webnovel

Bersama Kabut Hitam

Wedden, Corea, dan Ser berlari kencang menghindari serpihan putih dari makhluk berkilau yang baru saja hancur.

Ser yang masih belum sepenuhnya tersadar ikut berlari dengnan pikiran bingung. Dia sesekali melirik Wedden namun sama sekali tidak mendapatkan jawaban dari pria Vitran itu.

 

"Berhenti!" perintah Corea yang segera merentangkan tangannya.

 

BRUK!

 

Ser menabrak punggung wanita itu keras. Segera saja bocah itu terjatuh terlentang dengan napas yang tersengal.

Wedden kembali memasang jubahnya, dia juga membantu Ser untuk bangun dan membiarkannya bernapas dengan baik.

 

"Kurasa disini pria itu berhenti," ucap Corea yang mengamati sekitar.

"Dimana dia? Tidak ada?" Wedden celingukan.

"Entahlah." Corea memimpin langkah mereka untuk berjalan maju.

 

Sangat sepi, namun penciuman Ser menangkap aroma daging terbakar yang sangat tidak sedap.

Mereka bertiga semakin mendekati sebuah pohon besar yang nampak berusia ratusan tahun. Sama sekali tidak ada hal yang mencurigakan. Tidak ada pula tanda tanda keberadaan Pangeran Soutra di tempat itu.

 

Wedden berhenti tepat di depan pohon besar hitam itu. Dia sedikit memgeritkan dahi dan memicingkan kedua matanya.

"Ini milik Ren," gumamnya setelah melihat sebuah anak panah yang tertancap di pohon itu.

Wedden mencoba untuk menariknya, namun sesuatu terasa menahan anak panah itu. Seret, dan setiap kali dia mencoba untuk menatiknya dia merasakan ada getaran ringan di tangannya.

 

Corea masih mengamati sekitar dengan ditemani oleh Ser yang nampaknya sangat cocok berteman dengan peri wanita itu.

 

Tiba-tiba sekali mereka mulai mendengar suara erangan dari balik pohon yang sangat rapat. Seketika semuanya siaga.

Suara erangan yang tidak asing, Ser segera merapat pada Wedden dan Corea.

 

"Errrrrrrgh ...!"

 

"Monster?" gumam Ser.

 

Tidak lama berselang, kembali terdengar suara erangan yang sangat nyaring disertai dengan suara sesuatu yang besar terjatuh menghantam sesuatu lain yang berukuran besar.

 

Wedden, Corea, dan Ser semakin siaga. Beriringan dengan hembusan angin kencang dan kabut yang tiba-tiba menggulung, mereka mendapat kunjungan tamu yang sudah cukup lama tidak bertemu.

 

Rader berdiri dibalik kabut hitam tebal yang sebelumnya mengejutkan ketiga pengelana itu. Berdiri dengan jarak yang cukup jauh, Rader menatap tajam Wedden dengan mata yang nampak menyala.

"Kenapa kalian sulit sekali ditemukan," gumam pria berbadan tinggi besar itu. "Apa kalian baik-baik saja?" tanyabya dengan suara seraknya yang nyaring.

Wedden mengangguk pelan.

Corea yang sebelumnya sudah pernah melihat Rader, segera menurunkan pedangnya. Begitupula dengan Ser, yang melihat sikap Corea dan Wedden yang baik-baik saja dengan kehadiran pria itu.

 

Ser bertanya dalam hatinya mengenai sosok Rader, sosok mengerikan yang nampak jelas memiliki aura kegelapan dalam dirinya.

Rader melirik Ser untuk beberapa saat hingga membuat bocah itu terkejut karena kedua manik mata mereka saling bertemu.

"Aku tidak menyukai bocah yang menyebalkan," ucapnya kemudian.

Ser segera menundukkan pandangannya dan sedikit berpindah ke balik badan Wedden.

 

Wedden maju selangkah. "Pangeran Soutra menghilang. Kami cukup mengalami banyak kesulitan selama berada di lembah ini." Wedden menjelaskan.

"Apa kau memiliki petunjuk untuk kepergiannya?" tanya Rader.

Wedden diam, dia tidak yakin dengan apa yang akan dia katakan.

"Kurasa itu pohon putih," jawab Corea. "Aku pernah melihatnya sekali, kurasa pria itu juga melihatnya."

 

"Kami juga melihat makhluk putih itu di dekat kami. Lalu, bukankah jejak pria cantik itu berhenti di sekitar sini?" imbuh Ser.

