webnovel

Tawaran Menikah

"Fungsi ginjal pak Deni sudah semakin menurun. Akibatnya terjadi penumpukan racun di dalam tubuhnya. Sebaiknya kita segera melakukan cangkok ginjal agar nyawanya bisa terselamatkan," ucap seorang dokter spesialis penyakit ginjal tersebut.

Mila menatap ayah angkatnya yang terbaring tak berdaya. Beberapa saat yang lalu ia ditemukan pingsan di tempat kerjanya. Dalam hati Mila ingin sekali mendonorkan salah satu ginjalnya pada ayahnya tersebut, namun ternyata darah mereka tidaklah sama.

Mila sudah diangkat menjadi anak oleh Deni sejak usianya masih sembilan tahun. Karena sejak lahir ia sudah tinggal di panti asuhan. Hal itu membuatnya tidak pernah mengetahui perihal orangtua kandungnya.

Mila pertama kali mendapatkan kasih sayang orangtua hanya dari Deni. Meskipun lelaki paruh baya itu hanyalah seorang pegawai biasa di sebuah perusahaan tapi ia mampu mengasuh dan mendidik Mila dengan baik. Mantan istri Deni sendiri telah pergi meninggalkan suaminya tersebut begitu mengetahui jika Deni tidak bisa memberikan keturunan padanya. Sejak saat itu Deni mengadopsi Mila dan hanya hidup berdua hingga sekarang.

"Aku akan mendonorkan ginjalku untuk pak Deni."

Mila lantas menoleh begitu mendengar kalimat yang terlontar dari seseorang yang tidak ia kenal. Sepertinya dia yang sudah membawa ayahnya tersebut ke rumah sakit.

"Anda siapa?" Mila berdiri menatap pria itu.

Beberapa bulan yang lalu.

Vian adalah seseorang yang sukses di usia muda. Ia merintis perusahaan advertising dari bawah hingga besar saat ini. Sayangnya seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Di balik kesuksesannya dia menyimpan sebuah luka yang besar.

Bagaimana tidak? Wanita yang baru saja ia nikahi satu minggu tiba-tiba meninggal dunia karena penyakit jantung.

Sejak kejadian itulah Vian berubah menjadi sosok yang dingin dan tempramen. Dia akan sangat marah jika ada sesuatu yang tidak berjalan lancar. Padahal sebelumnya ia adalah pria yang ramah dan murah senyum.

Kini sudah dua tahun istrinya pergi meninggalkan Vian untuk selamanya. Selama itu pula senyumnya telah hilang dari wajah tampannya. Tidak ada yang pernah melihat senyumnya lagi setelah musibah yang menimpanya itu.

Vian kembali ke dalam mobilnya setelah ziarah ke makam istrinya. Seperti biasa ia mengemudikan mobilnya dengan stabil. Hingga tiba-tiba saja terdengar benturan keras dari belakang mobilnya.

Vian segera keluar untuk mengeceknya. Dan di sana tampak seorang wanita sedang sibuk memunguti beberapa gelas kopi yang berserakan di jalan.

"Ah, gimana nih? Nggak ada yang bisa diselamatkan. Aku pasti dipecat," keluh wanita bertopi itu.

"Apa kamu tidak akan minta maaf setelah menabrak mobilku?" ucap Vian yang masih mencoba untuk menahan amarahnya.

"Sepertinya mobilmu nggak kenapa-kenapa. Cuma lecet sedikit, apa kamu nggak lihat motorku lebih parah rusaknya? "

Mila mendongakkan wajahnya untuk melihat pria yang tidak sopan itu.

"Delia.." gumam Vian. Dia tertegun melihat wanita yang ada di depannya saat ini. Untuk sesaat mereka hanya saling menatap tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Vina segera menyadarkan dirinya, jika wanita itu bukanlah Delia mendiang istrinya. Meskipun tidak bisa dipungkiri jika Mila memang mirip dengan wajah istri Vian.

Jika diperhatikan mata dan garis wajahnya sama seperti milik Delia. Mereka sama-sama memiliki garis wajah mars line yang begitu jelas.

"Mana bisa begitu! Kamu yang jelas-jelas yang nabrak duluan," tegas Vian.

"Oke.. Gini aja, ini alamat kafe tempatku bekerja. Kamu bisa ke sana nanti kalau mobilmu benar-benar rusak parah. Aku akan ganti rugi buat perbaikannya. Sekarang aku harus buru-buru mengganti pesanan kopi yang tumpah!" Mila lalu bersiap untuk pergi setelah memberikan kartu alamat kafe tempat ia bekerja untuk pria menyebalkan itu.

