.

Alfa masuk keruangannya kemudian merebahkan diri diatas sofa panjang untuk tamu, tangannya diletakkan dijidad hanya untuk sekedar menutup silau cahaya lampu.

"Alfa...", seorang pria menerobos masuk, langsung memukul kaki Alfa.

Alfa menatap siapa yang datang, "Hem...", Alfa bergumam pelan saat tahu yang datang adalah Kahfi.

"Ada pasien yang harus dioperasi", Kahfi bicara dengan nada serius.

"Lagi...? Oh... God", Alfa langsung duduk posisi siaga. "Apalagi kali ini...?", Alfa bicara lelah.

"Ada pasien dengan penyumbatan pembuluh arteri yang tidak bisa ditangani dengan pemasangan ring", Kahfi menjelaskan secara garis besar keadaan pasien.

"Operasi Bypass Jantung", Alfa mencoba menebak arah omongan Kahfi.

"Cerdas", Kahfi menjentikkan jari tangannya.

"Tidak ada dokter lain apa dirumah sakit ini...? Dari pagi buta Alfa sudah melakukan 3 operasi, bahkan matahari saja kalah terbit sama Alfa, kalau mau ngebunuh g'ak gini juga kali caranya"

"Kamu tahu sendiri, dokter jantung disini hanya 2, plus dokter syaraf juga hanya kamu sendiri. Jadi..."

"Emang dokter jantung lain kemana...?"

"Dia cuti seminggu, anaknya nikahan"

Alfa bergerak dari posisi duduknya.

"Mau kemana kamu...?", Kahfi bertanya cemas.

"UGD, lihat pasien yang mau dioperasi. Apalagi menurut kamu...?", Alfa menjawab kesal.

Kahfi tersenyum penuh kemenangan mengikuti Alfa dari belakang. Alfa mengikuti arahan Kahfi menuju tempat pasien yang dimaksud. Alfa terkejut, itu pasien yang ditolongnya saat di lorong tadi.

"Maaf, apa pasien pernah mengalami operasi jantung sebelumnya...?", Alfa bertanya pada wali pasien yang dari tadi cemas menunggu.

"Dari kecil, dia memang lahir dengan kelainan jantung dokter", wali pasien bicara disela tangisnya.

"Pasien harus segera dioperasi Bypass Jantung. Tindakan untuk mengatasi penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah arteri koroner", Alfa menjelaskan setelah melihat hasil CT Scan dan hasil tes lainnya.

"Apa itu berbahaya dokter...?", wali pasien bergindik ngeri.

"Sejujurnya iya. Tapi... Pasien diuntungkan dengan usianya yang masih muda. Operasi akan berlangsung sekitar 3 sampai 6 jam nantinya. Tergantung seberapa parah keadaan pasien", Alfa menjelaskan resiko yang akan dihadapi saat operasi.

"Baik dokter, kalau begitu saya setuju. Tolong selamatkan suami saya dok", wanita itu menggenggam tangan Alfa penuh harap.

"Sudah menjadi kewajiban saya", Alfa menjawab santun.

Kemudian perempuan itu berlalu menyelesaikan administrasi sebelum operasi dilakukan. "Kahfi, aku istirahat sebentar. Kalau anestesi sudah berhasil, panggil aku ya", Alfa meminta bantuan Kahfi, kemudian menepuk pelan lengan Kahfi.

"Siap dokter", Kahfi menjawab antusias.

***

Sesampainya di posko awal pendakian, Erfly langsung mengisi buku laporan pendakian. Benar saja, ada nama Cakya tertulis disana. Dari jam kedatangan tertulis pukul 10.45 Wib.

Erfly langsung menelfon ibu Cakya agar tidak khawatir. Kemudian Erfly pamit untuk naik gunung, karena jam sudah menunjukkan pukul 16.30 Wib, Erfly tidak mau terjebak gelap dalam hutan sendirian.

Erfly melangkah secepat yang dia bisa, beruntung jantungnya tidak protes kali ini. Entah karena Asri juga mencemaskan Cakya, atau malah dia yang takut kehilangan Cakya kali ini.

Lebih cepat dari biasanya, Erfly sampai di puncak gunung, disambut dengan mega merah langit yang indah. Mata Erfly tertuju pada seluet lelaki yang duduk diatas batu besar.

Erfly melangkah perlahan menuju danau, seperti biasa Erfly meminum air danau, kemudian merendam kakinya ke air danau.

"Cakya dicariin, g'ak taunya malah disini", Erfly bicara pelan.

Cakya tidak bergeming sedikitpun.

Erfly menghampiri Cakya. "Cakya dicariin, semua cemas tau", Erfly menyenggol lengan Cakya dengan sikunya beberapa menit kemudian.

"Ngapain kamu kesini...?", Cakya bertanya dengan nada yang tidak bersahabat.

"Menurut Cakya...?", Erfly mulai sewot.

"Ngapain capek-capek nyari Cakya, g'ak penting...!!!", Cakya ngegas.

"Kamu bikin cemas semua orang, tau g'ak...?", Erfly mulai kesal menghadapi sikap Cakya.

"Urusin aja tu si Gama, ngapain peduli sama Cakya...!!!", Cakya bicara dengan nada suara yang semakin meninggi.

"Karna Erfly peduli sama Cakya...!!!", Erfly berteriak kesal, air matanya mengalir tanpa dia sadari.

"Er... Erfly jangan nangis dong. Cakya minta maaf...", Cakya merasa bersalah, kemudian menghapus air mata Erfly lembut.

"Erfly capek tau nyariin Cakya. Bahkan Erfly nekat bawa motor kesini, padahal Erfly sama sekali g'ak tau jalan kesini. Buat apa...? Buat nyariin kamu doang...!!! G'ak usah marah-marah gitu bisa kali", Erfly kembali menangis, perasaannya campur aduk. Capek, kesal, marah bahkan lapar sekaligus.

"Iya maaf, Cakya minta maaf. Udah dong jangan nangis lagi. Cakya bingung ini mesti ngapain", Cakya bicara lembut, kembali menghapus air mata Erfly lembut dengan jemari tangannya.

"Erfly capek, laper, seharian nyariin Cakya. Sampe disini malah dimarahin, kesel tau g'ak?!", Erfly ngoceh meluapkan kekesalannya.

"Iya, Cakya salah. Cakya minta maaf", Cakya bicara selembut yang dia bisa. "Cakya cariin ikan ya...? Katanya laper", Cakya menawarkan.

Erfly hanya mengangguk pelan. Cakya menaikkan celananya hingga lutut. Kemudian langsung bergerak masuk kedalam danau mencari ikan. Setelah mendapat 4 ekor ikan ukuran sedang, Cakya mengumpulkan ranting kayu untuk membakar ikan.

Cakya dengan telaten membersihkan ikan hasil tangkapannya. Sedangkan Erfly hanya duduk tidak jauh dari Cakya, memperhatikan setiap gerak-gerik Cakya.

Erfly makan dengan lahapnya, Cakya sengaja mengalasi ikan dengan daun pisang. Agar mudah untuk melihat tulang ikan saat dipotong. Rembulan bersinar terang, menjadi tambahan cahaya buat Erfly dan Cakya selain api unggun yang sengaja dibuat Cakya.

'Ya Tuhan, kalau boleh meminta. Aku ingin waktu berhenti saat ini. Aku ingin selamanya bersama gadis ini', Cakya membatin menatap wajah Erfly yang semakin cantik dibawah sinar bulan.