webnovel

Bertemu calon mertua

Di sebuah cafe yang terletak tak jauh dari jalan raya, tampak seorang pemuda yang memakai pakaian serba merah, khas pegawai cafe baru saja selesai mengantarkan pesanan ke meja pelanggan. Pria itu bahkan mematikan ponselnya sejak masuk kerja tadi.

Seperti rutinitasnya di siang hari, selepas sholat Dzuhur, pemuda pemilik kulit putih bersih itu bekerja di cafe tersebut. Cafe milik temannya ini terbilang ramai jika jam makan siang tiba.

Dengan langkah tergesa pria itu menuju ke toilet yang letaknya di sebelah barat, dari dapur tempat memasak. Sejak tadi dia sudah menahan hajatnya, karena tidak sempat yang harus melayani pelanggan.

Usai membuang hajatnya, pemuda itu duduk di dapur, gabung dengan pekerja lainnya. Karena memang sudah sedikit senggang, pengunjungnya.

"Surya, kamu katanya mau izin pulang cepat malam ini," ujar wanita berambut pirang pada pemuda itu.

Seketika pria itu menggaruk tengkuknya, dia bahkan melupakan janjinya pada wanita yang mobilnya ia tabrak tadi siang.

"Astaghfirullah, iya. Aku sampai lupa!!!" desisnya, meraih tas dan kontak motornya yang terletak di atas lemari pendingin. Setelah itu, dia bergegas menemui Jaya, pemilik cafe tempat dia bekerja.

"Ya, aku izin pulang cepat ya, hari ini. Soalnya, ada yang harus aku urus," pintanya pada sahabatnya itu.

"Oh iya udah gak apa. Emang ada apa, Sur? Kok kayaknya kamu panik gitu!" balas Jaya yang menangkap gelagat aneh pada sahabatnya.

"Eh...nanti deh kapan-kapan aku ceritakan. Aku buru-buru soalnya, aku pergi sekarang ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Setelah mendapat izin dari pemilik cafe, tak lupa pemuda itu pamit pada teman-temannya yang masih berada di dapur, cafe itu. "Aku pamit duluan, ya! Assalamualaikum."

Surya Kusuma, pemuda berusia 25 tahun itu hidup seorang diri. Dia di besarkan di panti asuhan sejak umur satu tahun. Bahkan hingga saat ini, dia tidak pernah tahu siapa orangtua kandungnya, tinggal dimana? Dia tidak tahu. Karena ibu panti menemukannya di tempat sampah, depan panti asuhan itu. Tak ada petunjuk apapun yang ia miliki selain kalung berbahan emas, dengan bandul berbentuk hati. Itu satu-satunya petunjuk yang ia miliki, tentang jati dirinya.

Saat ini dia tinggal di sebuah rumah yang tempatnya tidak jauh dari cafe tempat dia bekerja. Selain bekerja sebagai pelayan cafe, dia juga bekerja sebagai ojol. Untuk mengisi waktu luangnya, karena cafe tempat dia bekerja buka saat menjelang jam makan siang. Jadi, pagi dia gunakan untuk menjadi ojol.

Dengan mengendarai motor kesayangannya, sampai juga dia dirumahnya. Sebuah rumah permanen, bermaterial bata merah, tempat tinggalnya saat ini. Segera ia membersihkan diri, dan menunaikan kewajibannya. Karena tepat saat itu, adzan isya berkumandang.

Usai mengganti pakaiannya, pemuda itu duduk di sisi ranjangnya. Seraya menggaruk kepalanya, dia mulai berfikir.

"Gimana caranya agar aku bisa temui itu cewek, la tadi gak sempet minta nomor ponselnya!" desisnya, mulai mengambil tasnya.

"Lagian permintaannya aneh banget sih! Masa cuma gitu aja, minta di nikahi! Kan' aku gak ngapa-ngapain dia!!! Aneh..." Surya mulai membuka tasnya mengambil ponselnya di dalam.

Saat dia mulai menghidupkan datanya, beberapa panggilan dari WhatsApp nya berentet di layar ponselnya. Tak hanya itu, ada beberapa chat juga dari nomor baru.

Di bukanya satu persatu chat itu.

(14.30): ini gue, yang mobilnya Lo tabrak tadi.

(14.35): Lo gak lupa kan, dengan perjanjian tadi!!?!

(14.40): Awas aja, kalau sampe Lo gak dateng. Gue bakal viralin Lo di medsos.

(14.50): Lo kemana, sih!

Seketika matanya membulat sempurna setelah membaca pesan dari wanita yang mobilnya ia tabrak tadi. "Darimana dia tahu nomorku, ya?" gumamnya, segera memasukkan ponselnya kedalam saku celananya. Kemudian beranjak dari tempat duduknya menuju ke rumah wanita itu. Bahkan dia melewatkan makan malamnya, karena terburu-buru.

