webnovel

BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Raja kegelapan mulai menyerang seluruh wilayah bekas kekuasaan Raja Elf. Awan hitam dengn hujannya yang beracun tersebar diseluruh wilayah membuat hasil pangan penduduk tercemari dan tidak sedikit pula yang mati. Pasukan kegelapan memporak-porandakan dan meratakan semuanya menjadi tanah hingga semua penduduk dipaksa oleh keadaan untuk menjadi berani untuk melawan. Wedden Arragegs, seorang pria dari desa yang disebut sebagai keturunan sang raja Elf mendapatkan tugas berat yaitu mengalahkan Raja Kegelapan dengan kekuatannya yang dia bahkan belum pernah mengetahuinya. Buku Sihir, itulah senjatanya namun keberadaannyapun belum diketahui dimana. Mampukah Wedden mengalahkan Raja Kegelapan? Berapa banyak pasukan yang dibutuhkan olehnya untuk mengembalikan keadaan dunia? -- Terimakasih sudah mampiir, ini adalah karya ketigaku di Webnovel *,* Berikan dukungannya yaa ... Luv ya~

snaisy_ · Fantasy
Not enough ratings
258 Chs

Lembah Giger 2

Ser gemetar, dia menggenggam erat belatinya. "Apa ia mati?" tanyanya lirih.

Ren menghampiri makhluk itu dengan diikuti Wedden dan Ser di belakangnya.

Dari jarak yang sangat dekat, Ren dapat mengetahui kalau makhluk itu tidak lagi memiliki kekuatan.

"Kurasa dia sudah mendapat perlawanan sebelumnya," ujar Wedden yang baru saja mencabut tombaknya.

Kucing raksasa berwarna hitam bersayap itu seluruh tubuhnya nampak bertabur serbuk putih berkilau dengan seluruh permukaan bulunya terkikis seolah serbuk itu yang melukainya perlahan.

Ser mengamati serbuk itu, seketika dia teringat dengan makhluk kecil yang sempat mengikuti langkahnya saat di dalam hutan tadi. Dia lalu berbalik, kembali memperhatikan sekitar yang kosong. Merinding. Ser segera mendekat pada kedua pria yang lebih dewasa itu untuk mendapatkan perlindungan atau apapun.

Mereka sempat beristirahat di dekat bangkai puluhan kuda dan mahkluk sihir itu hingga matahari nampak. Mereka hanya akan pergi menuju hutan dengan cahaya matahari menjadi pemandunya.

Wedden sempat mencabut salah satu bulu kucing sihir pada bagian sayap yang masih bagus. Besar sekali, dia hanya berpikir kalau itu akan menjadi alat tulis yang bagus untuknya saat di penginapan. Dia menyimpannya pada saku pakaian.

Masih mengamati makhluk itu, Wedden belum dapat menemukan hal lain selain bulu yang dapat ia ambil dan dibawa pulang.

Belum melihat matahari terbit, ketiga pemuda itu kembali dikejutkan dengan suara lengkingan dari langit yang sangat nyaring dan berjumlah banyak.

Masih diam ditempat masing-masing, ketiganya menengadah dan hanya dapat membulatkan mata mereka saat melihat puluhan kucing sihir berterbangan diatas mereka dengan saling bersahutan. Tidak jarang pula mereka menyemburkan api, hal itu membuat Wedden menarik napas panjang.

"TIdak ada cukup waktu jika kau harus melatih sihir terlebihdulu," ujar Ren yang mengetahui hal yang yang akan dilakukan si keriting Wedden.

"Kita tidak ada pilihan lain … lari!" Ren mendahului langkah Wedden dan Ser menuju ke dalam hutan yang mereka bahkan tidak tahu itu akan membawa mereka kemana.

Ser dengan langkah yang lebih kecil berlari kencang dengan tanpa menoleh sedikitpun. Dia hanya dapat merasakan udara hangat di belakangnya saat makhluk sihir itu terbang kearahnya.

"Hey! Kurasa dia akan memakanku!" teriak Ser sambil berlari.

Ren yang selalu siaga dengan anak panahnya segera meepaskan dua anak panah sekaligus pada kucing sihir itu hingga membuatnya kesakitan dan memeking tidak keruan.

Ketiga pemuda itu sama sekali tidak mengurangi kecepatan lari mereka hingga mereka kembali memasuki hutan yang lebat dan dipenuhi pohon besar dengan akar yang tiak beraturan.

Tidak terhitung berapa kali mereka terjatuh karena akar pohon itu, namun mereka tidak memiliki waktu untuk istirahat karena suara dari makhluk anak buah Kimanh masih dapat mereka dengar.

Menemukan sebuah gua kecil dari akar tanah, Ren dan Wedden segera masuk dengan merunduk. Ser tertinggal, dia sempat kehilangan arah namun dengan sigap Wedden menariknya ke dalam gua untuk bersembunyi.

"KYAAAKKK!!"

