webnovel

Cachtice Castle : Blood Countess de Ecsed

Sinopsis Sebagai pria bangsawan dengan gelar ksatria pedang agung yang cukup disegani pada banyak medan pertempuran, Lorant sering menjadi bahan pembicaraan gadis-gadis bangsawan. Wajahnya yang memiliki tulang rahang tegas, dengan hidung bagaikan terpahat sempurna yang memisahkan kedua mata coklat setajam elang berbingkai alis berbentuk golok tebal, membuatnya sangat berkharisma. Tubuh atletisnya yang dipenuhi guratan luka akibat perang, justru semakin membuatnya terlihat gagah. Bahkan para gadis sering membual bahwa dia tahu berapa jumlah bekas luka yang ada di tubuh Lorant, untuk menimbulkan asumsi bahwa dirinya cukup intim dengan Lorant. Tetapi Lorant justru mencintai Benca, gadis biasa yang tinggal terisolir di tepi hutan selama delapanbelas tahun. Hubungan cinta mereka menghasilkan dua orang anak kembar, Lovisa dan Edvin. Lorant tidak menyangka kisah cintanya bersama Benca merupakan awal perjuangan panjang dan pertarungan mental yang kerap membuatnya frustasi. Selain harus menghadapi kecemburuan Ivett, wanita bangsawan yang telah dijodohkan dengannya dan berusaha mati-matian untuk melenyapkan Benca dengan cara apapun, Lorant juga harus menerima kenyataan, bahwa Benca adalah putri kandung dari bibinya sendiri, seorang wanita bangsawan kelas atas penganut satanisme yang sering melakukan ritual berupa mandi darah perawan, dan telah menculik Lovisa, untuk dijadikan korban ritual. Dengan segala kemampuannya, Lorant berusaha melindungi dua wanita yang paling dicintai dalam hidupnya dari cengkraman bibi sekaligus ibu mertuanya yang haus darah.

Risa Bluesaphier · History
Not enough ratings
119 Chs

68. Cinta Segitiga Yang Rumit

Arpad masih termenung menatap kesibukan Benca yang bagaikan sebuah film slow motion dihadapannya. Setiap gerakan dan langkah Benca, terasa sangat sempurna dan artistik bagi Arpad. Dia sangat mengagumi wanita yang berada di hadapannya, meski tanpa riasan seperti saat ini. Baginya, Benca adalah nama lain dari keindahan yang ada di dunia ini. Jadi, apapun yang ada pada Benca, maka yang terlihat hanyalah keindahan yang membuat Arapd terpaku, terpesona bagaikan lebah yang sangat berhasrat pada bunga.

"Setiap manusia memang memiliki takdirnya masing-masing, terkadang kita merasa iri pada keberuntungan orang lain, padahal sesungguhnya belum tentu orang yang kita pikir beruntung, lebih bahagia hidupnya dari kita. Aku merasa iri pada Kak Lorant yang bisa mendapatkan cinta dari Benca. Tetapi aku yakin, saat ini, Kak Lorant juga sedang merasa sangat tertekan sebagai tawanan Ivett. Sedangkan aku? yang aku pikir tidak beruntung, justru saat ini berada sangat dekat dengan wanita yang aku cintai, bahkan telah merencanakan pernikahan dengannya. Namun sayang sekali, wanita yang aku cintai ini justru mencintai orang lain, dan orang yang dicintainya adalah Kak Lorant, sepupuku, saudaraku, sahabatku, orang yang aku puja seperti Dewa. Jadi siapa yang lebih beruntung sebenarnya? Jika saja aku mau, aku memiliki kesempatan untuk mendapatkan apa yang aku inginkan. Tetapi jika aku melakukannya, aku tahu, bahwa setelah itu, hidupku tidak akan pernah bahagia. Dan hal seperti itu bukanlah sesuatu yang aku inginkan." Arpad tersenyum kecut mendengarkan suara hatinya, "Takdir memang selalu memiliki caranya sendiri untuk menguji setiap makhluk. Semoga aku, Kak Lorant, dan Benca, bisa menjalani semua ujian ini dengan baik dan bijaksana." Arpad menarik nafas panjang. Rasanya, dia cukup lelah meski hanya sekedar memikirkan kerumitan hubungan cinta segitiga antara dirinya Benca, dan Lorant. Juga cinta segitiga yang lain, yaitu antara Ivett, Lorant, dan Benca.

Gustav yang sejak kemarin selalu menyaksikan kebersamaan antara Arpad dan Benca, kali ini tidak dapat membendung perasaannya. Dia melangkah mendekati kedua orang yang dalam pandangan matanya tampak saling mencintai dan selalu mendukung satu sama lain.

"Kalian sedang apa?" tanya Gustav penuh rasa ingin tahu. Arpad, Benca dan Dora serentak menghentikan sejenak aktifitas mereka dan menoleh pada sumber suara tersebut.

Benca tersenyum dan menghampiri Gustav, lalu memeluk Ayah angkatnya itu, "Aku sedang membantu Arpad untuk meramu obat bagi para prajurit di medan tempur, Ayah." Tentu saja Benca sedang berbohong, tetapi entah mengapa, Benca sendiri merasa kebohongan yang dilakukan sangat natural. rasanya, semakin hari, dia semakin lihay berbohong. Keadaan membuat dirinya harus berbohong demi kedamaian semua orang.

