webnovel

Erfly capek Ko

Cakya memanggil Erfly berkali-kali, Erfly tetap tidak menoleh malah semakin menjauh pergi. Cakya tidak bisa menyusul Erfly, karena tangannya masih digenggam erat oleh gadis yang baru saja ditolongnya.

Gadis itu masih menangis sejadi-jadinya, tubuh gadis itu menggigil hebat, matanya terlihat sorotan mata ketakutan. Cakya duduk jengkok dihadapan gadis yang mencoba untuk bunuh diri yang baru saja diselamatkannya.

"Kita turun sekarang, kamu bisa ceritakan semua masalah kamu sama Cakya", Cakya berusaha membuat gadis itu tenang.

Gadis itu mengangguk pelan, kemudian berdiri perlahan. Belum juga melangkah, gadis itu tiba-tiba pingsan. Beruntung Cakya sigap menangkap tubuh gadis itu, sehingga tidak sempat membentur lantai.

Terlihat darah mengalir dari paha gadis itu. Cakya segera menganggkat gadis tersebut menuju UGD. Mencari pertolongan.

***

Erfly menangis sejadi-jadinya di dalam toilet rumah sakit, Erfly menutup mulutnya dengan erat agar suaranya tidak didengar orang lain. Erfly menarik nafas panjang, berusaha menenangkan dirinya.

"Erfly... Jangan cengeng. G'ak biasa-biasanya kamu cengeng kayak gini", Erfly merutuki dirinya sendiri.

Erfly segera mencuci mukanya, menghapus jejak air mata yang mengalir. Erfly kembali menarik napas panjang. Kemudian berjalan menuju ruangan Alfa.

Erfly mengetuk pintu ruangan Alfa.

"Masuk...", Alfa bicara setengah berteriak.

Erfly muncul dari balik daun pintu langsung duduk disamping Alfa. "Akhirnya datang juga kamu dek, Ditungguin dari tadi juga sama dokter Adrian", Alfa mengusap pucuk kepala Erfly seperti biasanya.

"Andrian", lelaki yang duduk dihadapan Alfa menyalami Erfly.

"Erfly", Erfly menjawab pelan setelah menerima jabatan tangan Adrian.

"Jadi udah pasti bisa ya dek ketringannya...?", Adrian bertanya antusias.

"InsyAllah bang", Erfly menjawab pelan.

"Tapi... Bisa dibuat makanannya jangan terlalu pedas g'ak...? Soalnya ini buat acara anak-anak. Terus... Kalau bisa sayurannya jangan terlalu banyak, takut mubazir dek", Adrian mengajukan syarat.

"InsyAllah sesuai pesanan bang", Erfly menjawab santai.

"Alhamdulillah kalau begitu dek", Adrian bernafas lega. Adrian langsung merogoh kantong celananya. "Adrian lunasin sekarang saja ya biar lebih gampang, soalnya mau menyiapkan yang lainnya, rada ribet ntar", Adrian mengeluarkan sejumlah uang.

"Tapi... Ada sedikit masalah bang", Erfly bicara jujur.

"Yah...", Adrian menatap serius kewajah Erfly.

"Jujur saja, ini ketringannya baru merintis. Jadi... Kita tidak punya mobil untuk mengantar ketringan dalam jumlah banyak bang", Erfly bicara jujur.

"O... Masalah itu, ntar biar Adrian yang jemput. Kamu kasih alamatnya saja dek", Adrian bicara santai, kemudian kembali menghitung uang untuk membayar ketringannya.

Erfly menyerahkan selembar brosur dari dalam tasnya. Adrian menyerahkan sejumlah uang ketangan Erfly, "Hitung dulu dek", Adrian bicara pelan, sambil membaca alamat yang tertera di dalam brosur.

"Ini gampang alamatnya dek, ntar biar Adrian sendiri yang jemput kesana", Adrian bicara pelan.

"Uangnya pas bang, bentar Erfly buat kwitansinya dulu", Erfly dengan cepat membuat kwitansi, dan menyerahkan lembar kwitansi berwarna putih ketangan Adrian, dan meninggalkan lembaran yang merah sebagai salinan untuk laporan ketringannya.

"Terima kasih ya dek", Adrian menerima kwitansi pemberian Erfly.

"Erfly lagi yang harusnya ngucapin terima kasih bang", Erfly bicara pelan. "Uangnya Erfly terima ya bang", Erfly memaksakan senyumannya.

"Kalau begitu Adrian permisi dulu", Adrian langsung mohon diri.

"Kamu kenapa dek...?", Alfa bertanya pelan, memasang muka serius menatap Erfly penuh arti.

"G'ak apa-apa Ko", Erfly menjawab malas.

Terdengar suara ketukan pintu.

"Masuk", Alfa bicara setengah berteriak.

"Maaf dok, dokter sudah ditunggu diruang operasi", seorang suster muncul dari balik daun pintu.

"5 menit lagi saya kesana", Alfa bicara pasti.

