Aurelia Nugraha mengerjap beberapa kali sebelum berakhir mengerang saat sinar matahari menerkam wajahnya dan menari-nari di sana. Dia melihat sekelilingnya dengan panik.
Kamarnya benar-benar kosong! Selain kamar yang berantakan oleh baju-baju robek di lantai, Aurel tidak penemukan si pelaku yang bersamanya tadi malam.
"Tidak mungkin pria itu sudah pergi, aku bahkan belum mengatakan apa-apa!" Wajah panik Aurel memanas dengan amarah, bercampur dengan cemas.
Dia berteriak frustrasi, "Pria berengsek!"
Aurel sudah menunggu waktu yang pas untuk menggunakan pria itu. Tadi malam dia bahkan sangat lelah, namun dia tetap memaksakan diri untuk terjun ke tempat tidur ini untuk merayunya. Dia hanya ingin hal sederhana dan sekarang dia bahkan belum sempat mengatakan apapun tapi pria itu sudah menghilang begitu saja.
"Siapa yang kamu panggil berengsek?"
Seorang pria yang tampak baru saja keluar dari kamar mandi, dengan mengenakan handuk putih yang melilit longgar di pinggulnya, dia menatap Aurel dengan tajam.
Aurel tertegun.
"K-kevin..."
Dia pikir Kevin sudah kabur begitu saja. Otaknya tidak terlalu jernih jadi dia tidak dapat mengira bahwa Kevin mungkin saja sedang ada di dalam kamar mandi.
Apa Kevin mendengar teriakannya? Itu jelas akan membuat Kevin marah dan berakhir dengan suasana hati yang buruk.
"Kamu barusan... Siapa yang kamu teriaki 'pria berengsek'?" Kevin menatap tajam pada Aurel yang sekarang masih tidak menjawabnya.
"A-aku? Aku tidak pernah berteriak dengan kata-kata buruk seperti itu."
"Katakan dengan jujur. Apa kamu baru saja mengatakannya untukku?"
"Ti-tidak, tidak, bagaimana mungkin aku .... ?"
"Aurel ... " Kevin menegur dengan suara datar namun jelas dia terdengar sedang mengintimidasi.
"Baiklah, baiklah, tadi aku hanya bermimpi di culik oleh pria tak dikenal, jadi... Mungkin karena begitu ketakutan, sehingga aku berteriak tanpa sadar dalam tidurku."
Alasan itu sungguh bodoh, namun hanya alasan itu yang terlintas di benaknya.
"Kamu sangat manipulatif." Kevin benar-benar dalam suasana hati buruk sekarang. Bagaimana mungkin dia percaya dengan dalih Aurel barusan. Wanita itu pasti berniat mengolok-olok dirinya!
Mata Aurel sedikit bergetar, dalam suasana hati seperti ini, Kevin pasti akan menolaknya lagi. Tetapi Aurel tidak akan menyerah.
"Aku mengatakannya dengan jujur, Kevin."
Aurel menarik selimutnya untuk menutupi bagian tubuhnya, berdiri dari kasur dan tersenyum manis pada Kevin.
Kevin mengamati. Matanya menjelajahi tubuh Aurel dengan tenang. Kulit putih Aurel terlihat lebih kontras dengan warna selimut yang dia lilit sembarangan, kulitnya terlihat lebih lembut saat matahari membantu menyinari tubuhnya dengan jelas. Kevin terutama menyukai senyum Aurel yang menawan dan rambut acak-acakan itu, menambah daya pikatnya sendiri.
Tidak bisa dipungkiri, Aurel benar-benar cantik.
Kevin segera memalingkan wajahnya. "Apa yang kamu inginkan?" Dia berbicara acuh tak acuh sambil berjalan ke sisi lemari untuk mendapatkan pakaiannya.
Mendengar itu, Aurel tampak berseri dan bergegas berjalan mendekat pada Kevin. "Vila di kota Due, bisakah kamu memberikannya padaku?"
"Tidak!" Kevin langsung menjawab dengan sangat santai. Aurel sedikit terkejut.
Benar sekali Kevin akan menolaknya seperti itu.
"Kenapa? Kamu memiliki banyak vila diberbagai kota, aku hanya meminta vila di kota Due yang bahkan aku yakin vila itu tidak terlalu bernilai di matamu."
Kevin mengerutkan kening saat Aurel sudah berada di depan lemari untuk mendapatkan perhatiannya. Dia berbicara dengan suara dingin, "vila itu masih tetap milikku, terlepas dari apa itu bernilai atau tidak di mataku, mengapa kamu sangat percaya diri untuk memintanya padaku?"
