webnovel

Bukan Salah Rasa

(Mengandung Konten 21+) Kisah anak-anak remaja yang beranjak dewasa, dimana masing-masing dari mereka memiliki masalah hidupnya masing-masing. Refan, Reisya, Ruri, Simon, Miko, Zahra, Nando, Nindy, Lucy, dan Gavin. Mereka semua memiliki kisah hidupnya masing-masing, dimana ego dan perasaan menjadi landasan dari sebuah perubahan besar dalam hidup mereka. Di saat hati sudah menguasai, apakah logika bisa melawannya? Baik sadar atau tidak, nyatanya perasaan lah yang selalu menang atas perdebatannya dengan ego. Anak muda adalah awal dari kisah mereka, setelah beranjak dewasa barulah mereka mengerti arti perasaan yang sebenarnya. Lalu jika masalah terjadi di antara kehidupan mereka, apakah rasa itu ikut bersalah? Hati seseorang tidak bisa di tentukan oleh kehendak orang lain, karna kekuasaan sepenuhnya ada pada si pemilik hati sendiri. Apakah ia menerima perasaan itu, atau malah membuang. . . . Silahkan Colection agar bisa membaca lebih lanjut, jangan lupa tinggalkan reviewnya ya.. Terima Kasih !! . . . CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA! KARANGAN AUTHOR 100 % DAN BUKAN CERITA DUNIA NYATA YAH !!! WARNING MENGANDUNG KATA KASAR DAN BEBERAPA HAL SENSITIF !!! *Cerita Lain : 1. UNCOVER 2. POLIGAMI 3. Jika Takdir Berkehendak *FOLLOW JUGA IG KU YA.. @shasecret_

SA_20 · Teen
Not enough ratings
280 Chs

Reisya Alexandra

Suatu hari yang begitu tak terduga, mempertemukan dua insan yang tidak saling mengenal menjadi dekat. Bahkan dalam satu kesempatan mereka terdorong untuk menjalani cerita yang berbeda, apakah kisah seperti itu memang ada? Atau hanya ilusi semata?

.

.

.

Awal yang cukup baik bagi seorang gadis bersurai hitam yang sedang menikmati sarapannya. Kamar yang sunyi ini adalah tempat favoritnya, di bandingkan ruang makan yang memuakkan itu.

Reisya, gadis itu menyantap sarapannya dengan wajah datar tanpa ekspresi. Rasa kesepian ini sudah menjadi teman setianya, dimana pun ia berada rasa ini akan tetap bersamanya.

Berawal dari kematian ibunya, ayahnya menikah lagi dengan seorang janda yang memiliki putri seusia dengannya. Mengetahui hal itu kemarahan Reisya memuncak, ia memaki dan menghina sang ayah.

Rasa kecewa terhadap ayahnya membuatnya berubah menjadi seseorang yang tak tersentuh, hatinya beku bagai bongkahan es kristal. Lama kelamaan ia menjauhi sang ayah, ia semakin jauh sampai tak lagi bisa memperhatikannya.

Reisya menarik diri dari keluarga barunya, ia hidup dalam sangkar yang ia buat sendiri. Reisya memang anak dengan materi yang sangat berkecukupan, namun hal itu tidaklah penting baginya.

Nyatanya kini ia hidup dalam sangkar kesepiannya sendiri, tanpa apapun yang bisa membantunya bebas dari perasaan menyiksa itu. Terbiasa dengan hal itu, kini Reisya tumbuh menjadi gadis pendiam dan datar. Ekspresi ceria dan senyuman cantiknya tidak lagi menghiasi wajahnya, hanya kekosongan dan kehampaan yang tersisa.

Dengan langkah biasa Reisya keluar dari kamarnya, ia melewati tangga dan terus berjalan. Sampai akhirnya suara seseorang membuatnya berhenti melangkah, sesaat ia melihat kehidupan bahagia sebuah keluarga. Namun itu bukanlah untuk dirinya, tapi untuk gadis berambut coklat yang tertawa senang di depan sana.

Reisya menatap datar keluarganya itu, ia mencoba mengabaikan mereka. Tapi apalah daya, hatinya tertusuk sakit melihatnya.

"Rei, sayang ayo sini sarapan bersama?" ajak Meri, ibu kandung Lucy dan ibu tiri Reisya.

"tidak perlu, lebih baik aku pergi" balas Reisya tanpa ekspresi.

Baru saja Reisya melangkah, namun gertakan sang ayah membuatnya kembali berhenti.

"Reisya dimana sopan santunmu? Apa kau tidak bisa menghargai orang lain? Apa seperti itu yang ibumu ajarkan padamu?" tegur sang ayah tegas.

Sesaat saja Reisya ingin memukul wajah ayahnya sendiri, tangannya terkepal kuat. Namun ia menahannya, dan tersenyum sinis.

"aku lupa apa itu sopan santun, ayahku terlalu sibuk dengan jal*ngnya daripada mengajariku tentang sopan santun." jawab Reisya dengan sindiran.

sang ayah yang mendengar hal itu sontak tidak terima, ia menghampiri dan akan menampar Reisya. Jika saja Meri tidak mencegahnya, dan menenangkan suaminya itu.

"dasar anak kurang ajar! Pergi kau!" usir sang ayah pada putrinya.

