"Mayang minta maaf ya, gara-gara Cakya nolongin Mayang. Erfly jadi salah paham gini", Mayang merasa bersalah.
"Sebenarnya ada apa sih...?", Gama duduk di daun pintu kelas.
Mayang duduk disamping Gama.
"Kemarin Mayang hampir kecopetan, dan kebetulan Cakya nolongin Mayang. Karena takut Mayang spontan meluk Cakya. Nah... Sialnya Erfly pas muncul", Mayang menjelaskan duduk persoalannya.
"Terus...? Cakya kenapa lagi...?", Gama balik bertanya kepada Erfly. "Jujur, Gama g'ak pernah lihat Erfly seemosi itu sebelumnya...?", Gama bicara pelan, merasa aneh dengan tingkah laku Erfly.
"Cakya nyari Erfly kemana-mana kemarin setelah kejadian itu. Dan... Cakya nunggu sampai malem, tapi... Dia malah pulang-pulang sama cowok", Cakya bicara kesal.
"Cowok...?", Gama bertanya bingung.
"Iya, Cakya juga pernah lihat dia keluar dari rumah Erfly pas dia kabur ke Sukabumi", Cakya menjawab kesal.
"Pakai mobil Toyota Rush warna hitam...?" Gama berusaha menebak siapa yang dimaksud oleh Cakya.
"Iya", Cakya menjawab malas.
"Astagfirullah hal'azim", Gama bicara frustasi. "Dia itu dokter Alfa, kakak angkatnya Erfly. Emang Erfly g'ak pernah cerita soal dia...?", Gama berusaha memastikan.
"Udah", Cakya bicara santai.
"Terus...? Kok malah kamu jadinya emosi lihat dia pulang diantar Alfa...? Udah jelas-jelas itu kakak angkatnya dia", Gama bicara kesal.
"G'ak tau ah, pusing", Cakya bicara kesal.
"Kadang aku bingung, dia pacar kamu...? Atau musuh sih buat kamu...?", Gama bertanya santai. Akan tetapi kata-kata Gama langsung menusuk tepat kejantung Cakya.
Saat pulang sekolah, Cakya langsung menahan Erfly.
"Erfly mau pulang...? Cakya antar", Cakya bicara penuh harap.
"G'ak perlu, Erfly bisa sendiri. Urusin aja tu Mayang", Erfly bicara santai, sembari memasukkan buku-bukunya kedalam tas.
Cakya langsung menggenggam tangan Erfly lembut, "Cakya g'ak ada apa-apa sama Mayang", Cakya bicara selembut yang dia bisa.
"Kalau g'ak ada apa-apa, kenapa pakai acara pelukan segala...?", Erfly menatap tajam kearah Cakya.
"Kamu cemburu...?", Cakya berusaha bercanda.
"G'ak lucu", Erfly membalas kesal. Kemudian kembali menarik kasar tangannya dari genggaman tangan Cakya.
"Kemarin Mayang hampir kecopetan. Masa teman kemalangan g'ak Cakya bantu", Cakya mulai bercerita kronologi kejadian kemarin.
"Terus...? Harus gitu pakai acara pelukan segala...?", Erfly mulai meradang, tangisnya pecah tidak mampu dibendungnya lagi.
Cakya menghapus lembut air mata Erfly, "Mayang ketakutan, spontan meluk Cakya. Pelukan itu g'ak pakai rasa. Cakya hanya menganggap Mayang teman. Itu aja. Udah dong, Erfly jangan nangis lagi... Cakya bingung ini harus ngapain.. ?", Cakya bicara pelan berusaha meyakinkan Erfly.
Erfly hanya diam, tidak merespon ucapan Cakya.
"Terus...? Erfly kemana aja kemarin...? Cakya cariin kemana-mana...?", Cakya bertanya lagi.
"Diajakin makan malam sama Koko Alfa", Erfly menjawab pelan.
"Udah sore, Cakya anter pulang", Cakya berusaha menghindari pertengkaran lagi dengan Erfly.
Saat diparkiran, Gama yang sedang makan bakso dipojokan parkir berteriak.
"Cie... Yang udah akur...?", Gama berteriak dengan mulut penuh makanan.
Erfly dan Cakya malah menyusul Gama. "Bikinin dua mas", Erfly bicara pelan setelah duduk.
"Gini kek akur, berantem mulu kek Tom and Jeri. Capek tau Gama liatnya", Gama mulai lagi dengan sindirannya.
"Apaan sih...", Cakya dan Erfly bicara hampir bersamaan.
"Cie... Yang baru akur kompak banget", Gama tertawa lepas.
Erfly langsung mencubit perut Gama. "Aaauu... Sakit dek", Gama menggosok perutnya yang terasa panas, karena dicubit oleh Erfly.
"Udah, makan", Cakya berusaha menengahi saat bakso pesanan mereka datang.
Setelah makan kali ini Gama yang kena batunya. Erfly langsung menarik tangan Cakya ke arah motor.
"Mas... Bang Gama yang bayar", Erfly tertawa sembari menaiki motor Cakya.
"Kasian Gama, jajan juga pas-paaan", Cakya berusaha protes.