"Benar, Ayah." Arpad ikut menguatkan apa yang dikatakan oleh Benca, "Kami membutuhkan banyak obat-obatan untuk dibawa oleh pengawal ke medan tempur. Masih ada beberapa bahan yang kurang, tetapi mungkin besok sudah bisa dilengkapi. Dan aku beruntung sekali memilki seorang tabib pribadi yang memiliki wawasan luar biasa, dan pengetahuannya mengenai tanaman obat bisa dibilang berada di atas rata-rata, bahkan jika harus disandingkan dengan tabib profesioanl sekalipun. Satu hal lagi, bonusnya adalah tabib tersebut teramat sangat cantik, dan dia adalah calon istriku." Arpad sungguh tidak mampu menahan kata-katanya yang terdengar terlalu merayu. Dan kata-kata yang meluncur begitu saja dari mulut Arpad telah mampu membuat semburat merah jambu menghiasi pipi Benca, membuat dirinya terlihat semakin mempesona, Arpad sampai harus berpegangan pada meja agar tidak jatuh karena pesona keindahan seorang Benca yang sedang tersipu malu. Dia tidak menyangka akan mampu membuat Benca tersipu seperti itu.

Gustav yang menyaksikan ikut tersenyum. Tanpa mampu dibendung, angannya melayang pada sembilan belas tahun yang lalu, ketika dirinya dan Ellie masih baru saling mengenal dan mengungkapakan rasa suka diantara mereka. Saat itu mereka sama sekali tidak sempat terpikirkan, bahwa perbedaan status sosial di antara mereka akan membuat kisah cinta mereka menjadi sangat menyakitkan, dan harus terpisah satu sama lain.

"Seandainya saja, status sosial antara aku dan Ellie setara seperti Arpad dan Fia, tentu saat ini kami adalah sebuah keluarga kecil bahagia dengan seorang putri yang cantik seusia Fia. Sayangnya, selain perbedaan status sosial, masih ada hubungan cinta segitiga antara aku, Ellie dan suaminya. Belum lagi Klara, meskipun dia adalah Bibi bagi Ellie, namun perlakukannya seperti seorang kekasih yang sangat protektif pada Ellie. Kadang aku merasa ada cinta segitiga pula antara aku, Ellie dan Klara. Entahlah. Terkadang aku iri dengan Arpad dan Fia, yang memiliki hubungan cinta yang mulus dan mudah. Tidak seperti kisah cintaku dengan Ellie. Terlalu rumit." Gustav menghela nafas panjang, mencoba mengabaikan rasa sedih mengingat masa lalunya. Dia berharap kisah cinta Benca dan Arpad tidak serumit kisah cintanya.

Pandangan Gustav tertuju pada bahan-bahan obat yang tersebar di meja. Sejujurnya dia tidak mengetahui semua itu, namun dia berusaha untuk ikut andil membantu mereka. Sesungguhnya, Gustav hanya ingin ikut merasakan atmosphire cinta antara dua insan yang tidak harus disembunyikan dari dunia, seperti kisah cinta dirinya dengan kekasihnya.

Mereka semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Ketiganya berada dalam situasi yang sama tanpa mereka sadari, yaitu terlibat cinta segitiga yang rumit. Benca yang terus saja memendam kesedihan dibalik senyumnya, Arpad yang merasa serba salah berada dalam posisinya, juga Gustav yang telah menerima takdir cintanya seperti saat ini. Kehidupan memang tidak selalu sesuai dengan harapan dan keinginan setiap manusia. Namun, apapun itu, semua cerita yang hadir dan disebut takdir itulah yang membuat kehidupan menjadi penuh warna.

Lamunan mereka yang terbungkus dalam kesibukan mengklasifikasikan tanaman obat dipecahkan oleh kehadiran Zulu, "Salam, Tuan Muda Arpad, Tuan Gustav dan Nyonya Fia. Aku harus menyampaikan, bahwa pengawal yang bertugas telah siap di halaman depan dan sedang menunggu perintah."

Arpad langsung merespon dengan sigap, "Baik, katakan untuk menungguku sebentar saja, Fia masih harus menyelesaikan ramuan herbalnya." Arpad berpaling dari Zulu dan menatap lembut wajah Benca yang juga sedang menatapnya, pandangan mereka bertemu, seperti ada chemistry diantara keduanya yang mampu menyampaikan ungkapan tanpa kata-kata.

"Beri aku waktu sekitar tiga puluh menit untuk meracik ramuan yang sederhana sebagai obat ringan." Benca memberikan jawaban atas pertanyaan Arpad yang disampaikan hanya melalui tatapan mata.

Arpad tersenyum, karena dirinya terlepas dari beban harus menanyakan perihal obat penawar untuk Lorant. Dengan adanya Gustav dan Dora di antara mereka, tentu pembicaraan terkait kondisi Lorant tidak mudah untuk dibicarakan. "Terima kasih Fia, aku mohon maaf jika membuatmu harus sedikit terburu-buru. Aku akan ke depan sebentar sambil menunggumu meramu obat." Kemudian Arpad berpaling kepada Gustav, "Ayah, aku permisi sebentar. Ada beberapa hal yang harus aku selesaikan, aku harap Ayah tidak keberatan." Ucap Arpad dengan sopan.

Gustav tersenyum, "Tidak apa-apa, Nak. Lakukan tugasmu. Aku tahu kamu memiliki banyak hal yang harus dituntaskan. Jika butuh bantuan, katakan saja. Aku akan berusaha semampuku untuk ikut meringankan bebanmu." Gustav menawarkan bantuan dengan tulus kepada Arpad. Melihat bagaimana cara Arpad bersikap terhadap Benca, membuat dirinya merasa harus menjaga calon menantunya ini agar tetap bisa bersama dengan putri angkat yang sangat disayanginya.