webnovel

Tidak Adil, kah?

"Bisakah kau mengerem mulutmu hanya untuk hari ini saja?"

Mendengar suara teredam dan dingin dari mulut Samael, Kakek Dewa masih tidak bergeming sama sekali.

Malahan, dia terus berkata: "Kau pengecut bocah. Temui saja bahkan jika tidak ada ikatan lagi dalam takdir kalian."

"Ikatanku dengan mereka masih akan tetap ada!" Samael dengan keras dan terburu-buru mengatakan ini.

Melihat wajah ini, Kakek Dewa dengan lembut tersenyum: "Kalau begitu bagus. Tapi lainnya, kau harus terus membuktikannya langsung, paham?"

Samael langsing mencibir melihat ini. Dan dia kemudian hanya memeluk Aura dengan sedikit erat.

Pada akhirnya Kakek Dewa berdiri dan masuk ke lingkaran anak-anak kecil dibawah sana dengan senyuman khas kakek kepada cucunya.

Melihat situasi ini, Samael hanya menghela nafas. Dan Laelia tiba-tiba menyandarkan kepalanya ke pundak suaminya dengan lembut.

Har sejak awal tetap diam, dan dengan pemahamannya, dia tahu bahwa ini adalah rahasia terbesar Samael. Dia tidak bisa lancang begitu saja untuk bertanya bukan?

Bahkan karena perilaku Har ini, kedua istrinya juga diam dan terus berbicara dengan yang lain dengan senang hati.

Hanya kelompok lingkaran istri Samael yang berani. Terutama Kalika yang bertanya, "Apa maksud itu semua sayang? Orang tua aslimu?"

"Itu sudah lama. Orang tuaku ada di Dunia sana." kata Samael ketika dia mendekatkan kepala Kalika ke sisi tubuhnya.

Kalika yang di dekap oleh Samael hanya diam dan akhirnya dia hanya menutup matanya dalam diam.

Sementara itu, Laelia yang sepertinya sudah tahu tentang "Samael" dari Dunia sana sebelumnya, dia akhirnya bertanya, "Apakah kau akan kesana, sayang?"

"Kau sudah tahu tentangku, Lia?"

"Mm. Sudah kubilang saat pertemuan pertama kami di Vatikan bukan? Aku tahu semuanya mengenaimu, baik masa lalu, masa sekarang dan masa depanmu."

Laelia dengan manja menggosokkan wajahnya ke sisi Samael dan bertanya lagi: "Lalu apa rencanamu tentang ini sayang? Kakek berani mengatakan itu, seharusnya itu juga demi dirimu juga."

"....Demi aku, kah? Mungkin...."

.....

Seminggu kemudian, perhatian keselakuan keseharian Samael dan lingkungannya masih sama-sama saja.

Tidak ada banyak hal yang berubah. Bahkan kinerja La Satia Group sudah sangat stabil, meskipun itu hanyalah sebuah perusahaan yang bisa dibilang hijau.

La Satia Group sudah memiliki pijakannya sendiri di pasar global, dan Samael tidaklah khawatir lagi dengan ini.

Sementara itu, Kakek Dewa entah bagaimana sering sekali datang kerumah untuk bermain dengan cucu kecilnya yang cantik dan pintar.

Orang tua itu benar-benar mencintai Lily, Aura, Giselle, dan Bernice. Dan dia akan selalu datang setiap dua kali sehari.

Sayangnya Samael masih belum bisa melihat May sejauh ini. Itu pasti karena masalah orang tua itu yang pelit !!!

Dan sekarang, Samael dengan pakaian santai tengah duduk di kursi taman dengan malas ketika meminum es Boba di tangannya.

"Jika orang-orang disana melihatku seperti ikan asin disini, mungkin mata mereka akan langsung katarak." Samael terkekeh.

Orang-orang disana mengacu pada orang-orang di Dunia Blue Star.

Pasalnya, Samael disana memiliki terlalu banyak identitas yang keras. Seperti Raja, Pria Tertampan, Impian semua Wanita, Orang Terkaya, dan bahkan Kaisar Bawah Tanah.

Jika orang-orang yang mengenal Samael melihat kelakuan ikan asinnya disini, mereka pasti tidak percaya!

Samael minum Boba di hari yang lumayan panas itu, ketika dia melihat bahwa seorang wanita tiba-tiba duduk disampingnya.

Wanita itu cantik, tapi Samael dengan sopan tersenyum padanya: "Apakah ada yang bisa saya bantu, Nona?"

"Mm, tidak ada kok? Hanya ingin beristirahat~" jawab wanita itu tanpa menatap mata Samael.

