29 Ren Menjadi Tamu Istimewa

Karena masih terlalu lelah dan tidak tahu arah, Wedden, Ren, dan Corea masih memilih untuk istirahat sebentar lagi.

Ren semakin memekakan telinga dalam heningnya hutan yang tidak ia kenali. Dia bahkan hingga dapat mendengar suara sekawanan tupai yang sedang makan buah di pohon lain. Berisik sekali, Ren juga harus menutup telinga dan berdecak beberapa kali. Dia hendak melempari dengan batu, namun dia tahu kalau diapun tidak akan menyukai jika diganggu saat sedang makan.

Mencoba memejamkan mata, namun dia segera mengerutkan dahi saat mulai mendengar suara lain. Cukup membuatnya merinding, ia mendengar suara seperti nyanyian yang sangat merdu.

Ren melirik Corea yang masih duduk di depan api unggun, Ser tertidur di dekat peri itu, lalu Wedden yang nampak frustasi dengan kekuatan yang tidak kunjung ia dapatkan yang juga duduk tidak jauh dari api.

Sayup, samar namun sesekali terdengr nyaring. Suara itu seperti seorang wanita yang menggumamkan sebuah lagu klasik. Mendayu dan semakin lama semakin membuat terhanyut.

"Apakah suara ini yang dimaksud olehnya?" gumam Ren yang semakin memekakan pendengarannya. Dia kembali melirik Corea, namun peri perempuan itu bergeming dan nampaknya dia tertidur dalam posisi duduknya.

Ren bangkit dari posisinya, dia meraih busur dan anak panah, lalu pergi meninggalkan rekan-rekannya dengan langkahnya yang tenang.

Berbekal pendengarannya yang tajam, pria berambut panjang merah muda itu melangkah semakin masuk ke dalam hutan. Di setiap jalan yang dia ambil, dia sadari kalau itu dipenuhi dengan semacam serbuk putih yang berkilauan.

Siaga dengan sekitar. Ren menatap langit untuk memastikan apakah cahaya bulan yang menerpa erumputan berembun hingga membuatnya Nampak berkilau.

Namun ternyata tidak. Dia bahkan tidak dapat melihat apakah diatasnya adalah langit ataukah bukan, dia hanya dapat mendengar suara dedaunan yang saling bergesekan karena terpaan lembut angina malam.

Suara indah itu masih mengalun. Berawal dari gumaman merdu, lalu mulai diimbuhi dengan suara siulan samar. Benar-benar seperti music penenang jiwa yang pernah ia dengar saat berada di salah satu desa di Utara yang memang dipenuhi oleh warga yang membutuhkan perhatian khusus untuk kejiwaannya.

Ren mengerutkan dahinya, jalan panjang yang ia tempuh seolah tak berujung. Namun diapun tidak memikirkan untuk kembali, dia masih terus mengikuti jalanan berkilau dan suara yang membuatnya sangat penasaran dengan apa yang ada di dalam sana.

Dia ingat kalau Corea menyebutkan dirinya terhipnitos dan terbangun diatas pohon. Hanya berdecak, Ren masih sangat tidak mempercayai hal itu.

"Ini tidak seburuk itu. Apa dia seorang penghayal?" gerutunya masih tentang Corea.

Langkahnya terhenti saat ia melihat ada suatu makhluk yang pernah disebutkan oleh Ser sebelumnya. Seperti kupu-kupu namun berukuran besar dan menyala putih meninggalkan jejak serbuk berkelip saat terbang kesana kemari.

Pandangan Ren tidak bias teralih dari makhluk itu. Matanya Nampak berbinar karena memantulkan cahayanya.

Tidak hanya satu, namun ada banyak sekali dan mereka berterbangan mengelili tubuhnya.

Ren mencoba untuk memfokuskan pandangannya pada salah satu makhluk, namun penglihatannya tidak sebagus itu saat malam sehingga dia tidak dapat melihat jelas apakah itu sungguh serangga raksasa atau makhluk jenis lain.

Seekor terbang mendekat kearahnya dan berhenti tepat di hadapannya. Ren memicingkan mata, jelas dia melihat kalau itu hanyalah hewan langka yang indah.

Dia lalu memberanikan diri untuk menyentuh hewan terbang itu dengan jemari kirinya.

"Argh!" teriaknya seketika saat merasakan sengatan hebat di ujung jemarinya itu. Seketika dia lalu melangkah mundur, namun dia menjadi mematung saat menyadari kalau dirinya sedang benar-benar dikepung oleh makluk-makluk itu.

