Setelah makan malam, Aurel masih mengekori Kevin untuk naik ke lantai atas.
"Kevin..."
Dia menjajarkan langkah kaki Kevin yang besar.
"Aku akan mandi." Melihat Aurel yang semakin antusias padanya, Kevin tidak bisa menahan untuk menggoda Aurel agar dia terus berusaha.
Aurel duduk di sisi ranjang, dia masih menunggu Kevin menyelesaikan mandinya. Dia tidak mungkin menyerah lagi karena ini merupakan kesempatan terakhir yang dia miliki. Jika saja dia tetap gagal, maka dia benar-benar berakhir.
Setelah beberapa menit, Kevin tampak selesai dan keluar dari kamar mandi. Aurel bergegas menghampirinya.
"Kevin... Aku minta ma'af..."
"Kenapa?... Apa kamu membuat kesalahan?"
"Tidak! Aku hanya ingin minta ma'af."
"Untuk apa meminta ma'af? Apa karena kamu mengutukku?"
"Ti-tidak, aku tidak pernah mengutukmu."
"Jika tidak ada yang ingin dikatakan lagi, aku akan tidur." Kevin selesai mengenakan pakaian tidurnya dan langsung berbaring di kasur empuk mereka. Tetapi Aurel masih tidak menyerah untuk bersuara.
"Kevin... Vila itu, aku butuh itu untuk terakhir kali ini saja. Papa dan mama tidak akan menerimaku di rumah itu lagi jika aku tidak memberikan apa yang mereka inginkan." Setelah Aurel mengatakan itu, suasana di sana hening beberapa saat.
"Itu bukan urusanku," ujar Kevin acuh.
"Kevin..." Aurel masih tetap tidak menyerah memanggilnya. Itu membuat Kevin mendengus dan memutar tubuhnya untuk melihat wanita mungil yang tengah menatapnya dari sisi ranjang. Ada perasaan sedih dalam diri Kevin saat melihat istrinya sangat begitu berusaha untuk mengabulkan permintaan keluarganya yang tak tahu malu itu.
Kevin benar-benar tidak ingin membiarkan Aurel kembali tinggal di rumahnya. Jika Aurel kembali ke sana, dia tidak tahu apa yang bisa orang-orang itu lakukan pada wanita ini. Aurel mungkin saja akan terus di siksa dan dia pun akan tetap diam dengan semua perlakuan mereka.
"Kemarilah..."
Kevin mengundangnya ke atas kasur, namun Aurel tidak tahu maksud kata 'kemarilah' yang dia katakan itu, jadi Aurel masih diam di tempatnya.
Kevin menepuk si kasur yang kosong di sampingnya, dan dengan senyum menggoda dia mengajak Aurel untuk bergabung. "Jika kamu menurut, aku mungkin akan memberikan vila itu."
Aurel hampir saja tertipu dan dia hampir saja dengan bodoh berjalan mendekat. Kevin sudah pasti sedang bermain-main dengannya!
"Tidak mungkin," tolak Aurel.
"Baiklah kalau begitu." Kevin memperbaiki posisi tidurnya dan kembali menutup matanya.
"Kevin..."
"Apa?"
"Vila..."
Kevin mendengus. Dia benar-benar muak dengan kata 'vila' itu hari ini.
"Kenapa kamu sangat tertarik dengan vila itu?"
"Aku yakin kamu tahu, bukan aku yang tertarik, tapi papaku!"
"Papamu yang tertarik, lalu kenapa kamu begitu pusing?"
"Ini menyangkut hidup dan matiku, Kevin. Besok kita sudah akan bercerai dan-" belum sempat menyelesaikan kalimat nya, Kevin sudah memotong nya.
"Apa aku bilang begitu?" tanyanya.
"Apa maksudmu?" tanya Aurel balik kebingungan.
"Aku tidak pernah bilang akan setuju untuk bercerai," ujar Kevin dengan santai nya.
"Kevin!" Tentu saja Aurel kaget.
"Kemarilah..." Kevin lagi-lagi menepuk sisi ranjang. Dia benar-benar berharap wanita kecil ini akan menurut padanya seperti biasa nya.
"Tidak!"
"Jika kamu bersikap penurut seperti biasanya sekarang ini, aku mungkin akan memberikan segalanya untuk mu. Vila itu? Aku akan memberikannya dalam sekejap mata." Kevin juga masih tidak ingin menyerah untuk mengundang Aurel di sana.