Nyaring sekali, Wedden dan Ser bahkan hingga menutupi telinga mereka dengan kedua tangan. Terlalu mengerikan untuk melawan puluhan makhluk itu hanya dengan bertiga. Saat mereka terbang dan memeking di sekitaran gua tempat mereka bersembunyi, ketiganya hanya berusaha untuk bernapas lirih tanpa mengeluarkan suara apapun.

Kucing-kucing sihir itu mengerang, mereka juga segera menyemburkan api pada semua hal yang bergerak dan bersuara di dekat mereka.

Ren kembali mendengar ada suara yang bergerak di dekat mereka, suara yang berbeda dari gerakan para makhluk sihir.

"Kurasa ada makhluk lain di dekat kita," bisiknya, membuat dua temannya yang lain memekakan pendengaran.

Sempat hening. Lalu saat ada suara pergerakan, mereka dikejutkan dengan munculnya seekor tupai hutan yang melompat ke depan gua tempat mereka bersembunyi.

Namun tidak membutuhkan waktu lama, hewan kecil itu segera menjadi daging panggang karena disembur api oleh makhluk sihir.

Wedden, Ren dan Ser bahkan dapt merasakan panasnya api yang tepat di hadapan mereka itu. Mereka masih terus diam karena makhluk sihir itu rupanya belum beranjak dari tempat mereka.

Baru bernapas lega sedikit, ketiga pemuda itu kembali dikejutkan dengan suara lengkingan nyaring dan kepakan sayap dari para mahkluk sihir yang terdengar sangat berisik. Tidak seperti tadi, kali ini jelas sekali terengar kalau mereka sedang melawan sesuatu yang lain.

"Errrrrrrrrrr."

Ketiga pemuda itu menelan ludah saat mendengar erangan yang menggetarka jantung mereka. Ser yang memiliki tubuh lebih kecil memberanikan diri untuk mengintip keluar.

Betapa terkejutnya Ser saat melihat kucing-kucing sihir itu sedang diserang oleh makhluk yang jauh lebih besar dan mengerikan dari mereka. Makhluk besar berukuran pohon besar dengan wajah buruk rupa dan mata yang hanya berfungsi satu karena yang satunya terluka akibat sebuah pertarungan.

Makhluk itu bertaring panjang dan nampak berkilau karena tajamnya. Selain menyerang para kucing sihir, makhluk raksasa mengerikan itupun kebal terhadap api yang disemburkan. Yang paling mengerikan adalah, Ser melihat dengan jelas makhluk itu mencabing kucing sihir itu dengan taring dan memakannya.

Nyaris muntah, Ser segera kembali ke tempat persembunyiannya dan menceritakan semuanya pada Ren dan Wedden.

Sangat lirih, Wedden dan Ren bahkan harus mendekatkan telinganya pada Ser saat ia bercerita.

Wedden segera menggidik ngeri, sementara Ren hanya bisa menghembuskan napas panjang.

"Apa kita akan dijadikan santapannya juga?" bisik Wedden ngeri.

"Tidak, jika dia sudah kenyang," sahut Ren.

"Ah aku pernah mendengar kisah kalau makhluk itu dapat menghabiskan setengah pasukan dari tentara Timur. Apa dia akan kenyang hanya dengan makan satu kucing raksasa itu?" gumam Wedden.

"Maka gunakanlah sihirmu," ucap Ren.

Wedden menarik napas panjang. Dia merasa sangat tidak berguna setelah pangeran cantik itu menyebutkan tentang sihir padanya.

Masih di dalam persembunyian. Mereka mendengar dengan jelas suara kunyahan makhluk yang ada diatas mereka.

Hal yang membuat ketiganya memejamkan mata adalah, saat kepala kucing raksasa itu terjatuh tepat didepan gua dengan kedua mata yang terbuka dan menatap kearah ketiga pemuda itu.

"Sial!" umpat Ren lirih. Jika pemburunya harus memudar karena hal ini. Dia tidak pernah menyukai hal yang menjijikan seperti itu, walau diapun sering menguliti hewan namun memakannya denga mentah adalah hal yang membuatnya mual.

Lagi, sebuah sayap terjatuh di depan gua dengan darah yang masih mengalir segar.

Wedden hanya menatap dua benda berdarah itu tanpa ekspresi, kedua matanya membulat, dia menahan perutnya yang mulai keram.

Sementara itu Ser memilih untuk memejamkan mata dan berpura tidur karena diapun tidak sanggup melihat itu. "Bisakah kita kabur saja? Aku … tidak dapat bertahan lagi," gumam Ser.

Ren masih diam. Dia tidak dapat memikirkan hal lain selain bertahan sebentar lagi dan mengharap ada keajaiban.

"Apa kalian siap untuk menyerang?" tanya Ren yang terdengar berani.

"Tidak," sahut Wedden dan Ser bersamaan.

"Baiklah. Kita lanjutkan persembunyiannya." Ren menarik napas panjang. kepalanya sudah semakin pening karena mencium aroma anyir darah yang mengalir.

***