webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Teen
Not enough ratings
251 Chs

Cakya tidak ada ditempat

Cakya tidak banyak bicara, sepanjang hari dia hanya diam membisu. Bahkan berkali-kali Gama berusaha bercanda dengan Cakya, tidak ada satupun yang disambut oleh Cakya walau hanya sekedar senyuman.

Saat azan subuh berkumandang, Gama memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Gama menitipkan Cakya kepada suster jaga sebelum dia pulang.

Gama pulang hanya untuk mandi dan mengganti pakaiannya. Kemudian Gama segera kembali ke rumah sakit, dalam perjalanan menuju ke rumah sakit, Gama sengaja menyempatkan membeli sarapan untuk Cakya dan dirinya.

Gama membuka pintu ruang rawat inap Cakya. Tidak ada siapa-siapa yang terlihat di dalam ruangan. Gama dengan santai meletakkan semua barang bawaannya, kemudian mengetuk pintu toilet yang ada di sudut ruangan. Setelah menunggu beberapa saat tidak ada jawaban, Gama membuka pintu toilet, kosong tak berpenghuni.

Gama menyapu seluruh ruangan dengan tatapannya, Gama melihat disudut lain ruangan tiang infus beserta ada infus yang tergantung. Gama berlari ke arah taman rumah sakit mencari Cakya. Menuju kantin rumah sakit, bahkan kesegala penjuru rumah sakit.

Gama akhirnya menuju meja resepsionis, menghampiri suster jaga.

"Cakya tidak ada ditempat", Gama bicara bingung.

"Tadi saat saya mengantarkan obat jam 7, pasien masih ditempat", suster jaga menjawab dengan bingung.

Pak Lukman menghampiri Gama, "Gama...? Kok disini...?", pak Lukman bertanya bingung. Awalnya pak Lukman berniat ingin mengecek keadaan Cakya, akan tetapi pak Lukman malah melihat Gama di meja resepsionis, sehingga pak Lukman memutuskan untuk menghampiri Gama terlebih dahulu.

"Cakya pak, Cakya tidak ada ditempat", Gama bicara dengan cemas.

Pak Lukman segera meraih komputer yang ada dibelakang meja resepsionis. "Saya pinjam sebentar komputernya", pak Lukman bicara pelan.

Pak Lukman mengecek CCTV rumah sakit, "Cakya baru saja meninggalkan rumah sakit", pak Lukman bicara dengan nada paling rendah.

Gama segera meraih HPnya, kemudian menelfon seseorang.

"Assalamu'alaikum...", terdengar suara perempuan dari ujung lain telfon.

"Wa'alaikumsalam, Cakya....", Gama tidak bisa menyelesaikan ucapannya karena perempuan diujung lain telfon sudah kembali menyela.

"Barusan aja pergi lagi Om, katanya mau ke kampus", perempuan di ujung lain telfon menjawab dengan santai.

Gama duduk karena kakinya terasa lemas, "Oh... Ya udah, Om langsung susul ke kampus aja kalau gitu. Terima kasih Lan", Gama langsung mengakhiri hubungan telfon.

"Bagaimana...?", pak Lukman langsung menghampiri Gama dan bertanya.

"Anak sialan itu ke kampus pak Jendral", Gama bicara dengan penuh kekesalan.

Pak Lukman tersenyum mendengar jawaban dari Gama.

"Kalau gitu Gama coba cek dulu ke kampus pak Jendral", Gama bicara pelan.

""Hati-hati kamu", pak Lukman bicara pelan.

"Oh... Suster, saya minta tolong. Saya titip barang-barang saya di kamar ruang rawat inap Cakya", Gama bicara kepada suster jaga sebelum berlalu pergi menuju kampusnya.

Gama menyapu pandangannya kesegala penjuru kampus, memasang tatapan elangnya untuk mencari keberadaan Cakya.

"Gama...? Kamu disini...? Kok tidak masuk...?", bu Nanya tiba-tiba bertanya, entah muncul dari mana makhluk yang satu ini.

"Masuk...? Masuk kemana bu...?", Gama malah balik bertanya bingung.

"Ruang sidang, kan sidangnya Cakya sebentar lagi mau dimulai", bu Nanya mengerutkan keningnya, "Kamu kesini untuk menghadiri sidangnya Cakya bukan...?", bu Nanya kembali bertanya.

"I... Ini saya lagi mencari ruangannya bu", Gama memaksakan senyumnya.

"Diruang pertemuan", bu Nanya menjawab dengan melemparkan senyuman terbaiknya. "Saya juga mau kesana, ini... Ada yang ketinggalan tadi", bu Nanya menunjukkan map yang ada ditangannya.

Gama sekilas bisa membaca tulisan yang ada di atas map yang dibawa oleh bu Nanya 'Dosen Penguji'.

"Bu Nanya yang akan menjadi salah satu dosen penguji untuk Cakya...?", Gama bertanya sanksi.

Bu Nanya hanya tersenyum penuh arti. Kemudian masuk ke ruang sidang Cakya. Dalam seketika, wajah bu Nanya berubah menjadi tidak ramah begitu melihat Cakya yang sudah duduk di kursinya.

Sidang segera dimulai, bu Nanya ternyata tidak bersikap mudah. Cakya di hujani dengan pertanyaan-pertanyaan sulit.

