webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Teen
Not enough ratings
251 Chs

Cakya kenapa...?

Erfly masih sibuk menyiapkan masakannya, kemudian menata dengan rapi diatas meja, dibantu oleh Cakya. Tidak banyak kata yang keluar dari mulut Erfly dan Cakya, mereka khusuk menghabiskan makanan dengan perlahan.

Terdengar suara ketukan pintu, saat Erfly sedang mencuci piring.

"Cakya saja", Cakya bicara lembut, kemudian melangkah dengan enggan menuju kearah pintu utama.

Saat daun pintu dibuka, Nadhira muncul dari balik pintu dengan tangan penuh menjinjing kantong.

"Cakya...? Kok bisa disini...?", Nadhira bertanya bingung.

Cakya tidak menjawab, melainkan mengambil alih barang bawaan Nadhira. Kemudian membawa menuju meja makan.

"Teteh udah datang...?", Erfly bertanya pelan setelah menyelesaikan pekerjaannya.

"Teteh dapat telfon dari cabang yang di Jakarta...", Nadhira tidak melanjutkan ucapannya karena sudah disela oleh Erfly.

"Teteh yang urus aja", Erfly menyela, dari nada suaranya terdengar demikian dingin dan tegas.

"Em... Baik, saya... Izin memakai ruang kerja", Nadhira menjawab salah tingkah.

"Silakan", Erfly menjawab singkat.

Nadhira dengan cepat pergi dari hadapan Erfly dan Cakya. Erfly meraih kantong yang dibawa oleh Nadhira, Cakya segera membantu Erfly merapikan isi belanjaan Nadhira.

Setelah semua selesai, Erfly memilih untuk duduk di teras rumah. Cakya mendorong kursi roda Erfly dengan langkah perlahan menuju teras rumah.

Cakya sengaja memilih duduk agak jauh dari Erfly, kemudian mengeluarkan sebatang rokok dari bungkus rokok yang dia keluarkan dari kantong celananya. Erfly tidak berkomentar apapun, bahkan dia tidak melepaskan tatapannya dari laut lepas yang ada dihadapannya.

HP Erfly berbunyi, dengan segera Erfly mengangkat panggilan telfon yang masuk. Tidak ada nama yang muncul dilayar telfon.

"Wa'alaikumsalam...", Erfly menjawab lirih.

Kemudian Erfly diam tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, bahkan ekspresi mukanya mendadak menjadi dingin. Detik berikutnya, Erfly mengakhiri hubungan telfon secara sepihak, tanpa mengucap salam.

"Ada apa...?", Cakya bertanya lembut, setelah melihat perubahan ekspresi wajah Erfly.

"Masalah kerjaan", Erfly berusaha menjawab dengan sesantai mungkin.

"Erfly... Kenal sama orang yang kerja di pabrik dodol Garut...?", Cakya tiba-tiba bertanya.

"Erfly ada kenalan di Picnik dodol Garut yang di jalan Pasundan, memangnya kenapa...?", Erfly bertanya pelan.

"Cakya mau minta izin untuk penelitian, sekaligus minta data awal", Cakya menjawab santai, kemudian kembali menghisap rokoknya dalam.

"Ntar Erfly coba telfon orangnya, minta jadwal buat Cakya ketemu", Erfly bicara pelan.

Cakya hanya mengangguk pelan.

"Cakya kenapa...?", Erfly bertanya lembut.

"Hem... Apanya...?", Cakya malah kembali bertanya.

"Kelihatannya bingung gitu...", Erfly berusaha menebak.

"G'ak apa-apa...", Cakya menarik nafas panjang.

Erfly tidak melanjutkan ucapannya.

***

Gama duduk menyeruput kopinya.

Wulan duduk disamping Gama, "Om...", Wulan bicara pelan.

"Hem...", Gama meletakkan gelas kopinya, kemudian menatap kearah Wulan.

"Bang Cakya lagi ada masalah ya...?", Wulan bertanya pelan.

"Ah...? Emang iya...?", Gama malah balik bertanya.

"Wulan perhatiin beberapa hari ini bang Cakya banyakan diam", Wulan memutar kembali ingatannya.

"Om malah g'ak ketemu sama Cakya, terakhir ketemu pas kuliah yang minggu lalu. Itu pun Om pulang duluan, dia lanjut kuliah karena ngambil SP", Gama menjelaskan perlahan.

"O...", Wulan manggut-manggut perlahan.

"Cakyanya kemana sekarang...?", Gama kembali bertanya, karena sejak dia datang, Gama tidak melihat ataupun mendengar suara Cakya.

"Lha... Bang Cakya ke Garut", Wulan menjawab pelan. "Memangnya g'ak cerita sama Om...?" Wulan malah balik bertanya bingung.

"Resek ni bocah. Katanya mau nemenin Om nyari orang buat perbaikin kosan", Gama bicara kesal.

