Sesuai jadwal, Devi dibawa masuk keruang operasi. Alfa sudah menunggu dengan seragam khusus ruang operasi, demikian juga staf lain yang akan membantu operasi Alfa, kali ini Alfa sudah bisa berinteraksi dengan jauh lebih baik dibandingkan operasi mereka yang pertama.
"Jangan terlalu cemas, ini hanya operasi kecil", Alfa berusaha memberi semangat Devi.
"Terima kasih dokter. Jangan lupa saya seorang Tentara, saya sudah biasa bertarung melawan maut", Devi berusaha menyombongkan diri.
"Maaf saya lupa soal yang satu itu. Dan saya juga lupa kalau anda anak pak Jendral", Alfa nyengir kuda.
Devi tertawa renyah mendengar perkataan Alfa, setelahnya Devi tidak tahu apa-apa lagi, dia tidak sadarkan diri karena berada dibawah obat bius. Alfa dan timnya langsung memulai operasi.
***
Pak Wiratama masih duduk membolak-balik kertas yang ada diatas meja kerjanya. Tiba-tiba terdengar ketukan pintu, satelah diizinkan masuk, Sinta muncul dari balik daun pintu.
"Ada apa...? ", pak Wiratama bertanya kesal.
" Saya sudah berhasil membujuk beberapa investor agar tidak menarik saham mereka"
"Lalu, jangan bilang ada masalah selanjutnya...? "
"Sekarang kita butuh suntikan dana segar pak, kalau tidak..."
"Apa...? "
"Kita bahkan tidak mampu membayar gaji karyawan akhir bulan ini"
"Berapa jumlah saham yang kita punya...? "
"Saham keluarga Wiratama digabungkan berjumlah 35%, sedangkan para pemegang saham yang menarik sahamnya mencapai 40%"
"Bagaimana dengan penjualan produk kita...?"
"Ada beberapa yang dikembalikan"
"Berapa total kerugian sampai saat ini? "
"Em... Hampir... mencapai 3 miliar... "
Pak Wiratama kalab, dia langsung melemparkan kertas yang ada dihadapannya hingga berserakan dilantai. Tidak pernah usahanya mengalami goncangan sebesar ini sepanjang karirnya, bukan hanya perusahaan melainkan posisinya sebagai Walikota juga berada diujung tanduk kali ini.
***
"Erfly g'ak dicariin nginap disini...?", Cakya bertanya pelan kepada Erfly, saat ibunya keluar mencari sarapan.
"Siapa yang mau nyariin...? Lupa kalau Erfly tinggal sendiri...?", Erfly menjawab malas.
"Kenapa g'ak ikut ayah ibu Erfly saja...?", Cakya memberi saran asal.
Erfly menghentikan kegiatannya mengaduk teh sesaat, "Buat apa, toh ujung-ujungnya Erfly juga sendirian dirumah", Erfly menjawab pelan.
"Maaf... ", Cakya bicara lirih.
"Untuk...?"
"Cakya sudah tanya yang macam-macam..."
"G'ak papa", Erfly duduk dikursi disamping Cakya, setelah membantu Cakya meminum tehnya, Erfly menggenggam gelas dengan kedua tangannya. "Cakya tau berapa orang yang pernah Erfly ajak cerita soal keluarga Erfly...?", Erfly bertanya pelan tidak berani menatap mata Cakya.
"Siapa aja...?", Cakya bertanya pelan, menatap dalam kewajah Erfly yang tertunduk.
" Hanya Cakya ", Erfly menjawab jujur, kemudian menatap dalam kearah mata Cakya.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 06.30 Wib. Devi akhirnya dibawa keluar dari ruang operasi, Alfa menyusul dibelakang dengan wajah lelah. Pak Lukman dan Ardi langsung menghampiri Alfa.
"Bagaimana keadaan Devi dokter...?", pak Lukman bertanya cemas.
"Operasi berjalan lancar. Kita hanya perlu menunggu pemulihan Devi. Dia harus dirawat hingga besok, untuk memantau keadaannya pasca operasi. Kalau tidak ada masalah Devi bisa rawat jalan", Alfa menjelaskan keadaan Devi.
"Alhamdulillah ", pak Lukman dan Ardi mengucap syukur.
Pak Lukman langsung menjabat tangan Alfa, "Terima kasih dokter", air mata bahagia pak Lukman tidak bisa dibendungnya lagi.
"Sudah tugas saya pak Jendral", Alfa bicara disela senyumnya.
"Sekali lagi terima kasih banyak dokter", pak Lukman kembali mengucapkan rasa terima kasihnya sebelum melepas tangan Alfa.
"Baik kalau begitu saya permisi dulu pak Jendral", Alfa segera mohon diri.
***
Setelah selesai membersihkan diri, dan berganti pakaian, Alfa bermaksud untuk segera pulang. Kepalanya terasa berat, karena tidak tidur semalaman. Beruntung dia masih bisa konsentrasi penuh dalam melakukan operasi, sehingga tidak terjadi kesalahan.