2 jam berlalu begitu saja, hingga akhirnya ketua sidang menutup ujian skripsi Cakya.

"Hasil sidang akan kita tempel di papan pengumuman setelah sidang terakhir", pimpinan sidang memberikan informasi sebelum Cakya meninggalkan kursinya.

Begitu Cakya keluar dari ruang sidang, peserta sidang lainnya segera dipanggil untuk masuk. Cakya segera disambut oleh Gama begitu pintu dibuka.

Cakya tidak mengeluarkan suara sedikitpun, wajahnya masih pucat pasi seperti mayat hidup. Detik berikutnya Cakya kembali tumbang, beruntung Gama segera menangkap tubuh Cakya sehingga tidak jatuh ke lantai.

Beberapa orang segera datang membantu Cakya. "Kenapa bang...?", Tamarona yang baru datang langsung bertanya.

"Ne bocah pingsan lagi", Cakya bicara cemas.

"Kita bawa ke UKS atau mau diantar pulang sekalian bang...?", Tamarona menawarkan.

"Kamu bawa mobil...?", Gama langsung bertanya.

"Parkiran bang", Tamarona menjawab polos.

"Ke rumah sakit DKT saja", Gama memberi perintah, tidak perlu aba-aba, beberapa lelaki sudah langsung memindahkan tubuh Cakya kedalam mobil Tamarona.

Begitu sampai di parkiran, Gama segera memanggil perawat yang sedang jaga. Cakya segera di pindahkan kembali ke ruang rawat inap sebelumnya.

Dokter Kahfi muncul menit berikutnya, mengecek keadaan Cakya dengan teliti tanpa melewatkan satu detilpun.

"Bagaimana keadaan Cakya dokter...?", Gama langsung bertanya begitu melihat dokter Kahfi selesai melakukan tugasnya.

"G'ak apa-apa, hanya kelelahan saja. Cakya harus istirahat total minimal 3 hari. InsyaAllah dia akan kembali pulih seperti semula nantinya", dokter Kahfi bicara panjang lebar.

"Terima kasih dokter", Gama mengucapkan rasa terima kasihnya sesaat sebelum dokter Kahfi meninggalkan ruangan.

Gama meraih HPnya, dan menekan salah satu nomor yang ada di HPnya.

"Assalamu'alaikum...", terdengar suara perempuan dari ujung lain telfon.

"Wa'alaikumsalam, kamu dimana Lan...?", Gama bertanya lembut.

"Di rumah Om, baru aja kelar masak", Wulan menjawab santai.

"Cakya masuk rumah sakit, tadi setelah sidang tiba-tiba pingsan", Gama bicara dengan hati-hati.

"Astagfirullah... Bang Cakya...", terdengar suara Wulan yang panik.

"Dia g'ak apa-apa, hanya kelelahan. Butuh di rawat 3 hari di rumah sakit DKT", Gama kembali menyela untuk menenangkan Wulan.

"Wulan langsung kesana Om sama mama", Wulan segera menyela ucapan Gama.

"Hati-hati ngasih tahu mama, kamu tahu saja mama kamu g'ak bisa kaget", Gama mengingatkan Wulan.

"Iya Om", Wulan mengangguk patuh, walaupun Gama sebenarnya tidak bisa melihat anggukan kepala Wulan.

"Assalamu'alaikum", Gama menutup dengan salam sebelum mengakhiri hubungan telfon.

"Wa'alaikumsalam", Wulan menjawab pelan.

Belum juga Gama memasukkan HP kedalam saku celananya, sudah ada telfon masuk lagi kedalam HPnya. Gama langsung mengerutkan keningnya begitu melihat nama yang tertera di layar HPnya.

"Assalamu'alaikum", Gama menjawab panggilan dengan enggan.

"Wa'alaikumsalam, Gam... Kamu bersama Cakya tidak...? Soalnya HPnya Cakya tidak aktif", terdengar suara perempuan dari ujung lain telfon.

"Ada apa buk, anda mencari Cakya...?", Gama langsung bertanya dingin.

"Ada berkas laporan sidang yang harus ditandatangani oleh Cakya, tadi... Sekretaris sidangnya lupa memberikan ke Cakya", terdengar perempuan diujung lain telfon bicara senatural mungkin, bahkan nada suaranya terdengar begitu bersahabat.

"Cakya sedang di rawat di rumah sakit DKT", Gama bicara dengan nada suara paling pelan.

"Rumah sakit...? Kok bisa...? Kan baru saja dia selesai sidang...?", perempuan di ujung lain telfon menyerbu Gama dengan pertanyaan.

"Keletihan", Gama menjawab sesingkat yang dia bisa.

Detik berikutnya tidak terdengar tanggapan dari ujung lain telfon.

Gama mengerutkan keningnya, ini orang punya kepribadian ganda...? Gama bergumam pada diri sendiri.

Bukannya di ruang sidang, bu Nanya seolah tidak mengenal Cakya. Menyerang Cakya mati-matian dengan pertanyaan pamungkasnya. Sangat terlihat Cakya yang kewalahan menghadapi semua pertanyaan dari bu Nanya. Menit berikutnya, malah mencari Cakya dengan perhatiannya.