webnovel

Bukan Istri Tapi Estri

Karena impian bodoh Endra, dia harus terjebak dengan perempuan sadis yang bernama Sarah dengan menjadi seorang suami. Sialnya, perempuan sadis yang awalnya Endra anggap seperti malaikat justru berubah menjadi iblis yang meneror hari-hari indahnya menjadi semakin suram. Bagaimana Endra akan menghadapi Sarah? Dan mampukah Endra melepaskan diri dari cengkeraman kesadisan Sarah yang selalu berperan sebagai istri yang baik di depan ibunya sendiri?

AdDinaKhalim · Urban
Not enough ratings
247 Chs

#017: Perempuan yang Membuatnya Heran

Mobil Endra terparkir di pinggir jalan. Rumah Yanti terletak di antara gang-gang kecil yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Endra, namun mobil tidak bisa masuk ke dalam sana. Jadilah Endra dan Sarah turun dari mobil dan mengikuti Yanti menuju rumahnya.

Suasana di perkampungan Endra ini sangat jauh dari kehidupan kota yang bising. Di sini, suasananya menenangkan. Pun orang-orang yang berada di dalamnya juga masih sangat ramah. Terbukti dengan sapaan yang berkali-kali mereka dapatkan saat berjalan menuju rumah Yanti. Rumah-rumah yang ada di sekitaran sini juga terbilang sederhana, namun bersih dan terawat.

Saat akhirnya langkah kaki mereka sampai di depan sebuah rumah bercat hijau yang sudah mulai pudar warnanya, Yanti mulai berkata. "Ini rumah saya. Silakan duduk, Mbak Sarah dan Mas Endra," kata Yanti setelah mengarahkan kedua tamunya untuk duduk di sebuah dipan kayu yang ada di teras rumahnya. "Saya mau menemui Ibu saya di dalam, setelah itu akan langsung bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit."

Sarah mengangguk menyilahkan, lantas duduk di atas dipan kayu yang tadi dipersilakan Yanti. Endra tidak berani ikut duduk, dia berdiri tak jauh dari tempat Sarah duduk. Dari tadi Endra masih saja dibuatnya heran dengan sikap Sarah ini, tapi dia enggan bertanya.

Sementara di benak Sarah, pemandangan yang dilihatnya sekarang entah kenapa membuat hatinya terasa nyaman. Rumah-rumah berdiri berjejeran dengan gaya khas perkampungan sini. Tidak ada kesan menonjol yang ditampilkan, bahkan rumah Endra juga tidak terlalu 'wah' meskipun keluarga Endra tergolong keluarga berada.

Ditambah lagi, meskipun perkampungan ini sudah memiliki kelebihan akan pemandangannya yang sangat menggugah mata, orang-orangnya juga masih sangat menjaga tali persaudaraan. Terbukti saat acara resepsi digelar kemarin, banyak sekali orang-orang yang membantu Bu Mirna mempersiapkan segala sesuatunya, meskipun mereka bukanlah kerabat dekat. Tapi, bagi orang-orang yang tinggal di kampung ini, persaudaraan bukan hanya soal ikatan darah saja, tapi juga ikatan kemanusiaan.

Sarah juga tidak merasakan kekhawatiran berarti saat bertemu dengan orang-orang baru di perkampungan ini. Mereka semua sangat ramah padanya. Meski bisa dikatakan Sarah tergolong orang asing di sini, tapi raut wajah yang ditampakkan orang-orang padanya masih sama ramahnya seperti pada Bu Mirna.

Kalau saja Sarah diberi pilihan untuk tinggal di kota atau di kampung Endra ini, pasti Sarah akan dengan senang hati untuk memilih tinggal di sini. Tak peduli meskipun kemegahan kota tidak akan pernah ditemuinya, tapi justru hatinya akan merasakan kedamaian yang nyata.

Tak berapa lama kemudian, Yanti keluar dari dalam rumah membawa serta ibunya yang berbalut jaket tebal. Wajah ibunya memang tampak pucat. Dengan segera Sarah langsung bangkit dan ikut memegangi ibunya Yanti di sisi lainnya. Dan ternyata memang benar, suhu tubuh ibunya Yanti ini benar-benar sangat panas.

"Maaf, sudah sangat merepotkan," kata ibunya Yanti saat Sarah membantunya berjalan.

"Sama sekali tidak, Bu," jawab Sarah lembut.

"Tolong tunggu sebentar," kata ibunya Yanti tiba-tiba sembari menghentikan langkah.

"Ada apa, Bu?" tanya Yanti bingung.

"Ibu mau ngomong sama Ayu sama Dani dulu."

Dua orang yang berusia sekitar 12 dan 16 tahun yang disebutkan tadi langsung menampakkan diri. Mereka berdua tadinya mengekor di belakang.

"Nanti kalau Ibu di rumah sakit, kalian berdua jaga diri baik-baik yah. Tetep sekolah seperti biasa, dan harus saling bantu satu sama lain," pesan ibunya pada kedua adik-adik Yanti.

"Iya, Bu," serempak keduanya menjawab. "Ibu juga cepat sembuh ya," lanjut Ayu penuh harap.

