webnovel

Bukan Istri Tapi Estri

Karena impian bodoh Endra, dia harus terjebak dengan perempuan sadis yang bernama Sarah dengan menjadi seorang suami. Sialnya, perempuan sadis yang awalnya Endra anggap seperti malaikat justru berubah menjadi iblis yang meneror hari-hari indahnya menjadi semakin suram. Bagaimana Endra akan menghadapi Sarah? Dan mampukah Endra melepaskan diri dari cengkeraman kesadisan Sarah yang selalu berperan sebagai istri yang baik di depan ibunya sendiri?

AdDinaKhalim · Urban
Not enough ratings
247 Chs

#036: Lebih Rendah Dari Sampah

Endra memasuki rumah dan langsung mencari keberadaan Sarah dengan emosi yang masih belum juga hilang. Dilihatnya, Sarah sedang sarapan di dapur dengan santainya.

"Masih jam segini lo udah dateng, emang pekerjaan lo udah kelar, hah?" sapa Sarah dengan nada ketusnya saat melihat keberadaan Endra yang berdiri beberapa meter dari tempatnya.

Endra tidak berniat menjawab pertanyaan Sarah. Dia langsung memutuskan untuk bergerak mendekat. "Kenapa Asti dipecat?" tanya Endra seketika, dengan nada suara yang berusaha terdengar normal, meski Endra berusaha keras untuk menahan emosinya.

"Sejak kapan lo punya hak bertanya apa yang udah gue putuskan?" balas Sarah dingin.

Endra berusaha keras meredam emosinya mendengar jawaban Sarah. "Apa gara-gara saya tahu tentang panti asuhan itu?"

Sarah yang tadinya masih tetap melahap makanannya langsung menaruh sendok dan garpu dengan diiringi gebrakan kecil. Matanya mulai memancarkan kemarahan.

"Ya. Karna lo! Makhluk rendahan yang gue anggap seperti sampah, tapi dengan lancangnya lo jadi tahu soal panti asuhan yang gue jaga selama ini!"

Endra mengepalkan tangannya kuat-kuat sekadar untuk mengalihkan rasa marah yang terus menghinggapi hatinya. Sarah bangkit dari duduknya. Dia berdiri dengan jarak satu meter di depan Endra dengan mata yang berkilat marah.

"Kalau sampai lo berani nginjekin kaki ke panti asuhan itu lagi, gue nggak akan segan-segan ngelaporin lo ke polisi dan ngebiarin lo membusuk di penjara!" ancamnya dengan marah.

Endra tertawa miris mendengar ancaman Sarah. Kali ini ... dia benar-benar sudah tidak bisa menahannya lagi.

"Atas kejahatan apa Anda mau menjebloskan saya ke penjara, hah?" Endra sudah memutuskan untuk melawan Sarah. "Hanya karena Anda memiliki masa lalu yang buruk dengan laki-laki, Jadi ... JANGAN ANGGAP KALAU SEMUA LAKI-LAKI ITU SAMA BURUKNYA SEPERTI YANG ANDA PIKIRKAN!" teriak Endra sepenuh emosi

Sarah berjengit kaget mendengar teriakan Endra barusan. Tapi tidak lantas membuat Sarah jadi langsung tak berkutik. Amarahnya ikut meluap saat menyadari Endra yang sudah dianggapnya seperti sampah justru berani-beraninya membentaknya seperti itu.

"LO EMANG SAMPAH! DAN SEMUA LAKI-LAKI ITU EMANG SAMPAH KAYAK LO!" Bukan hanya nada dingin saja, tapi suara Sarah juga sama menggelegarnya menyamai Endra.

Endra menggeleng-gelengkan kepalanya menatap Sarah. Rasanya percuma saja melawan wanita sadis ini. "Anda memang pantas saya sebut sebagai Estri, si sadis yang bernama Sarah!" Endra menertawai dirinya sendiri, suaranya sudah mulai melunak. "Dari awal aku emang bodoh, udah jatuh cinta sama cewek sadis kayak kamu," gumam Endra dengan frustasi, kali ini ucapannya itu seolah ditujukan untuk dirinya sendiri.

"Tapi Asti? Kenapa kamu malah memecatnya seperti itu? Kalau emang kamu nggak mau aku tau soal panti asuhan itu, maka biarin aku aja yang dihukum. Kamu nggak pernah tau perjuangan Asti selama ini buat kamu kan? Dia bahkan sudah menikah dan punya anak. Tapi dia nggak pernah ngeluh dan selalu berusaha mengerjakan tugasnya dengan baik. Tapi kamu..." Endra menatap Sarah yang masih tampak emosi dengan tatapan tak habis pikir.

"Kalo emang kamu anggap Asti ngelakuin kesalahan, maka biarin aja itu jadi kesalahannya. Anaknya lagi sakit. Dia melakukan itu juga bukan tanpa alasan. Dan kamu, orang yang selalu Asti anggap sebagai malaikat, justru langsung memecatnya seperti ini." Endra lantas menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku udah nggak tahan lagi. Karena Asti juga udah kamu pecat, maka biarin aku juga berhenti. Aku udah nggak sanggup lagi ngikutin kemauan sadis kamu itu."

