TERJEBAK DALAM KATA
Begitu jauh diri ini mengejar seorang yang selalu dihati tetapi setelah
sampai tujuan ia terlihat kumpul dalam tenda perkemahan. Tidak lama aku bercerita dan dia sedang menikmati gorengan yang aku bawakan tak sengaja Irma berkata " pak lebih baik aku di bakar daripada tenda yang terbakar".
Antara sadar atau tidak sadar, ketika aku mengambil sebatang rokok malam itu, tiba – tiba terucapkan kata – katanya yang tidak pantas terhadapku.
Dengan kalimatnya itu, saya anggap mereka mengusir keras sehingga aku keluar dari tenda dan langsung memesan kopi hitam di samping perkemahan.
Melihat aku sendirian maka, "haopi dan Irma" menyempatkan diri untuk keluar dan langsung duduk di kursi panitia jambore yang ada di depan malam itu. haopi berkata" Sudah lama pak dosen?". Ha ha
"Haopi dan Irma" sudah membayangkan rasa dan kebahagiaan jika sudah di kampus atau di tempat perkuliahannya.
Seandainya tahu akan kejadian malam ini, untuk apa bertemu bersamamu, sahutku. memang sungguh tepat dalam perkiraanku padanya selama ini bahwa akan kejadian tersebut.
Seseorang yang tersimpan dalam hatinya itu mampu mengucapkan kata lewat via watshap "Aii girang na ngeni", padahal aku selalu berharap akan tegur sapanya yang lembut dan manis.
Memang sudah di perediksi akan keburukan hati "Santri" malam itu,
Pantas kau wanita penuh budi akan tetapi tiada menghargai apalagi mengerti akan kehadiranku di tempat ini.
"emangnya kanapa pak?", bila aku terus bersalah selama ini, izinkan aku minta maaf karena kita mungkin tidak lama lagi bersama dan akan berpisah tempat.
Sungguh kamu tiada mengerti akan perasaan seseorang yang ingin mendayung bahtera bersamamu disaat tanda bahagia nampak dan berada dalam genggamanmu.
Seandainya dari dulu, aku tahu kau bertingkah dan menghantarkanku dalam kebingungan, mungkinkah aku menjauh dan menghilang tampa terus mengikuti langkah
Mengapa di akhir akhir ini hatiku kau balut luka, katakan dengan jujur bila saat ini, dengan kehadiranku hanya kau anggap Es batu, dan kumohon ini tidak usah diceritakan karena aib bagimu.
Waktu yang tepat aku rencanakan demi kamu sehingga menyempatkan diri hadir untuk dekat dan ingin mendengar ucapan singkat dan lembut dari bibirmu.
Kehadiranku tulus untukmu bukan karena tugas, melainkan berusaha mengejar kesanggupan yang pernah kau ucapkan beberapa bulan lalu itu. "percuma kau bertahta" di depanku apalagi pada teman – temanmu jika tidak kau tuangkan dalam kata dan seindah tingkahmu dalam kemah.
Jika malam ini jemarimu masih beku dan berat untuk kau ukir, aku izinkan engkau berkata di hadapanku dengan sebenarnya. Masih saja engkau jawab, Apa ke kenanda pada saat makan bersama di sebuah rumah pedagang mie.
Malam itu juga engkau ajak aku untuk sholat berjamaah namun, kau mendahului padahal, dengan tulus kukatakan untuk menjadi imammu malam itu.
Memang banyak hal yang kau lakukan demi menghancurkan niat baikku padamu sambil makan malam bersama "Santri".
Setelah selesai makan malam, aku kau ajak untuk nonton festival di bumi perkemahan. Setibanya disana tetap saja kau biarkan aku dibiarkan lagi menyendiri tanpa basa basi.
Sejak malam ini aku mengerti tentang sikapmu yang bener – bener sangat berbeda dengan sebelumnya.
Tidak lama kemudian, aku minta izin pamitan pada guru pembimbing (Sahirun) dan bersalaman pada semua teman – temannya dan juga dia yang sedang nonton dari luar tenda.