Alfa berjalan perlahan keluar dari lorong ruang operasi, matanya langsung menangkap sosok gadis yang dikenalnya. Alfa mendekati gadis itu bermaksud ingin mengagetkannya, tetapi Alfa menangkap gerak-gerik yang tidak biasa dari gadis tersebut. Benar saja, saat Alfa menghampiri gadis itu, dia tiba-tiba pingsan.
"Dek...! Erfly...!!!", Alfa menepuk-nepuk pelan pipi Erfly. Karena tidak ada respon, Alfa langsung mengangkat tubuh Erfly keruang UGD.
"Ada apa dokter...?", suster jaga langsung menghampiri Alfa.
Dia tidak asing dengan wajah Alfa, karena sudah beberapa kali bertemu Alfa saat merawat Devi anak pak Jendral yang disegani semua orang seantero rumah sakit dan kodim.
Dengan cekatan suster itu membantu Alfa merawat Erfly, sama seperti sebelumnya, Alfa terlihat cekatan dan hati-hati. Tidak perlu menunggu waktu lama, Erflypun sadar.
"Ko Alfa...?", Erfly bicara bingung.
"Syukurlah kamu sudah sadar", Alfa bicara pelan. Kemudian tubuhnya limbung, dan jatuh pingsan tergeletak dilantai.
"Koko...!!! ", Erfly refleks turun dari ranjang menghampiri Alfa.
Suster yang sedari tadi menjadi asisten Alfa bergerak cepat meminta bantuan. Setelah Alfa berhasil dibaringkan diatas tempat tidur. Dokter Firman muncul, langsung memeriksa keadaan Alfa.
"Koko kenapa dok...?", Erfly bertanya cemas.
" Dia hanya keletihan dan kurang tidur", dokter Firman menjelaskan.
"Suster, tolong beri infus agar dokter Alfa merasa lebih kuat, sepertinya dia melewatkan makan malamnya. Dan beri suntikan insulin, supaya merasa lebih segar saat bangun", dokter Firman memberi perintah.
"Baik dok", suster tersebut bergerak cepat menuju apotek.
"Setelah istirahat sebentar dia akan baik-baik saja, jangan terlalu khawatir. Dokter Alfa hanya terlalu memaksakan dirinya, ada pasien yang harus diselamatkan olehnya. Terlalu fokus kepada kesembuhan pasien, sampai lupa menjaga kesehatan sendiri", dokter Firman bicara panjang lebar.
"Kalau begitu saya permisi dulu, kalau ada apa-apa minta suster langsung menghubungi saya", dokter Firman bicara lagi.
"Baik dok. Terima kasih sebelumnya", Erfly bicara sungkan.
Erfly menghubungi wali kelasnya untuk meminta izin tidak masuk, karena harus merawat Alfa. Sama sepertinya, Alfa juga tinggal sendiri dikota ini. Entah bagaimana ceritanya, Alfa sampai terdampar di kota kecil ini. Padahal ayah Alfa punya rumah sakit jantung terbesar di Bali, ayahnya juga berharap dia bisa meneruskan kepemimpinan ayahnya mengembangkan rumah sakit tersebut menjadi lebih baik lagi.
***
Cakya sudah diizinkan untuk pulang hari ini, ibu Cakya sudah mempersiapkan semuanya. Biaya rumah sakit sepenuhnya ditanggung oleh pak Lukman.
"Assalamualaikum", pak Lukman bicara pelan saat masuk keruang rawat inap Cakya.
" Wa'alaikumsalam, pak Jendral. Silakan masuk pak", ibu Cakya menghentikan kegiatannya, kemudian duduk dikursi disamping tempat tidur Cakya.
"Cakya sudah boleh pulang rupanya", pak Lukman menebak, karena melihat beberapa barang sudah rapi.
"Alhamdulillah pak", ibu Cakya tersenyum lebar.
"Saya minta maaf baru bisa menjenguk sekarang. Anak saya kemarin dirawat, dia ditusuk orang", pak Lukman menjelaskan secara garis besar.
"Innalilahi, kok bisa pak Jendral...?", ibu Cakya bertanya prihatin.
"Tuntutan pekerjaan, namanya juga anggota buk"
"Lalu bagaimana kondisinya saat ini...? Pak Jendral tidak perlu repot-repot kesini kalau begitu, saya jadi tidak enak"
"Alhamdulillah dia sudah melewati masa kritisnya"
"Alhamdulillah kalau begitu pak Jendral"
"Em... 3 hari lagi sidang perdana kasus Candra anaknya pak Wiratama akan dilangsungkan ", pak Lukman bicara ragu, apakah benar keputusannya kali ini. Dia tidak mau ada korban lain lagi karena kasus ini.
" Saya akan hadir pak", Cakya bicara tanpa bergetar sedikitpun.
"Saya sangat menghargai itu nak", mata pak Lukman berkaca-kaca mendengar pengakuan Cakya.
'Cakya yang punya nyali', batin pak Lukman. Padahal Putri bukanlah siapa-siapa baginya, bahkan dia tanpa takut melompat kedalam pusara masalah.
Entah masalah apa lagi yang sedang mengantri dihadapannya saat ini.
Dan entah apakah Cakya akan kuat menghadapi badai yang akan menghadang kehidupannya yang nyaman.