"Sebaiknya, aku telpon dulu deh nomornya," lirihnya sebelum naik ke moge-nya.

Tut...Tut... Terdengar nada panggilan dari seberang. Surya mulai gelisah, saat panggilannya tidak di jawab oleh wanita itu. Dia coba ulangi lagi.

Dan....

"Lo kemana aja, sih!!!!" Terdengar seperti petir yang sedang menyambar. Hingga pria itu menjauhkan benda pipih itu dari telinganya.

"Halo...Lo dengar gak!!!?" bentaknya lagi. Seketika membuat Surya meringis ngeri.

Bisa-bisanya dia di temukan dengan wanita yang kayak petasan menyambar kalau ngomong.

"Iya, denger!" dengusnya sebel.

"Ya udah buruan deh ke rumah gue. Nyokap, bokap gue udah nungguin Lo dari tadi." Tut... Wanita itu memutuskan panggilannya.

Dengan kesal, Surya memukul ponselnya.

"Shift...sial banget sih hidupku!!?!"

"Astaghfirullah, kan tujuanku telon dia mau nanya dimana rumahnya. Kenapa jadi kekgini!?!"

Surya mulai mengotak-atik ponselnya, setelah itu mencoba melakukan panggilan telepon lagi ke nomor wanita itu.

Tuuttt...Tut..."apa lagi?" Terdengar suara di seberang.

"Makanya kalau orang mau ngomong itu dengerin dulu!!?" teriak Surya yang mulai kesal dengan wanita itu.

"Jangan bilang Lo mau gagalin kesepakatan kita tadi," sambar wanita itu.

"Astaghfirullah, nih orang terbuat dari apa sih mulutnya. Main nerocos mulu!"

"Eh jangan kurang ajar ya, loh!!!"

"Udah...udah...ni gue jadi gak di suruh ke rumah Lo!"

"Jadilah!!!"

"Ya udah, kasih tahu gue alamat rumah Lo, sekarang!!!"

"Emangnya Lo gak tahu apa rindu gue?"

"Helo...emang Lo tuh siapa? Ya kali Lo anak presiden, jadi semua orang tahu di mana rumah lo?"

Dilara menyebutkan alamat rumahnya. Setelah itu menutup kembali panggilan teleponnya dari Surya. Tampak jelas dari wajahnya kegirangan, karena dia terbebas dari ancaman orangtuanya.

Sebelum mendapat telpon dari Surya, wanita berparas cantik itu di cecar pertanyaan oleh kedua orangtuanya.

"Ra, mana pacar kamu? Kok belum datang?"

"Jangan-jangan itu cuma akal-akalan kamu, supaya bisa mengelak dari perjodohan itu?"

Dan pertanyaan itu membuat pemilik wanita dengan tinggi 163 cm itu bergedik ngeri. Dia sendiri juga tidak yakin kalau pemuda yang akan menjadi penyelamnya akan datang hanya karena ancamannya.

Namun, setelah pemuda itu menghubunginya perasaan lega menyelimuti hatinya saat ini. Entah kenapa, sejak pertama kali pertemuannya dengan pemuda itu, dia selalu terbayang wajah ketakutan pemuda itu. Dan itu membuatnya senyum-senyum geli, jika mengingatnya. Dan pikirannya menelisik jika dia menjadi istri dari pemuda itu. Bahkan, dia belum tahu siapa pemuda itu? Dari keluarga baik-baik atau tidak. Tapi, itu semua tak menjadi dirinya ragu untuk memilih Surya sebagai calon suami pura-puranya.

Hingga lamunannya berakhir saat mamanya mengetuk pintu kamarnya.

"Ra...kamu belum tidur, kan'?" teriaknya dari luar.

"Belum Ma! Masuk aja!"

Tak menunggu lama, wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang sudah menginjak 47 tahun itu masuk kedalam kamar putrinya.

"Ra, di depan ada pemuda yang nyariin kamu!" ucap wanita itu pada putrinya.

"Apa!!? Pemuda?" tanya Dilara kaget.

Bahkan belum ada setengah jam mereka telponan, Surya sudah sampai di rumahnya.

"Kenapa kamu kaget? Kamu gak lagi berbuat macam-macam, kan'?" tebak Bu Yuni menatap curiga kearah Dilara.

"Apaan sih, Ma? Ya gak lah. Ya udah kita kedepan ya. Itu pasti Surya, pacar aku," ujar Dilara menyakinkan mamanya yang mulai curiga padanya.

Mereka berdua kemudian keluar dari kamar itu, untuk menuju ke ruang tamu. Di mana, Surya dan pak Irawan sudah menunggu mereka.

"Ya ampun, nih jantung kenapa jadi deg-degan kek gini, ya?" Batin Dilara.