 

Rader menatap Wedden, dia seolah tidak peduli dengan jawaban si peri wanita dan si bocqh, dia hanya menunggu jawaban dari si pewaris terakhir raja elf.

 

"Aku tidak yakin. Tapi dia menghilang dengan membawa busur dan anak panahnya. Dia berjalan menuju kemari dan jejaknya menghilang. Di pohon itu ... ada anak panah miliknya yang saat kucabut aku dapat merasakan adanya getaran disana." Wedden menjelaskan.

"Aku juga mendengar ada suara pertempuran dengan suara erangan dari balik pohon disana," ujar Wedden lago seraya menunjuk ke arah barat hutan.

 

"Aku menghabisi monster itu," sahut Rader yang segera membuat Wedden mengangguk pelan. Itulah jawaban untuk suara pertempuran yang mengerikan tadi.

 

Rader segera menghampiri anak panah yang tadi disebutkan oleh Wedden, dia mencabutnya tanpa ragu.

Betapa terkejutnya Wedden, Corea, dan Ser saat mendengar suara erangan yang tidak kalah hebat dari yang mereka dengar sebelumnya tadi saat anak panah itu tercabut.

 

"Aku tidak dapat terlalu lama berada di dekatmu, Nak. Kalian pergilah ke utara hutan dengan menggunakan anak panah ini sebagai petunjuk. Mulailah gunakan kekuatanmu, karena hanya itu yang dapat kau gunakan untuk mengalahkan makhluk itu." Rader menyerahkan anak panah yang berlumuran cairan hitam pada Wedden.

 

Wedden mengangguk pelan. Namun belum sempat ia bicara lebih banyak, ia dan kedua rekannya dikèjutkan dengan adanya kabut hitam yang sangat lekat.

 

"Pergilah sekarang!" sentak Rader. Hanya dalam hitungan detik, Putra Kimanh itu menghilang dalam sekali kibasan jubahnya.

 

Wedden, Corea, dan Ser segera bergegas menuju utara. Kabut hitam yang sangat tebal mulai menghalangi jalanan sehingga membuat mereka harus menajamkan penglihatan.

Wedden menarik lengan Ser, dia cukup mengkhawatirkan bocah itu jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

 

Untuk kesekian kalinya, mereka berhenti secara tiba-tiba karena kabut tebal.

Wedden mengenali kabut itu. Segerombolan gnome hutan sedang melintas di depan mereka saat ini.

 

"Lewat sini," perintah Wedden seraya terus memegangi anak panah yang terasa menariknya kearah yang lain.

Tanpa bertanya atau apapun, Corea dan Ser mengikuti langkah pria Vitran itu dengan langkah besar dan berhati-hati.

 

"Ah sialan. Kenapa tempat ini sangat merepotkan," umpat Corea.

"Apa penyihir tadi benar-benar berada di pihakmu?" tanyanya lagi.

 

"Kurasa begitu," sahut Wedden.

"Kenapa dia menemuimu? Aku sama sekali tidak merasa kalau dia memberikan bantuan," ujar Corea.

"Kurasa dia membantu mencari Ren."

"Begitukah? Dia lebih terlihat mencurigakan. Seolah hendak menangkapmu dengan cara yang diperhalus."

 

Wedden terdiam. Dia lalu menatap Corea lekat.

"Apa kau berpikir begitu?" tanyanya pada Corea. Peri wanita itu mengangguk.

 

"Hey apa kita akan mengorbankan diri disini?" cletuk Ser yang mengamati sekitar.

Baru disadari oleh ketiga pengelana itu kalau mereka sedang berada di dekat perkampungan gnome hitam yang dilengkapi dengan persenjataan perang yang lengkap.

 

"Sial!" Wedden dan Corea serta Ser segera bersembunyi dibalik sebuah pohon besar yang cukup untuk melindungi tubuh mereka dari pandangan para gnome bermata merah.

 

"Wedden, lihat itu!" Corea dan Ser menatap anak panah yang ada di genggaman Wedden. Berasap.

Wedden segera mbuangnya saat tangannya merasakan panas yang luar biasa.

 

"Argh!"

Melepuh. Ser segera mengambil selembar daun yang ada di dekat merek untuk dikompreskan pada tangan pria Vitran itu.

Corea mendengkus, dia mencoba untuk meniup tangan Wedden yang melepuh namun tidak berdampak apapun.

Segera menjauh dari perkampungan, mereka kembali harus mencari tempat persembunyian untuk menyembuhkan tangan Wedden yang dampaknya mulai merambat ke selurih tubuh.

***

Next chapter