"cih, drama membosankan" gumam Reisya lalu ia melangkah keluar dari mansion ini.

Begitulah kehidupan Reisya saat ini, setelah kedua rubah betina itu berhasil mengambil perhatian ayahnya. Reisya bagaikan seorang asing dalam rumahnya sendiri, bahkan ayahnya sendiri terbelenggu oleh mereka.

"cih, siapa juga yang perduli pada mereka" gumam Reisya kesal.

Reisya menaiki bus kota menuju ke sekolahnya, ia duduk dan menghadap jendela. Pemandangan kota memang indah, begitulah pikirnya.

"cih, kalau saja ponselku tidak tertinggal. Tidak akan pernah aku mau menaiki bus seperti ini." gumam seseorang di sampingnya membuat Reisya mengalihkan perhatiannya.

Reisya menatap tajam pria di sampingnya ini, memang si keadaan bus ramai dan penuh. Tapi pria ini terlalu mengambil posisi banyak di kursi bus ini, Reisya bahkan terhimpit ke sisi jendela dan merasa sesak.

"bisa geser?" tukas Reisya tidak tahan.

Pria itu menatap Reisya tidak suka, lalu ia menjawab perkataan Reisya dengan gumaman yang tidak bisa Reisya mengerti.

"hm?" gumam pria itu.

"lo mau bunuh gw? Cepat geser! Gw merasa sesak!" kecam Reisya tidak tahan dengan himpitannya.

Pria itu menatap Reisya lagi, namun ia sedikit menggeser posisinya.

"tadi terdorong orang" ucap pria itu, Reisya menatap heran.

"dasar aneh" gumam Reisya pelan.

"lo bilang apa?" tanya pria di sampingnya tidak terima.

"apa?" balas Reisya menantang.

"cih, gadis menyebalkan" gumam pria itu dengan wajah malas.

"anda mengatakan sesuatu tuan?" tanya Reisya dengan wajah datarnya.

"tidak" jawab pria itu malas menanggapi.

Mereka masing-masing kembali terdiam, tidak ada lagi pertengkaran yang terjadi. Waktu tempuh bus hingga sampai ke sekolah mungkin setengah jam, karna jaraknya lumayan jauh.

.

.

.

Smart High School, sekolah elit nomor 1 di kota ini. Hanya para kelas atas yang bisa masuk sebagai siswa di sekolah ini, dan memiliki kriteria tertentu atau khusus. Dan Reisya adalah salah satu siswa khusus, ia masuk ke sekolah ini bukan karna uang orang tuanya melainkan prestasi belajarnya.

Reisya sejak kecil memiliki otak yang cepat merespon apapun yang di dapatnya, karna itulah ia mudah mengingat dan memahami pelajaran. Kemampuan spesialnya ini tidaklah ia sia-siakan untuk keegoisannya semata, ia akan menunjukkan pada ayahnya jika ia bisa hidup tanpa bantuan ayahnya itu.

Smart High School tidak hanya memberikan pembebasan biaya bagi siswa berprestasinya, tapi juga memberi tunjangan hidup selama nilai dari penerima beasiswa itu tetap stabil. Kelas Reisya berada di lantai 5, di sana ada kelas khusus nomor 1.

Reisya menaiki lift untuk menuju ke kelasnya, namun sebelum pintu lift tertutup seseorang mengulurkan tangannya untuk menggagalkan pintu lift tertutup. Dan lagi, pria aneh itu yang melakukannya.

"sungguh sial bertemu dengannya lagi" keluh Reisya pelan.

Dapat Reisya lihat pria itu juga menatap Reisya sama kesalnya, sepertinya pria itu tidak menyukainya.

"cih, kalau bukan karna terlambat. Gw gak mungkin mau bersama dengan gadis menyebalkan ini!" gumam pria aneh itu.

"kalo lo gak suka, kenapa malah ikut" sindir Reisya tajam.

"terpaksa!" jawab pria itu kesal.

Jeg.. Tiba-tiba guncangan terasa dari dalam lift, lampu lift pun mati. Dapat di duga jika lift bermasalah, dan pasti akan memakan waktu lama untuk bisa keluar dari lift yang bermasalah ini.

"hei, lebih baik lo diam. Para petugas akan datang dan menyelamatkan kita." ucap pria aneh itu, sepertinya ia bermaksud menenangkan Reisya.

Tapi dimana Reisya? Kenapa suasana tiba-tiba hening seperti tidak ada kehidupan, apa yang terjadi pada Reisya?

Reisya bersandar di pojokan lift sambil memeluk lututnya sendiri, tubuhnya bergetar ketakutan dan air matanya mulai keluar. Ia merasa sakit dan sesak pada dadanya, Reisya mulai kembali mengalami trauma psikologisnya.

"ibu, jangan tinggalkan aku! Tidak, ibu tolong aku! ibu tolong!" teriak Reisya tiba-tiba.

"aku takut, aku takut, tolong ibu tolong aku! Aku benci gelap, tolong aku!" tangis Reisya pecah, ia benar-benar membenci kelemahannya ini.

Reisya merasakan seseorang memeluknya, menenangkannya dan menghangatkan perasaannya. Suara itu, ia mengenalnya, suara pria yang bertengkar dengannya beberapa saat lalu. Pria yang menyebalkan, mungkin juga menenangkan.

.

.

.