"Udah santai aja, g'ak mungkin bang Gama g'ak pegang uang", Erfly kemudian melambaikan tangan kepada Gama yang berdiri disamping penjual bakso. "Balik bang, assalamu'alaikum", Erfly bicara setengah berteriak.
"Hati-hati dek. Wa'alaikumsalam", Gama membalas disela senyumnya.
"Tau dari mana Erfly, kalau Gama punya duit...?", Cakya bertanya heran.
"Dia, habis gajian ditempat kerja sambilannya", Erfly berbohong.
"Hem... ", Cakya bergumam pelan.
***
Alfa menghampiri meja resepsionis. Kemudian bertopang dagu diatas meja.
"Suster, temani saya makan siang yuk", Alfa menawarkan makan siang kepada suster yang setia mengurus jadwal Alfa.
Rima salah tingkah, kalau saja Alfa peka. Muka rima sudah merah merona seperti udang rebus saja. "Bo... Boleh dok. Saya ganti... Baju dulu kalu gitu", Rima terbata-bata menyelesaikan kalimatnya.
"Saya juga mau ganti baju, kalau gitu saya tunggu di mobil ya", Alfa bicara lagi.
"Baik dok", Rima menjawab malu-malu. Kemudian berusaha berlalu secepat mungkin.
"Suster...?", Alfa memanggil Rima lagi.
"Ya dok", Rima berbalik menatap Alfa.
"Terima kasih sebelumnya. Sudah mau diajak makan siang sama saya...", Alfa bicara sungguh-sungguh dan melemparkan senyuman terindahnya.
Rima hanya mengangguk pelan, kemudian berlalu secepat mungkin. Lama-lama menatap senyum itu, dia bisa meleleh dibuatnya.
Rima berusaha secepat mungkin, karena tidak mau Alfa bosan karena menunggu lama. Kemudian menuju mobil Alfa yang sudah berada diparkiran depan UGD.
Alfa membuka pintu mobil dari dalam, Rima langsung naik tanpa aba-aba.
"Halo suster...?", Kahfi yang duduk dibangku belakang nyengir kuda, sembari melambaikan tangan kanannya.
Rima tersenyum masam, "Kirain dokter Alfa ngajakin makan berdua", Rima menggerutu kesal didalam hati. "Kenapa harus ada manusia resek satu ini sih, merusak suasana saja", Rima bergumam pelan.
"Suster...?", Alfa membuyarkan lamunan Rima.
"Iya dokter...?", Rima menjawab gugup, kemudian menatap fokus kepada Alfa.
"Mau makan dimana...?", Alfa mengulangi lagi pertanyaannya.
"Terserah dokter saja", Rima melemparkan senyuman terbaiknya.
"Kafe Bunda. Ada banyak pilihan menu nanti disana", Kahfi yang dikursi belakang menawarkan.
"Bagaimana suster...?", Alfa kembali bertanya kepada Rima.
"Terserah dokter saja", Rima menjawab malu-malu. Hampir saja dia lupa kalau ada makhluk lain didalam mobil selain dia dan dokter Alfa.
Alfa langsung menuju kafe yang dimaksud oleh Kahfi. Tidak perlu menunggu lama, makanan mereka segera datang.
Suasana makan terasa hidup, karena candaan konyol Kahfi. Tidak sampai setengah jam, mereka telah berhasil menghabiskan makanan yang ada diatas meja tanpa tersisa.
HP Alfa berbunyi, "Halo...? Kenapa dek...?", Alfa bertanya pelan.
"Koko dimana...?", terdengar suara perempuan dari ujung lain telfon.
"Lagi diluar, kenapa dek...?", Alfa bertanya lagi.
"Erfly masak, Koko bisa makan disini g'ak...? Nanti Gama juga datang", Erfly bicara pelan.
"Iya, ntar Koko kesana", Alfa bicara pasti. "Ya udah Koko tutup ya, g'ak enak Koko masih ama teman ini", Alfa bicara pelan kemudian memutuskan hubungan telfon.
"Mau kemana lagi ini...? Balik atau kerumah sakit...?", Alfa bertanya kepada rekan kerjanya.
"Kenapa...? Dokter ada janji...?", Rima berusaha mengorek informasi.
"G'ak, paling saya mau langsung pulang", Alfa menjawab asal. Kemudian memanggil pelayan, Alfa membayar jumlah tagihan makanan.
"Kahfi balik kerumah sakit, jadwal jaga malam", Kahfi bicara puas dengan perutnya yang sudah kenyang.
"Suster Rima bagaimana...?", Alfa bertanya kemudian, menatap kearah Rima menunggu jawaban.
"Saya pulang dok", Rima menjawab pelan.
"Oke siap, berarti kita kembali kerumah sakit dulu mengantar dokter Kahfi. Setelahnya Alfa baru antar suster Rima", Alfa menjelaskan rute perjalanan mereka.
"Ayo, bergerak", Alfa berdiri dari kursinya. "Terima kasih mbak", Alfa mengangguk pelan kearah pelayan yang membukakan pintu untuk mereka.
Terlihat jelas raut muka Rima yang tidak senang melihat Alfa memberi perhatian kepada perempuan lain. Tapi... Apa hak Rima, toh rima bukan siapa-siapanya Alfa. Akan tetapi, tetap saja hatinya panas melihat Alfa telfonan dengan gadis lain.