"Ah.. Untungnya masih nyala." Mila bernapas lega begitu motornya masih bisa menyala.

"Tunggu dulu! Tapi.. ban motormu sedikit bengkok." Ucapan Vian tidak terdengar oleh Mila, karena wanita itu sudah terlanjur pergi menjauh.

Kemudian Vian segera kembali ke dalam mobilnya dan mengikuti motor yang dinaiki Mila. Dia mengemudikannya begitu pelan karena wanita itu terlihat tidak stabil menggunakan motornya.

"Itu berbahaya," desah Vian.

Setelah beberapa lama, motor Mila berhenti di sebuah kafe yang tidak terlalu besar. Vian diam-diam memperhatikan Mila dari dalam mobilnya. Wanita itu tampak sedang dimarahi atasannya karena sudah ceroboh merusakkan motor milik kafe dan menjatuhkan semua pesanan kopi yang dia bawa.

Setelah selesai dimarahi, Mila terlihat kembali sibuk menyiapkan pesanan kopi yang sudah ia jatuhkan tadi. Dan tidak lama dia kembali keluar dan menaiki ojek yang sedang mangkal tidak jauh dari sana.

Vian keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam kafe itu.

"Aku ingin bicara dengan bosmu," ucapnya pada karyawan yang berjaga di konter. Dia kemudian menunggu dan duduk di salah satu kursi di sana.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya pemilik kafe setelah ia sampai di hadapan Vian.

"Aku ingin tahu apa yang terjadi dengan wanita tadi?" tanya Vian.

"Wanita yang mana ya?" Pemilik kafe tampak bingung dengan pertanyaan pria yang duduk di depannya itu

"Wanita berambut cokelat panjang yang baru saja keluar dari kafe ini. Dia bekerja di sini kan?"

"Oh, maksud Anda Mila? Karyawan ceroboh itu?" Si pemilik kafe kembali geram saat mengingat kejadian yang menimpa karyawannya itu dan membuat dirinya merugi.

"Iya. Apa dia harus ganti rugi untuk kerusakan motor dan pesanan kopi yang dia jatuhkan?"

"Tentu saja! Aku akan memotong setengah gajinya setiap bulan."

"Memangnya berapa yang harus dia ganti?" tanya Vian tiba-tiba.

Pemilik kafe lantas melirik Vian yang tampak seperti orang kaya. "Apa dia pacar Mila?" batinnya merasa curiga.

"Lima juta," jawab pemilik kafe pada akhirnya.

"Tuliskan nomor rekening anda di sini." Dengan santai Vian mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi m-banking miliknya.

"Sekalian tulis saja nominal yang anda mau," ucap Vian sambil menyerahkan ponselnya pada pemilik kafe.

Dengan ragu pria berusia sekitar tiga puluh tahunan itu mengetikkan nomor rekeningnya pada ponsel Vian. Dan benar saja, tidak lama ada pemberitahuan sejumlah uang yang masuk ke dalam rekeningnya.

"Sebagai gantinya, jangan potong gajinya dan tolong perlakukan dia dengan baik," kata Vian kemudian beranjak untuk pergi dari sana.

"Baiklah tuan! Saya akan memperlakukannya dengan baik mulai sekarang," seru pemilik kafe yang puas dengan uang yang baru saja ia terima.

Vian menatap foto istrinya yang tergantung di kaca spion dalam mobilnya.

"Kenapa aku melakukan hal ini?" gumamnya yang tidak percaya dengan apa yang sudah ia lakukan untuk wanita yang baru saja ditemuinya hari ini.

Ada sebuah perasaan yang menggelitik hati Vian. Perasaan yang sudah lama tidak pernah dia rasakan sejak kepergian Delia. Entah mengapa hatinya kembali berdebar saat melihat sosok yang mirip dengan mendiang istrinya itu.

*

Setelah operasi berhasil dilakukan.

"Terima kasih banyak karena sudah menolong ayahku," ucap Mila pada Vian yang terbaring di atas brankar karena masih dalam proses pemulihan setelah operasi.

"Sama-sama. Aku melakukannya karena pak Deni salah satu karyawanku yang setia selama ini." Vian berusaha duduk dan membenarkan posisinya.

"Apa ada yang bisa aku lakukan untuk membalas kebaikanmu?"

Vian menatap serius wajah Mila.

"Apa kamu mau melakukannya? Apa saja yang aku inginkan?"

"Yah, kalau aku bisa aku pasti lakukan." Mila menunduk menghindari tatapan mata Vian yang tak lepas darinya.

"Apa kamu mau menikah denganku?"

"A–apa?! Menikah?!"