Gama mengeluarkan HPnya dari saku celana, kemudian segera menekan nomor Cakya. Gama tersambung dengan operator, "G'ak aktif lagi", Gama mengerutu kesal.

"Coba telfon tunanganya Om", Wulan menimpali santai.

"Astagfirullah... Iya, Erfly...", Gama segera menekan nomor Erfly.

Hanya dalam deringan ketiga, terdengar suara Erfly dari ujung lain telfon.

"Assalamu'alaikum bang...", Erfly bicara lembut.

"Wa'alaikumsalam. Dek, kamu lagi dimana...?", Gama langsung bertanya.

"Ini... Lagi dirumah, kenapa bang...?", Erfly balik bertanya.

"Cakya disana g'ak...?", Gama malah balik bertanya.

"Ada ini", Erfly menjawab bingung, kemudian menatap kearah Cakya.

"Abang mau ngomong sebentar", Gama mengajukan permintaan.

Tidak ada suara dari ujung lain telfon selama beberapa detik, kemudian terdengar suara Cakya dari ujung lain telfon.

"Iya...", Cakya bicara pelan seperti biasa.

"Setan alas, pergi g'ak bilang-bilang. Katanya mau bantu Gama nyari tukang buat perbaikin kosan", Gama mengupat kesal.

"Astagfirullah, Cakya lupa", Cakya menjawab santai.

"Kasian tu bocah, mana perempuan semua lagi itu...", Gama kembali mengomel.

"Cakya telfon dulu orangnya, Om tunggu dirumah bentar. Cakya ambil HP dulu, lagi di cas", Cakya bicara pelan, kemudian kembali menyerahkan HP ketangan Erfly.

"Bang...", Erfly kembali mengeluarkan suara setelah menempelkan HP kedaun telinganya.

"Dek... Abang titip Cakya", Gama tiba-tiba bicara lirih.

"Ada apa bang...?", Erfly bertanya bingung.

"Abang g'ak tahu lebih jelas. Cuma... Kata Wulan, dari beberapa hari ini Cakya uring-uringan", Gama menjelaskan maksud permintaannya sebelumnya.

"Erfly juga mikirnya gitu bang. Sejak dia datang, Cakya lebih banyak diam. Cakya belum cerita apa-apa sih, abang percaya aja, kalau dia belum mau cerita berarti dia masih bisa menangani masalahnya. Ntar kalau udah mentok juga ngomong sendiri", Erfly bicara panjang lebar.

"Bilangin, udah Cakya telfon orangnya. Tunggu bentar", Cakya tiba-tiba menyela, entah sejak kapan Cakya sudah muncul lagi dari balik pintu.

"Oh... Ya, Bang... Kata Cakya bentar lagi orangnya datang", Erfly langsung menyampaikan pesan Cakya.

"Iya dek, jagain Cakya. Assalamu'alaikum", Gama kembali mengingatkan Erfly.

"Iya bang, Wa'alaikumsalam...", Erfly menjawab dari ujung lain telfon.

"Gimana Om...?", Wulan bertanya penasaran.

"Cakya baik-baik saja. Dia ditangan yang tepat sekarang", Gama menjawab asal, kemudian kembali menyeruput kopinya.

***

Tidak banyak suara yang keluar dari mulut Erfly ataupun Cakya. Sampai akhirnya Alfa muncul dengan mobilnya dengan tentengan makanan dikedua tangannya.

"Lha... Ada Cakya...? Kapan kamu datang...?", Alfa bertanya bingung melihat Cakya sudah duduk manis diteras rumah bersama Erfly.

"Jam 11 tadi dokter", Cakya menjawab pelan.

"Kebetulan ini ada bala bantuan", Alfa nyengir kuda.

"Apaan lagi...?", Erfly menjawab malas.

"Tadi... Ada keluarga pasien yang datang, dia tahu Koko lama tinggal di Bali. Malah di bawain makanan banyak banget ini. Tipat blayag, sate lilit, ayam betutu, lawar, sambal matah", Alfa menjelaskan semua makanan yang ada didalam kantong yang ada dikedua tangannya.

"Tipat blayag apaan Ko...?", Erfly bertanya bingung, karena baru kali ini mendengar nama makanan yang disebutkan oleh Alfa.

"Sejenis ketupat, tapi... Dibikin pakai daun enau bukan daun kelapa. Ntar kamu coba sendiri dek", Alfa menyudahi diskusi, kemudian masuk kedalam rumah menuju meja makan.

"Jadi penasaran, gimana bentuknya...", Erfly bergumam pelan.

Cakya malah tertawa melihat wajah serius Erfly.

"Kok malah ketawa...?", Erfly bertanya bingung.

"G'ak...", Cakya segera menarik nafas dalam, untuk menahan agar tidak tertawa lagi.

Melihat tingkah Erfly yang ajaib, menjadi hiburan tersendiri untuk Cakya. Apalagi dari kemarin dia dipusingkan dengan masalah bu Nanya dan keluarga Dimas.