Sang Ibu mengangguk. Lantas kembali melanjutkan langkahnya dengan masih diiringi Sarah dan Yanti di sisi kanan dan kirinya. Sementara Endra mengekor di belakang. Waspada kalau-kalau ibunya Yanti ini jatuh pingsan.

***

Endra masih tidak berhenti dibuatnya terheran-heran. Semua biaya pengobatan ibunya Yanti, Sarah yang menanggung. Terlebih Sarah juga memberikan kamar kelas satu. Bahkan hari-hari yang seharusnya Sarah habiskan untuk refreshing di kampungnya Endra, justru Sarah habiskan di rumah sakit. Rupanya bukan sekadar mengantar saja, Sarah bahkan ikut menunggui bersama Yanti, meski Yanti dan ibunya sudah melarangnya mentah-mentah, tapi Sarah tetap ngotot.

Oleh karena Sarah berada di rumah sakit, otomatis sebagai budaknya Sarah, Endra juga ikut berada di sana. Dan kejadian ini sudah berlangsung selama tiga hari. Sarah sudah bolak-balik ke rumah sakit untuk ikut mengetahui kondisi terkini ibunya Yanti.

"Lo urus biaya administrasinya sekarang. Gue sama Yanti mau siap-siap buat pulang," kata Sarah pada Endra, karena beberapa saat sebelumnya dokter sudah memberikan ijin pulang setelah ibunya Yanti dinyatakan sembuh.

Endra mengangguk paham. Dia lantas menuju ke bagian administrasi dan melunasi semua biaya perawatannya. Endra tentu saja dibuatnya geleng-geleng kepala. Karena biaya yang harus dikeluarkan tidaklah sedikit, dan itu semua berasal dari rekening pribadi Sarah yang memang dipegang Endra untuk memenuhi kebutuhan Sarah. Perlu dicatat, kebutuhan Sarah, bukan kebutuhan Endra!

Saat dalam perjalanan pulang dari rumah sakit itulah Endra mendengar obrolan yang tak kalah mengejutkannya dari Sarah.

"Kamu bilang, kamu masih berusaha buat nyari pekerjaan kan, Yan," tanya Sarah pada Yanti.

Yanti mengangguk.

"Kalau gitu, gimana kalau kamu coba ikut kerja di kantor Mbak Sarah saja?" tawar Sarah yang langsung membuat Endra tersentak kaget. Bagaimana mungkin? Sebelum ini, Endra juga pernah berada di posisi yang sama. Hanya saja, bukan Sarah yang menawarinya pekerjaan, melainkan dirinya yang meminta pekerjaan dari Sarah. Dan tahu apa yang Endra dapat? Perlakuan tidak menyenangkan dan betapa Sarah memforsir tenaganya dengan sangat tidak masuk akal.

Yanti tidak langsung menjawab, meskipun raut wajahnya menampilkan ketertarikan yang cukup besar. Yanti sempat melirik ibunya yang duduk bersebelahan dengannya seolah sedang meminta pendapat. Sementara Sarah yang duduk di kursi depan di samping Endra, terus saja melongokkan badannya ke belakang, ikut menunggu jawaban dari ibunya Yanti.

Seulas senyuman terpancar dari wajah ibunya Yanti, bersamaan dengan itu, sebuah anggukan tanda setuju pun mengiringi. Yanti langsung dibuatnya semringah.

"Kalau nanti kamu ikut Mbak Sarah, kamu jangan sampai bikin Mbak Sarah kecewa sama kamu. Kebaikan Mbak Sarah yang sudah Ibu dapatkan ini, harus jadi pengingat kamu untuk selalu memberikan yang terbaik buat Mbak Sarah," pesan ibunya Yanti kemudian pada anaknya.

Sarah yang ikut mendengar pesan itu jadi merasa tidak enak.

"Iya, Bu, Yanti bakalan selalu inget itu. Kebaikan Mbak Sarah sama Mas Endra pada keluarga kita akan selalu Yanti ingat baik-baik." Endra melirik lewat kaca mobil saat namanya tadi sempat disebutkan.

"Tapi nanti kalau Yanti ikut Mbak Sarah ke kota, Ibu nggak apa-apa cuma sama Ayu sama Dani saja di rumah?" Yanti tiba-tiba saja merasa ragu.

Ibunya Yanti tersenyum lembut. "Nggak apa-apa kok. Ayu sama Dani juga kan pinter ngurus rumah. Selama ini kalau kamu lagi kerja sama Bu Mirna, yang selalu bantuin Ibu beres-beres rumah kan mereka berdua. Jadi Ibu akan baik-baik saja sama adik-adik kamu itu. Yang penting nanti di sana kamu juga harus jaga diri baik-baik."

Sarah yang ikut mendengarkan pembicaraan ibu dan anak itu tampak tertegun. Meski sedang menyetir, Endra yang sesekali melirik Sarah dan mengetahui reaksi perempuan yang menjadikan dirinya budak itu benar-benar dibuatnya heran.

Dibalik kesadisan Sarah, tersimpan kebaikan hatinya. Semoga aja nantinya kebaikan itu juga bisa dirasakan Endra. Hehe...

- AdDina Khalim

AdDinaKhalimcreators' thoughts