23 Kekaguman Anna

Kepala sekolah turut memberikan apresiasi pada peserta olimpiade yang membawa tropi hasil kerja keras mereka.

Saat Juna maju terdengar tepuk tangan yang begitu gemuruh. Anak itu memang selalu menjadi kebanggaan Guaradana. Selain tampan dan kaya, dia juga cerdas bahkan dijuluki harta paling berharga di Guaradana ini.

Banyak siswi yang sudah menyiapkan bunga hingga hadiah lain. Setelah selesai penyambutan kedatangan Juna dan peserta lainnya, mereka akan memberikan hadiah-hadiah itu pada Juna sebagai bentuk rasa bangganya. Namun percayalah, Juna tidak suka diperlakukan terlalu berlebihan oleh mereka. Hadiah tahun lalu saja Juna tinggalkan di kelas dan esoknya sudah tidak ada.

Saat Ini perasaan Anna campur aduk. Bangga dan terharu, ia telah memberikan satu tropi yang amat penting untuk masa depannya. Dulu Anna begitu bodoh, bahkan untuk bisa mendapatkan rangking saja rasanya sulit. Akan tetapi setelah kepergian ibunya Anna jadi sosok yang terus belajar keras hingga orang-orang di kelasnya tak bisa menyingkirkan ia dari posisi pertama bahkan hingga saat ini. Memang benar, bisa karena terbiasa. Jika saja waktu itu Anna tidak memaksa diri untuk belajar dan memahami dengan keras mungkin Anna tidak akan menjadi seperti sekarang.

Diam-diam Anna mencuri pandang. Ia melihat wajah Juna yang datar.

"Apakah dia gak senang?" Anna melihat Juna tampak biasa-biasa saja atau yang lebih tepatnya pria itu tampak kesal dengan suara siswa yang terus memujinya.

"Btw, si Anna sama si Juna serasi juga ya." Lean berpendapat.

"Lean!" bentak Cesa. Tentu saja Cesa tidak setuju.

"Apa?"

"Gue gak suka ya lo sandingkan cewek kampung itu sama Juna. Juna itu calon pacar gue!" cicit Cesa yang diberi seringaian oleh Lean.

"Elah, si Junanya aja belum tentu mau sama lo." Lean tersenyum sinis.

"Kalau sama gue kira-kira cocok gak?" Prince ikut nimbrung.

"Hah?"

***

Acara pemberian selamat dan hadiah usai beberapa menit yang lalu. Anna keluar setelah agak sepi. Beberapa bulan lagi ia akan pergi ke luar negeri bersama Juna dan peserta yang lainnya. Bibir Anna mengembang, ia sungguh bahagia bisa sekolah di sini.

"Selamat ya," ujar seseorang dari samping seraya memberikan sebuket bunga.

Anna tertegun mendapati kedatangan Prince di aula.

"Kak Prince? Ma–makasih." Anna menerima bunga itu. Prince begitu hangat. Tetapi dari mana pria itu mengetahui ia menyukai bunga matahari?

Prince mengulas senyum membuat jantung Anna berdetak lebih cepat. Perasaan ini muncul ketika Anna berdekatan dengan Prince dan Juna.

"Sore ini ada waktu?" tanya Prince membuat Anna melongo.

"A–ada, Kak," jawab Anna sedikit gugup.

"Nanti sore gue jemput lo, ya." Setelah mengatakan itu, Prince berlalu meninggalkan Anna membuat Anna jadi bingung.

"Eh, tapi kak." Suara Anna tak sampai ke telinga pria itu, karena Prince sudah semakin menjauh.

***

Sekolah sudah tampak sepi, hanya ada beberapa petugas sekolah yang sedang memeriksa kelas. Anna berjalan sendirian di koridor sembari terus tersenyum pada bunga yang ada di tangannya.

Saat hendak belok, tiba-tiba seseorang memajukan satu kakinya hingga membuat Anna tersandung. Namun cepat-cepat orang itu menarik tangan Anna membuat Anna berada di dekapannya.

Dewa langsung mendorong Anna hingga Anna meringis kesakitan.

"Apa apaan si, Kak? Sakit tau." Anna segera berdiri kembali.

"Salah sendiri ngapain peluk-peluk gue?" Cowok itu mengalihkan pandangannya seolah merasa melting.

Anna menyeringai bingung. Bukankah tadi Dewa yang memeluknya? "Aneh!" Anna memiringkan jarinya di kening seolah-olah meledek Dewa sakit jiwa.

Saat Anna hendak pergi Dewa segera menahannya.

"Mau ke mana lo? Lo udah hilang udah mau sat minggu ya. Lo lupa masih ada perjanjian sama gue, hah?"