"Baik dok, kalau begitu, saya permisi dokter", suster muda itu mohon diri.

"Dek...", Alfa mengalihkan tatapannya kearah Erfly.

Erfly merebahkan diri ke sofa tempat duduknya saat ini, "Erfly numpang istirahat Ko", Erfly bicara pelan.

"Kamu kenapa dek...?", Alfa bertanya bingung.

"Erfly capek Ko", Erfly menjawab malas, kemudian meletakkan lengan tangan kanannya menutup matanya.

Alfa meraih selimut dari lemari kecil disamping kulkas. Kemudian menyelimuti kaki Erfly. "Koko keruang operasi dek", Alfa mohon diri.

Erfly hanya melambaikan tangan kirinya keudara sebagai isyarat kalau dia tidak apa-apa.

Alfa mengacak rambut Erfly pelan sebelum pergi.

***

Cakya duduk di ruang tunggu. "Maaf dek, ini HP pasien bunyi terus dari tadi", seorang suster menyerahkan HP gadis yang ditolong oleh Gama.

"Iya, terima kasih suster", Cakya menerima HP pemberian suster tersebut. Cakya menerima telfon yang masuk.

"Halo selamat sore", Cakya bicara pelan.

"Ini... HPnya Wika bukan...?", suara perempuan terdengar cemas dari ujung lain telfon.

"Maaf, saya Cakya, yang punya HPnya lagi di cek di UGD", Cakya bicara pelan.

"UGD...? Ada apa dengan Wika...? Rumah sakit mana...?", perempuan disisi lain telfon terdengar cemas.

"Rumah sakit umum", Cakya bicara sesaat sebelum menutup telfon.

***

Air mata Erfly kembali mengalir, beruntung Alfa sudah pergi keruang operasi. Pikiran Erfly kembali ke kejadian diatas atap rumah sakit. Seorang gadis menangis dipelukan Cakya.

Erfly kembali menghapus kasar air matanya, "Udah lah Erfly, sejak kapan kamu jadi cengeng gini sih", Erfly memaki dirinya sendiri.

HP Erfly berbunyi, Erfly meraih HPnya.

"Assalamu'alaikum", Erfly menjawab malas.

"Wa'alaikumsalam, dek kamu dimana...?", Gama bertanya bingung.

"Erfly ketemu sama yang mesan ketringan bang", Erfly menjawab malas.

"Dek, kamu sudah kasih tahu bang Utama masalah lemari dan tempat tidur itu...?", Gama mengingatkan.

"Astagfirullah, Erfly lupa bang. Abang langsung kerumah papa aja ngasih tahu", Erfly memberi saran.

"G'ak enak dek, kan kamu yang mesan", Gama keberatan.

"Ya udah, Erfly telfon sekarang", Erfly bicara malas.

"Gitu dong, assalamu'alaikum", Gama menjawab lega.

"Wa'alaikumsalam", Erfly menjawab pelan.

Erfly segera menelfon ayah Cakya.

"Assalamu'alaikum cantik...?"

"Wa'alaikumsalam, papa lagi sibuk g'ak...?"

"G'ak juga, ini lagi nyelesain pesanan kamu nak"

"Em... Pa, orang yang mesan lemari sama tempat tidurnya butuh cepat ternyata pa"

"Kan udah sepakat besok dek diantarnya"

"Erfly sudah bilang begitu pa, tapi... Katanya ada yang mau masuk hari ini. Kira-kira ada yang bisa diantar dulu g'ak pa yang udah jadi. Satu atau dua juga g'ak masalah", Erfly bicara tidak enak.

"Baru selesai setengah nak, kalau begitu biar papa minta pegawai yang nganter 5 pasang dulu ya. Yang 5 lagi besok nak", ayah Cakya bicara pelan.

"Terima kasih pa. Maaf kalau Erfly merepotkan", Erfly bicara pelan.

"G'ak apa-apa nak, papa hubungi Gama deh kalau gitu buat nanya alamatnya. Papa tutup dulu ya. Assalamu'alaikum...", ayah Cakya bicara sebelum menutup hubungan telfon.

"Terima kasih pa, Wa'alaikumsalam", Erfly menjawab pelan, kemudian kembali melemparkan asal HPnya keatas meja.

Erfly kembali memejamkan matanya, berusaha mengosongkan pikirannya, agar segera tertidur.

***

Sinta muncul di UGD langsung menuju meja resepsionis.

"Maaf suster, saya mencari pasien atas nama Wika", Sinta bicara cemas.

"Pasien masih diperiksa, silakan menunggu diruang tunggu", suster mengarahkan Sinta untuk duduk disamping Cakya.

Sinta memperhatikan HP yang dipegang Cakya. "Maaf, itu HPnya Wika bukan...?", Sinta bertanya ragu.

Cakya menoleh kearah Sinta. "Kamu...?", Cakya bingung kenapa sekretaris Wiratama bisa mengenal gadis yang ditolongnya. Terus apa hubungan mereka berdua sebenarnya.