"Sial," gumamnya seraya berdecak. Dia cukup terkejut karena makhluk indah itu melukai tangannya.

Ujung jemari Ren memerah, dia juga dapat merasakan tubuh yang menjadi panas dingin karena sengatan tadi. Persis seperti saat ia terkena sengatan laba-laba batu yang mematikan di hutan Utara.

Hanya menarik napas panjang dan mencoba mengepalkan tangan. Ren bersiap dengan anak panahnya. Namun telinganya kembali mendengar suara yang sempat ia lupakan.

Pandangannya kini tertuju pada sebuah pohon yang menjulang tinggi dan berwarna putih. Ren dapat merasakan bulu kuduknya meremang. Namun dia mencoba untuk tetap tenang dan perlahan menyiapkan anak panahnya.

"Halo, Pangeran Soutra. Akhirnya kau datang juga." Seorang wanita bergaun putih nan sangat lebar dan panjang muncul dari balik pohon tinggi itu.

Sorot matanya sangat tajam dan berwarna hijau, rambutnya berwarna senada dengan rambut Ren, hanya saja milik wanita itu ikal dan dihias dengan tiara yang sangat cantik. Hidungnya meruncing, begitu juga dengan deret giginya yang Nampak mengerikan saat ia tersenyum.

Ren menatap telinga wanita itu, tidak seperti milik peri. Dia lalu mulai mencoba untuk menebak makhluk jenis apa wanita cantik itu.

Jika diingat-ingat, dia juga pernah bertemu dengan wanita yang seperti ini saat di Lembah Gigi Gergaji. Seketika Ren mengerutkan dahi, dia berpikir apakah semua lembah dihuni makhluk cantik seperti ini.

"Tidak perlu takut, Pangeran. Aku tidak akan melukaimu," ujar wanita itu lagi.

Semua makhluk putih seperti kupu yang semula mengerumuni Ren, menepi saat waita itu mendekat.

"Siapa kau? Kenapa kau mengenalku?" tanya Ren. Tangannya sudah siap dengan busur dan anak panahnya.

"Ouu kau cukup agresif juga rupanya. Haha tenanglah. Aku hanya ingin menyapa karena kita sudah sangat lama tidak berjumpa … anakku."

Deg.

Ren bergeming.

"Lihatlah dirimu. Kau tumbuh dengan baik dan sangat kuat. Aku bangga sekali," ucap wanita itu lagi yang mencoba untuk menyentuh lengan Ren, namun pangeran Soutra segera melangkah mundur.

"Jangan mendekat! Aku tahu kau adalah roh hutan yang jahat," ucap Ren. Dia mulai kembali merasakan tangannya yang nyeri, tubuhnyapun mulai tidak enak karena merasakan panas dan dingin diwaktu yang bersamaan.

"Hey, kau tidak boleh menyebut ibu seperti itu …," ujar wanita itu yang menatap Ren lekat. "Kemarilah, aku akan menyembuhkanmu."

Ren menepis tangan wanita itu.

Sialnya, dia kembali merasakan sengatan di tangan kanannya setelah melakukan itu.

Semakin kaku, Ren mengumpat. Dia lalu bersiap dengan panahnya.

Wanita itu mulanya menatap iba, namun saat Ren siap melepas anak panah, dia mulai tersenyum. Suara nyanyian merdu kembali terdengar dan merasuk ke telinga Ren.

Pria itu mencoba untuk tetap fokus, namun kepalanya mulai pening dan kedua tangannya semakin gemetar.

"Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Ren.

"Hanya ingin menyapa. Sudah kukatakan kita sangat lama tidak bertemu," jawab wanita itu kembali menampakkan deret gigi runcingnya.

Ren semakin lemah. Namun dia memutuskan untuk melepaskan anak panahnya pada wanita itu.

Zztt!

"Ehh?" Ren dikejutkan dengan tubuh wanita itu yang dapat ditembus oleh anak panahnya. Wanita itu bahkan tidak bereaksi sedikitpun karena serangannya.

"Hahaha rupanya kau mudah untuk didapatkan," ucap wanita itu dengan suara tawa yang mengerikan.

Wanita itu lalu mendekati Ren dan mencekiknya dengan sangat kuat. Ujung kukunya yang tajam bahkan ia tusukkan pada leher Ren hingga membuatnya berdarah.

"Ahh aku sangat menyukai darah bangsawan," ucap wanita itu yang menghirup dalam-dalam aroma darah di leher pangeran Soutra.

***

avataravatar
Next chapter