"Ah, bagus kalau begitu. Gue juga udah muak sama lo!" balas Sarah dengan suara tajam. "Sekarang ... cepet pergi dari rumah gue sekarang juga. PERGI!" perintahnya kemudian dengan mata berkilat marah.

Endra tertawa miris. "Aku juga nggak mau berada di sekitar orang yang nggak punya hati kayak kamu," selepas mengatakan itu, Endra langsung beranjak pergi.

Persetan dengan semuanya. Anggapannya tentang Sarah yang sudah kelewat tinggi langsung berguguran sampai ke titik terendah. Sarah hanyalah manusia biasa yang bahkan lebih rendah dari manusia pada umumnya. Endra sekarang benar-benar sadar. Tidak sepatutnya dia berada di sekitar orang seperti Sarah. Bahkan untuk ukuran Asti yang selalu memujanya sekalipun harus mengalami nasib yang mengenaskan, lalu bagaimana dengan dirinya nanti?

Endra akan pulang ke rumahnya dan tidak akan sudi untuk bertemu dengan perempuan sadis itu lagi. Semua kebohongannya juga akan segera dia akhiri secepat mungkin. Endra sudah terlalu muak. Dia bahkan menyesali perasaannya yang sudah tertarik dengan perempuan sadis yang tidak memiliki hati itu. Persetan dengan Sarah. Biarkan saja perempuan sadis itu menghabiskan sisa hidupnya dengan sangat menyedihkan, Endra bahkan tidak sudi untuk memikirkan satu hal baik pun yang pernah Sarah lakukan.

Sekarang, bukan hanya Sarah yang bisa menganggap Endra seperti sampah. Tapi kali ini, Endra juga akan menganggap Sarah yang bahkan lebih rendah dari sampah!

***

Endra langsung menuju stasiun dan berencana naik kereta untuk membawanya sampai di kotanya, setelah itu akan naik bis menuju kampung halamannya sana. Dia tidak akan peduli lagi pada Sarah. Dan akan segera melupakan wanita sadis itu sesampainya di kampungnya sana.

Saat Endra sudah berada di stasiun, dan sedang menunggu kereta yang ditumpanginya melaju di atas rel, tiba-tiba saja ponselnya bergetar. Endra malas meladeni telepon entah dari siapapun itu. Jadi dia merogoh sakunya dengan niat ingin menonaktifkan ponselnya. Tapi saat di layar hapenya tertulis nama Asti, Endra pun memutuskan untuk mengangkat panggilan itu.

"Ndra?" suara Asti langsung terdengar begitu teleponnya tersambung.

"Ya, As?"

"Lo di mana?" tanya Asti kemudian.

Endra membuang napas berat. "Gue..."

"Gue langsung nyariin lo di kantor, tapi lo nggak ada. Gue nggak tau kenapa Bu Sarah tiba-tiba ngerubah keputusannya, tapi gue pikir--"

"A-apa tadi lo bilang, As?" potong Endra cepat, saat dia merasa pendengarannya ada yang salah. Endra langsung berkonsentrasi penuh atas ucapan yang akan Asti katakan selanjutnya.

"Iya, Ndra. Gue udah ada di kantor lagi. Beberapa saat lalu, Bu Sarah tiba-tiba nelpon gue dan minta gue buat kerja lagi kayak biasa. Malah pas akhirnya gue dateng ke kantor, Bu Sarah langsung nemuin gue dan minta maaf ke gue karena nggak tau posisi gue saat itu. Gue bener-bener nggak bisa percaya, Ndra. Bu Sarah itu bukan tipe orang yang semudah itu merubah keputusannya. Dan lagi ... dia minta maaf ke gue secara terang-terangan." Asti memberitahu kabar mengejutkan itu pada Endra yang langsung terhenyak tidak percaya. Atau jangan-jangan memang benar pendengarannya itu bermasalah?

"Gue bener-bener nggak bisa percaya, Ndra, Bu Sarah ngelakuin itu. Tapi saat gue tanya alasannya, dia cuma bilang ... kalau ada orang bodoh yang marah-marah sama dia dan memberitahukan kejadian sebenarnya. Saat Bu Sarah ngomong kayak gitu, gue langsung tau kalau yang Bu Sarah maksud itu lo, Ndra. Lo yang udah ngomong ke Bu Sarah kan. Sumpah, Ndra, gue bener-bener nggak tau mesti ngomong apa lagi. Makanya gue pengen ketemu sama lo sekarang. Lo di mana sih? Kok gue cari-cari di kantor nggak ada?"

Endra membeku. Rupanya pendengarannya tadi tidak salah. Asti tidak jadi dipecat. Dan Sarah? Perempuan sadis itu meminta maaf?

Endra tiba-tiba jadi ingin tersenyum. Ada orang bodoh yang marah-marah ya?