"Loh loh bukannya ini udah lewat seminggu yah. Perjanjiannya kan cuma satu minggu dan ini udah lebih."

Peletak!

Dewa menyentil kening Anna.

"Bego apa gimana si? Baru dua hari lo lakuin hukuman itu. Gue mintanya satu minggu!"

"Ya tapi kan–"

Belum selesai Anna mengucapkan separuh kalimatnya, Dewa sudah menarik lengan Annan paksa entah mau dibawa ke mana.

***

Berada di dekat cowok itu memang tidak aman. Anna tak tahu bagaimana caranya untuk kabur. Saat ini ia harus menjemput Saga di rumah Rangga. Sebelum berangkat untuk olimpiade, Anna sempat menitipkan Saga pada sahabatnya. Hari ini ia sudah janji akan menjemput Saga dan mungkin saja adiknya itu sedang menunggunya.

Anna dibawa paksa oleh Dewa. Namun Anna masih tidak tahu akan di bawa ke mana. Yang pasti semoga cowok itu tidak berbuat yang macam-macam.

Setelah sekian belas menit, Anna melirik ke jendela pada saat Dewa memasuki gerbang rumahnya. Anna pikir ini bukan area sembarangan. Bahkan setelah masuk gerbang Anna belum melihat rumah. Hanya terhampar halaman dengan pohon dan bunga yang indah tak lupa dengan rumput yang amat terawat.

Mulut Anna setengah terbuka melihat rumah menjulang tinggi lengkap dengan air mancur dan patung kuda di depannya. Rumahnya seperti yang ada di drama-drama.

Banyak penjaga di depan yang menghampiri mobil Dewa saat tiba di depan rumah.

Mereka terlihat hormat pada saat Dewa keluar dari mobil.

Anna masih ada di dalam mobil, ia masih belum percaya dengan pemandangan di depannya.

"Tuan Putri kekasihnya Tuan Muda?" Tampak pria gagah berisi bertanya dengan kepala sedikit condong. Lalu orang di sampingnya segera menariknya.

"Lord, sangat tidak sopan! Bagaimana jika Tuan Muda melihatmu?" tegur bodyguard yang satunya.

Kemudian Lord membukakan pintu untuk Anna. Anna tak berani menatap mereka yang sedang berbaris seolah memberi hormat juga padanya.

Anna dibiarkan masuk sendiri. Sementara Dewa entah kemana, dia sudah sejak lama meninggalkan Anna sendiri di luar. Pria itu memang tak berperasaan. Bukannya dia yang mengajak bahkan memaksa Anna untuk ikut ke rumahnya. Namun malah meninggalkannya.

Bulu lengan Anna sampai berdiri melihat kemewahan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata dari rumah ini. Ini bahkan seperti diluar ekspetasi saat Anna saat membayangkan  dongeng. Ini lebih dari luar biasa.

"Non?"

Lamunan Anna terbuyarkan pada saat seorang wanita paruh baya memanggilnya.

Anna bahkan kagum dengan pelayan itu. Bajunya begitu rapi.

"Tuan Muda meminta non untuk langsung ke kemarnya."

Anna celingak-celinguk, melihat betapa luasnya rumah ini.

"Saya harus ke mana?" Anna menggaruk belakang kepalanya, ia takut tersesat.

"Mari ikut saya, Non."

Anna mengikuti wanita itu melewati beberapa ruangan dan berhenti di depan lift.

"Kamar Tuan Muda ada di lantai tiga, karena beliau menyuruh Non untuk cepat maka Non harus naik lift." Setelah mengatakan demikian pelayan itu pamit undur diri. Sementara Anna masuk ke dalam lift sesuai instruksi.

Hanya membutuhkan sekali kedipan maka Anna sudah sampai di lantai tiga. Ia berjalan keluar, tak berapa lama menemukan pintu dengan nama lengkap Dewa.

Embusan napas lolos dari bibir Anna.

"Mau apa pria itu nyuruh gue ke sana?" Anna mengetuk pintunya. Namun hal menakjubkan kembali, pintunya bergeser seperti ada remot yang mengendalikan.

Saat sampai di dalam kamar Dewa, Anna dibuat mebelalak karena kondisi Kamar Dewa bak kapal pecah. Anna juga menyaksikan Dewa sedang menarik baju-bajunya dari lemari seperti sengaja membuat kamarnya sendiri berantakan.

"Eh, udah sampai?" Dewa menyadari keberadaan Anna.

"Bagus. Sekarang beresin Kamar gue sampai kinclong!" Dewa melempar baju terakhir yang ada di tangannya ke wajah Anna.

Anna tampak syok.

***

avataravatar
Next chapter