Aurel merapatkan giginya. Tangannya sudah mengepal kuat di bawah sana, siap meninju pria ini. Tapi, itu jelas tidak mungkin terjadi.
Dia tidak akan berani, jadi Aurel hanya menarik napas dalam-dalam. Mencoba menelan sikap sombong Kevin, Aurel melempar senyum memikat padanya.
"Kita baru saja tidur bersama tadi malam, tidakkah kamu merasa memberikan vila kecil itu padaku akan sangat ringan dikabulkan?"
Kevin mengabaikannya. Seolah tidak mendengar apa yang Aurel ucapkan barusan, dia selesai mengenakan kemeja nya dengan rapi dan beralih untuk mengikat dasi pada kerah kemeja nya. Aurel bergegas menarik dasi tersebut dari tangan nya dan mengambil alih untuk membantu.
Aurel melilitkannya dengan gerakan hati-hati dan kembali membuka mulutnya untuk berbicara, "Kevin, aku hanya membutuhkan vila itu, tidak bisakah-"
"Tidak." Kevin memotong.
Saat Aurel selesai membantunya mengenakan dasi, dia meraih mantelnya kemudian berbalik untuk pergi dari sana.
Aurel sangat kesal. Sungguh. Namun, dia bertekad untuk tidak menyerah, jika emosinya keluar saat ini maka dia tidak akan mendapatkan vila itu sama sekali. Tenang dihadapan Kevin akan sangat membantu dirinya untuk saat ini.
Aurel memandang Kevin dengan tersenyum lagi. "Sekali ini saja, aku hanya butuh vila itu, setelah ini aku tidak akan meminta apapun. Aku janji." Aurel bersungguh-sungguh.
Kevin menatapnya. Aurel sedang tersenyum dengan sangat menawan.
Wanita ini... dia hanya bertingkah sangat mempesona padanya seperti itu ketika ada maunya saja.
Kevin lekas berpaling dengan mantap, bertahan untuk tidak tergoda padanya. Kemudian dia benar-benar berlalu meninggalkan Aurel di sana.
Melihat Kevin pergi, Aurel tidak mungkin tidak semakin panik.
"Kevin!" Aurel mendidih. Aurel juga tidak mengerti kenapa Kevin memiliki sifat buruk seperti itu, sombong, dan keras kepala. Aurel tidak bisa menahan rasa frustrasi nya lagi. Dia sangat kesal, dia rela tidur dengannya tadi malam, tetapi sekarang dia tidak mendapatkan apa-apa. Itu semua sia-sia.
Tanpa menoleh sedikitpun, Kevin berjalan meninggalkan ruangan itu dengan santai. Aurel ingin mengejarnya lagi, namun karena saat ini dia belum mengenakan pakaian, hanya melilitkan selimutnya, Aurel mengurungkan niat nya untuk melangkah lebih lanjut. Dia lantas menarik napas dalam-dalam dan berjalan kembali menuju kamar mandi.
Aurel menoleh lagi ke pintu tempat dimana Kevin meninggalkannya. Karena pintu masih belum tertutup, dia berniat untuk menutupnya dulu, namun perasaan jengkel lebih dulu merayap di matanya ketika menatap pintu itu, dengan mata permusuhan dia mulai meneriki pintu nya.
"Kevin berengsek! Aku akan memotong tubuhmu menjadi seratus bagian dan akan melempar nya ke laut. Kamu pria sombong yang tidak memiliki perasaan, aku akan membunuhmu!" Aurel berteriak nyaring, bahkan jika kamar mereka kedap suara, itu akan tetap terdengar karena pintu kamarnya tidak sedang tertutup saat itu.
Aurel tersenyum puas. Dia tidak menyangka mengutuk Kevin dengan keras seperti itu bisa membuat hati nya cukup tenang.
Aurel berjalan mendekati pintu untuk menutupnya, tetapi tiba-tiba sebuah sosok tinggi yang sedang menggenggam beberapa lembar dokumen di tangan ramping nya, muncul perlahan di depan sana.
Aurel mengerjap dengan ketakutan. Dia baru saja mengutuk suaminya begitu keras. Dan sekarang... suami nya ada di depan nya, menatapnya dengan datar, dengan aura dingin yang mengelilinginya.
'Apa dia mendengarnya?!'
"Apa yang baru saja kamu katakan, Aurel?" Wajah Kevin menjadi gelap dan senyum sinis yang tidak benar-benar jelas terukir di wajah tampannya.