"Kamu...." Aurel tersipu. Kevin sangat pandai menggunakan situasinya untuk bermain-main!
Kevin mengangkat sudut selimutnya dan menepuk-nepuk bagian kasur di samping nya lagi.
Aurel sudah sangat membuang kelemah lembutannya dan tingkah sopannya dihadapan Kevin hanya untuk mendapatkan vila itu. Dia tidak bercanda tentang vila itu menyangkut hal hidup dan matinya, karena itu benar, dia pasti tidak akan bisa bertahan tetap hidup jika papa nya sangat marah terhadap nya.
Setelah berkali-kali mendapat undangan halus Kevin di kasurnya, Aurel mendadak linglung. Itu sangat membuatnya malu.
"Jika kamu tidak memberikan vila itu, aku benar-benar tidak akan menceraikan mu!"
"Aku setuju!" Kevin membalasnya dengan tegas. Itu membuat Aurel berdiri kaku di tempatnya.
Apa? Aurel tidak berpikir Kevin benar-benar akan setuju dengan ancamannya. Dia mengira Kevin tengah bercanda padanya jadi sekarang dia sangat kesal dan juga cemas. Pria ini tidak pernah mengerti bagaimana hidup Aurel yang sangat menderita.
Melihat Kevin yang telah memejamkan matanya dan tertidur, Aurel tambah kesal. Dia berjalan keluar dengan membanting pintu kamar dengan cukup keras.
Sebenarnya itu tidak disengaja....
Aurel lekas kembali membuka pintu untuk melihat Kevin. Dia merasa tidak enak.
Benar sekali saat dia membuka pintu itu kembali, Kevin sedang memandang ke pintu dengan wajah marah nya.
"Ma'af, yang itu aku tidak sengaja." Aurel tersenyum kaku.
Selama ini, Aurel selalu lembut pada Kevin. Dia seperti kucing rumahan yang jinak, namun hari ini dia benar-benar di luar kendali dan telah menunjukkan sisi buruknya pada Kevin. Aurel tidak terlalu mempersalahkan itu, toh mereka sudah akan bercerai, jadi Aurel tidak perlu berpura-pura jinak lagi di depan pria tak berperasaan itu.
Sedangkan Kevin. Setelah Aurel membanting pintu dan meminta ma'af padanya. Kevin malah tambah tersenyum lebar. Dia tidak menyangka istri manisnya bisa segalak itu. Dia merasa telah ditipu dengan sempurna selama ini, bagaimana istri kecilnya bisa sangat menarik ketika dia telah memperlihatkan jati dirinya yang asli dan telah menunjukkan cakar nya dengan jelas.
Kevin diam-diam menarik sudut mulutnya. Tersenyum.
Kevin bukannya tidak berperasaan dan tidak peduli dengan kecemasan istri nya. Dia hanya tidak suka bagaimana keluarganya memperlakukan Aurel. Seolah Aurel adalah sebuah alat untuk mendapatkan harta kekayaan Kevin. Itu membuat Kevin marah. Dia tidak suka melihat bagaimana Aurel dimanfaatkan.
Aurel sudah berdiri di balkon jendela di kamar tamu. Kamar itu biasa Kevin gunakan untuk tidur terpisah dengan Aurel, ketika dia tidak ingin mengganggu Aurel yang telah tidur padahal dia sangat ingin melakukan beberapa hal dengan istrinya, maka dia akan ke kamar ini untuk menahan diri.
Aurel menghirup udara sebanyak mungkin. Malam itu cukup cerah dan hawa dinginpun tidak mematikan, jadi Aurel enggan untuk berada di atas kasur dan tertidur lebih awal malam ini, dia ingin meratapi nasib nya di hari esok.
Dia sudah gagal mendapatkan vila, dia juga gagal mengancam Kevin. Apa Kevin sedang balas dendam padanya karena dia mengutuk nya?
Benar, Kevin pasti sangat kaget melihat Aurel yang selalu lembut selama ini mendadak menjadi kasar secara seperti itu. Tapi bagaimana bisa dia membalas Aurel dengan mengatakan lelucon bahwa dia tidak ingin bercerai? Dia tidak sedang benar-benar ingin menambah penderitaan Aurel, kan?
Lelah dengan kekacauan emosional, Aurel tanpa sadar telah tertidur begitu saja di atas sofa dengan jendela kamar yang terbuka lebar.