Samael hanya menggelengkan kepalanya, dan diam-diam dia mengenakan cincin pernikahannya agar tidak ada gangusn godaan dari wanita itu.

Benar saja, ketika dia melihat ini, wajahnya tiba-tiba cemberut, dan dia segera berdiri dan pergi meninggalkan Samael untuk menatap pantatnya yang bergoyang pergi.

Samael tertawa, "Menjadi terlalu tampan itu benar-benar dosa."

"Untuk seukuran pemuda sepertimu, itu memang wajar berkata dengan narsis bukan?"

Samael terkejut dengan suara yang terdengar sedikit serak itu. Dan ketika dia melihatnya, Samael hanya melihat sosok pria tua dengan rambut beruban, tapi wajahnya sangat lembut.

Orang tua itu bertanya, "Bisakah aku duduk disini?"

"Tentu saja orang tua, duduklah."

"Terima kasih, haduh...tulang tua ini benar-benar terlalu banyak bekerja, butuh istirahat."

Orang tua itu kemudian bertanya, "Ngomong-ngomong, pemuda sepertimu seharusnya masih bekerja bukan? Kenapa kau bermalas-malasan disini?"

"Haha, aku tidak memiliki pekerjaan orang tua. Maksudku, aku tidak bekerja untuk orang lain, tapi orang lainlah yang bekerja untukku."

"Maksudmu, kau bos perusahaan? Benar-benar pemuda yang menjanjikan!" orang tua itu tersenyum senang atas perkataan Samael.

Samael hanya mengangguk, dan saat berikutnya dia menatap orang tua itu: "Kau sendiri orang tua, kenapa masih bekerja di usia tuamu ini?"

"Haha..." orang tua itu tersenyum pahit mendengarnya, "Tidak semua orang seberuntung dirimu, nak."

"Misalnya aku dan keluargaku. Terasa seolah kemalangan datang satu demi satu ketika putra pertamaku meninggalkan kami."

"...."

Samael terdiam mendengar ini, dan orang tua itu sendiri terus menjelaskan: "Sekarang, aku dan istriku hanya harus terus bekerja demi satu-satunya harapan kami bahkan jika itu harus menanggung beban berat."

".....Kau hebat, orang tua."

"Tidak nak. Semua orang tua pasti ingin anaknya bahagia dan sukses untuk masa depannya." orang tua itu menggelengkan kepalanya, "Ditambah, seperti yang aku katakan, setelah kematian putra pertama kami, kami hanya bisa menaruh harapan besar kepada satu-satunya anak kami yang masih hidup."

"Ohhhh, berapa umurnya?"

"Hehe, dia sekarang berusia 19 tahun. Ahh, mungkin tiga hari lagi akan berusia 20. Benar-benar waktu ini....berjalan sangat cepat."

"Hmmm...." Samael hanya mengatakan itu dengan nada datar.

Sampai saat berikutnya, pria tua itu terkekeh dan berdiri saat menepuk pundak Samael.

Dia berkata, "Maaf ya, harus mendengarkan kata-kata bodoh pria tua ini. Sekarang aku harus terus bekerja, sampai jumpa nak."

Pria tua itu pergi dengan sebuah senyuman yang sangat cerah pada Samael.

Samael merasa hatinya bergetar. Bahkan ketika kehidupannya susah, bagaimana bisa ada sebuah senyuman seindah itu padamu?

Melihat belakang punggungnya, Samael tiba-tiba menundukkan kepalanya dan tersenyum gemetar.

"Ini benar-benar, ulahmu bukan, Kakek sialan....Apakah kau mengatur pertemuan ini dengan sengaja untukku?...."

Pada saat itulah, Samael juga merasakan bahwa sesuatu mengalir melalui kedua matanya.

Dia tahu itu, dan ketika dia tahu ini, dia hanya bisa terus menundukkan kepalanya, menggertakkan giginya dan menahan hal itu untuk terus keluar sambil menghapusnya diam-diam.

"Kupikir aku sudah tidak bisa menangis lagi. Tapi sepertinya, itu masih ada disana...Hahahahahaha, Dunia benar-benar....hal yang aneh."

Samael disana hanya bisa terus menahan air matanya, dan senyumannya tiba-tiba sedikit berubah menjadi lebih indah.

"Tapi yah, kau benar Kakek...."

"Meskipun pertemuan tadi kau sengaja, tapi bukan berarti aku membencinya."

Samael mengusap air mata terakhirnya ketika berdiri, dan dia berjalan ketika bergumam:

"Tiga hari.... meskipun aku bukan lagi Klein, Putra kalian...Tapi biarkan aku membantu kalian dari bayang-bayang. Anggap saja, bakti terakhirku kepada kalian."

Next chapter