Pada pukul dua puluh satu lima puluh tiga menit aku tiba di rumah dengan selamat sambil mengucapkan"Alhamdulillah" sampai rumah dengan selamat walapun tadi kau tak sempat memberi jawaban tepat aku yakin, mungkin kau bikin seribu siasat padaku dengan segala gerakan guna membuang seribu makna yang tiada akurat.
Tikungan tajam dan bebatuan pada malam itu terus kususuri demi menemuimu dalam perkemahan namun, sungguh jauh dari perkiraan kebahagiaan terbatas dengan keegoanmu malam itu.
Sebenarnya berat merasakan dingin disana tetapi karena ingin buka cerita antara kita yang kau katakana masih saja terpendam, tapi sayangnya ....mulutmu bagai pintu yang terkunci.
Hanya saja suara angin yang memberi aku tanda bahwa kau memang wanita sulit terbuka pada lelaki manapun apalagi padaku. bila waktu bisa bertanya, mungkin kamu bisa menerka keadaan akan hadirku semata hanya untuk minta ketulusan rasa yang tersimpan dihatimu.
"Akk laguk ndek da lawan ita ngobrol " dengan ucapan sama terus mengalir bagaikan air keluar dari gunung rinjani tetap kau bilang "Kah ndek ku ngerti pak", sebenarnya ada apa dan apa sebenarnya yang kau persulit bagiku selama ini.
"Ndek ta ngerti po", bahasa yang side sampaikan melalui lantunan puisi – puisi yang sedikitpun aku tidak mengerti, kata"Santri".
Jika masih kamu belum mengerti tidaklah mengapa saat ini cukup diantara kita berbagi tentang cirita diatas puing – puing impian cinta, "Ungkapku".
Lagi – lagi kau menjawabku"Luek pasien ne bapak" Sungguh memang kau tertutup dalam bahasa tetapi sedikitnya pasti kau mengerti tentang hadirku bukan untuk menyiksa.
Masih saja di jawab"Ttu ine ja" aku mau katakana apa sama cd.
Katakanlah hingga puas tetapi jauhkan panas dihatimu karena aku tak kuat bila kau lepas bukan dari lapas.
Jarak diantara kita boleh berbeda sekarang tapi aku ingin kau tumbuhkan bunga dan tetap jaga hingga masa terbuka antara kita berdua demi menyisir sedikit kelembutan nan mesra.
Aku harap kepastian darimu agar luka hatiku yang telah lama tersakiti ini sedikit bisa terobati sebelum kau tinggalkan.
Jangan beri aku penasaran serta menjauhkanku dari harapan, yang aku cari darimu selama ini adalah bukan kehampaan berkepanjangan yang akhirnya membawaku dalam kemurungan.
Aku berharap akan pengertianmu, mengapa kau kuajak makan bersama dalam rumah tua pedagang mie itu, hanya menginginkan sebongkah uraian jawaban pasti yang akan kujaga dalam hati.
Di rumah tua itupun masih mulutmu terkunci dan sedikit hanya berkata" emanknya aku selama ini menyakiti cd?" jika hadirku bersama cd biarlah ku keluar dari rumah ini dan jangan panggil lagi, kata "Santri".
Dengan hati tabah dan tenang saja aku mengutarakan kata – kata "Aku mengerti kamu", dan tidak pantas menyakiti atau bahkan mengecewakanmu karena yang kupinta darimu belum tercapai.
Nada lemah dan lembut kini terucap oleh "Santri" baiklah pak.., aku mengerti keinginan cd dan satu pintaku, kita sama – sama menjaga aib ini untuk tidak diketahui oleh siapapun.
Dengan sambutan baik sambil berjabatan tangan malam itu kukatakan" aku bersedia menjaga Aib" demi menjaga serta mempertahankan hubungan kita hingga pintu keabadian bisu terbuka dalam istana surga.
Senangnya hati malam itu bagai keluar dari sangkar kuda yang di kelilingi kayu – kayu kelapa setelah asik berbagi dan saling mengakui atau menumbuhkan rasa yang terpendam selama ini.