webnovel

Bunga Terakhir

Zidan jatuh cinta pada pandangan pertama pada seorang gadis penjual bunga di pinggir jalan yang ternyata buta... Gadis yang mampu merubah Zidan, memberikan alasan untuk hidup yang lebih baik. Niat Zidan adalah membantu Bunga untuk kembali bisa melihat lagi. Sayang... kecelakaan terjadi saat Zidan hendak memberikan sejumlah uang untuk operasi mata Bunga. Di saat Bunga bisa melihat dunia, Zidan terbangun dan tidak mengenali siapapun kecuali masa lalunya...

HanieJuniart · General
Not enough ratings
5 Chs

Aku Sudah Dapat Jawabannya

Sebuah tangan menggenggam jemari Bunga dan tanpa permisi Zidan berdiri di antara Bunga dan Ilham. Ia memandang lurus kedua mata Ilham, lalu berkata, "Gue biasa bicara lebih kasar dari yang Lo ucapkan tadi, tapi gue gak pernah berbicara seperti itu di hadapan perempuan."

"Ini bukan urusan Lo!" Balas Ilham sambil menunjuk wajah Zidan.

Zidan melihat jam di pergelangan tangannya lalu memperlihatkan bundaran jam mahal itu pada Ilham, "Udah jam tujuh, apa yang jadi urusan Bunga itu jadi urusan gue. Oma gue yang minta dia untuk mengurus bunga di acaranya. So? Mending Lo pergi, dari pada Lo makin sakit hati."

Ilham tak bisa lagi menahan amarahnya, tapi melihat Bunga tak bergeming digandeng oleh Zidan yang notabene orang yang baru dikenalnya, amarah itu hampir tak terasa karena terganti oleh rasa sakit yang menghujam dari segala penjuru.

"Aku pikir kediaman aku seharian ini bisa bikin kamu merasakan kehilangan atau perasaan apapun itu sedikit aja. Tapi... sekarang aku gak perlu bertanya, karena aku sudah dapat jawabannya." Ungkap Ilham melewati Zidan sengaja menabrakan pundak kanannya pada pundak kiri Zidan keras.

Tanpa melepaskan genggamannya pada Bunga, Zidan melangkah ke arah berlawanan dari Ilham. Keduanya tak ada yang menoleh kecuali Ilham, ia berhenti memandangi punggung Bunga yang menghilang dari pintu mobil yang tertutup.

Selama perjalanan Bunga tak bersuara, wajahnya nampak sedih dan diam diam Zidan memperhatikan semua itu. Sampai di rumahnya Zidan membukakan pintu dan memapah Bunga menaiki tangga rumahnya. Oma tersenyum lebar menyambut tamu spesialnya. Zidan memberikan tangan Bunga dan Oma memapah Bunga menaiki tangga dibantu beberapa pesuruh di rumah. Bunga terlalu sedih untuk bertanya apa yang orang-orang asing ini lakukan pada dirinya. Hanya suara Oma yang tidak asing yang meminta izin untuk membantunya berganti pakaian dan anehnya Bunga hanya mengangguk setuju.

Isi pikirannya hanya terpusat pada kalimat yang Ilham ungkapkan tadi. Sejak kapan Ilham memiliki perasaan itu? Apa semenjak sebelum ia mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia buta? Bunga coba mengingatnya, pertemuannya dengan Ilham hanya karena Bunga sering belanja di warung yang menjadi satu dengan rumah Ilham. Dan ia jadi dekat karena Bunga divonis buta, sejak itu Bunga sering duduk di taman di dekat rumah ditemani ibu dan Ilham kebetulan sering bermain bola bersama anak anak kampung di sana. Obrolan kecil menjadi permulaan, lalu Ilham sering bertandang ke rumah dan menawarkan Bunga mengganti posisinya berdagang bunga karena Ilham sudah mendapat pekerjaan di pabrik sepatu.

Bunga mengingat wajah Ilham, senyum tipis dan kedua mata bulat dalam bingkai kacamatanya. Tapi Bunga tak terfikir jika Ilham menyimpan perasaan itu. Rasanya seperti mimpi, ya mimpi karena Bunga tak mampu bereaksi apa apa selain mendengar.

"Ya Tuhan, Bunga... kamu cantik sekali..." Suara Oma yang terperanjat membuyarkan lamunan Bunga. Oma membuka pintu kamarnya lebar lebar membiarkan Zidan melihat pantulan penampilan Bunga di kaca.

Gadis penjual bunga yang biasa mengenakan dress dress berlengan malam ini mengenakan gaun satin berwarna jingga dengan rambut dikepang satu, poni tipis terjatuh di keningnya. Zidan tak berkedip, bahkan ia susah menelan ludah. Baru saat Oma memapah Bunga dan kembali meletakkan telapak tangannya pada tangan Zidan, ia baru tersadar.

"Mari kita mulai acaranya," kata Oma yang berjalan lebih dulu.

Di ruangan utama hanya ada para pekerja di rumah, dan anak anak panti asuhan berjumlah belasan yang diundang Oma secara khusus, Zidan dan Bunga. Sedang keluarga yang hadir mungkin hanya Zidan, yang tak pernah absen setiap tahunnya. Sedang anak semata wayangnya yang adalah Ayah Zidan dan keluarga yang lain hampir bisa dihitung dengan jari kehadirannya.

Acara mulai berlangsung, ketika Suryo menyampaikan salam pembuka. Sedang Zidan yang berdiri bersebelahan dengan Bunga mulai menundukkan kepalanya membisikkan sesuatu, "Ruangan ini penuh bunga, Oma berdiri dan di sekelilingnya ada anak anak panti asuhan. Ada beberapa pengurus rumah berdiri di antara anak anak itu. Oma sedang tersenyum dan bersiap memejamkan mata untuk berdoa." Zidan merincikan semua yang tak bisa dilihat Bunga seakan ia resmi menjadi sepasang mata untuk gadis itu.

"Ayah ibu kamu?" Tanya Bunga.

"Inilah keluargaku Bunga. Hanya ada Oma, pengurus rumah, anak anak panti itu, juga kamu." Jawab Zidan. Bunga menoleh ke asal suara, tampak tersekat sekali lagi. Menyambungkan kata kata Zidan dengan sikap Ilham.

Tiba waktunya ketika Oma memotong tumpeng, dan potongan pertama kerucutnya Oma berikan pada Zidan. Tak lupa setelah menerima pelukan cucunya, Oma memeluk Bunga membisikan ucapan terima kasih karena sudah mau datang.

Seketika ruangan itu ramai karena anak anak berebut untuk memeluk Oma, menciumi pipinya dan memberikan pelukan erat. Pengurus rumah hingga kewalahan, dan keadaan itu membuat Zidan tertawa. Dan itu kali pertama Bunga mendengar Zidan tertawa.

"Anak anak itu berebut memeluk oma, Bunga." Kata Zidan disela-sela tawanya.

Baru kali ini Bunga merasa aliran darah yang beredar dalam nadinya mengalir hangat hingga ke jantungnya yang berdetak memecahkan partikel darah itu keseluruh organ. Ya, hanya karena mendengar Zidan tertawa.