*****
Danica memasuki ruangan Lab dengan malas pasalnya ia dan teman temannya harus melakukan praktek, tapi bukan itu yang membuat Danica kesal.
Yang membuatnya kesal adalah kelompoknya, lebih tepatnya keberadaan Amel. Sejak tadi Amel sudah bersikeras untuk melakukan percobaan menggunakan produk yang dia bawa.
"Kalian bisa melakukan percobaannya sekarang dan hasil selanjutnya silahkan ditulis pada kertas yang sudah dibagikan." Jelas Guru Im, semua murid pun langsung serentak menjawab dan mulai mengerjakan apa yang sudah direncanakan oleh setiap tim.
Denting jam pun terus berbunyi dan berjalan dan keadaan didalam laboratorium pun tampak begitu serius namun tidak untuk kelompok Danica.
Bahkan saat hasil sudah akan selesai mereka masih saja terjadi perdebatan, ah bukan mereka lebih tepatnya Danica dan Amel membuat Rehal tampak begitu kesal.
"Aku tidak mau tahu, aku tidak mau membawanya sia-sia. Kita juga harus menganalisis ini." ucap Amel sembari melempar plastic berisi bubuk vitamin kearah Danica, Danica sendiri mencoba menahan amarahnya karena disana sedang ada Guru Im dan murid yang lainnya sedang fokus pada pekerjaan mereka masing masing.
"Apa ini yang katanya murid pintar? Tapi kenapa aku melihatnya seperti orang idiot?" ucapan Danica membuat Amel naik pitam.
"Kau memang tidak pernah menghargai orang lain, aku sudah baik baik membawanya untuk kelompok kita tapi kau melarangnya begitu saja?"
"Amelia Adean…" Rehal mulai tidak bisa diam saja saat Amel jelas salah tapi tetap tidak ingin mengalah.
"Aku benar bukan? Danica memang orang seperti itu."
"Tapi bahan itu memang tidak bisa digunakan Mel." Ucap Adel mencoba mengakhiri pertengkaran mereka.
"Aku bahkan bisa mengerjakannya sendiri tanpa kau atau yang lainnya Mel, tapi setidaknya aku tidak bodoh sepertimu." Ucap Danica sembari menatap Amel dengan tajam.
"Kau mau membunuh mereka semua dengan ledakan akibat bubuk yang kau bawa bercampur dengan zatnya? Apa kau sudah gila?" Amel terdiam, ia langsung menatap Danica tidak terima.
"Kau bodoh atau pura pura bodoh? Atau memang kau sengaja?"
"Jadi berhenti mengoceh tentang keinginanmu yang tidak penting itu dan cepat tulis hasilnya dikertas itu atau kau aku keluarkan dari kelompok. Diam dan jangan banyak omong." Ucap Danica lalu ia mengangkat tangannya untuk izin ke kamar mandi untuk meredam emosinya sedangkan Rehal menatap Amel dengan kesal kesal dan Adel hanya bisa menghembuskan nafasnya lega.
"Sudah tahu hasilnya bukan? Jadi cepat tulis."
Ucap Rehal sembari memberikan kertas dan pen pada Amel untuk segera ia tulis namun Amel semakin menatap Bara dengan kesal.
"Aku tidak mau."
"Kalau begitu kau saja yang menulisnya Del." Ucap Rehal sembari memberikan kertas pada Adel, Adel pun hanya berdehem lalu mulai menulis hasilnya.
"Ah jangan lupa, lupakan nama Amel jangan ditambahkan." Adel langsung menatap Rehal terkejut dan bingung namun Amel langsung menatap Rehal marah.
"REHAL." Kesal Amel sembari menarik kertas yang dibawa Adel untuk ia yang menulis hasilnya.
"Aku saja." Kesal Amel, Rehal hanya menahan tawanya sedangkan Adel masih bingung dengan keadaannya.
*****
Danica membasuh wajahnya dengan air berharap kemarahan dalam dirinya bisa hilang meski ada secuil amarah setidaknya ia tidak perlu memendam amarahnya cukup banyak.
"Aisshh Amel sialan."
Danica langsung terkejut saat merasakan ponselnya bergetar pada sakunya, ia langsung melihat siapa yang menelfonnya di jam begini. Matanya langsung terkejut saat melihat nama sang paman yang tertera.
"Hallo."
"Dimana?"
"Masih di sekolah paman."
"Kemana saja kemarin? Kenapa tidak pernah bisa ditelfon?"
Danica sempat terdiam beberapa saat karena rasa gugupnya, ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya mengingat sang paman tidak akan pernah mau terima apapun alasannya. Suara bariton diseberang sana selalu saja mampu membekukan Danica yang bahkan tak terentuh oleh siapapun.
"Ponselnya ada dikamar aku sering keluar tanpa ponsel."
"Ponsel itu digunakan bukan hanya diletakkan, lain kali bawa ponselnya kemana mana jadi saat paman menelfon kau bisa mengangkatnya."
"Iya paman."
"Jangan hanya iya iya saja, lakukan dengan benar."
"Iya."
"Ingat kalau mau pergi kemana mana jangan lupa selalu bersama adikmu, jangan biarkan dia sendirian dirumah."
"Iya."
Danica tidak pernah suka untuk bagian yang ini, ia juga punya privasi sendiri yang tidak mengharuskan membawa sang adik tapi kenyataannya dia selalu disalahkan akan hal itu.
"Kalau begitu nanti malam cek saldonya paman sudah mengirimkan uang."
"Iya paman."
"Yasudah lanjutkan belajarmu."
"Iya."
Danica langsung menghembuskan nafasnya kasar saat telfon dari seberang sana mati, sejak kepergian sang ibu telfon sang paman selalu menjadi hal terburuk yang Danica alami setiap harinya.
Danica langsung melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi untuk kembali ke laboratorium untuk melihat hasil kerja kelompok timnya.
*****
Bara dan Ervin sedang berada di ruang latihan bersama Dalton untuk segera membahas hal selanjutnya dalam proses lomba selanjutnya.
"Kita adakan rapat saja pulang sekolah Kak." Ucap Ervin.
"Hmm benar juga, usahakan saja semuanya datang." Ucap Dalton.
"Kalau begitu kau kabari saja yang lainnya atau hubungi Danica agar dia yang mengabari yang lainnya." Ucap Bara.
"Enak saja, kau saja yang hubungi yang lainnya." Ucap Ervin sembari menatap Bara kesal sedangkan Bara hanya terkekeh.
"Aisshh bilang saja kau malas."
"Ini hasil dari rapatku dengan tim yang lainnya dan Pelatih Han dan selanjutnya akan kita bicarakan dengan sisa tim yang tidak bisa datang waktu itu." Ucap Dalton sembari memberikan tujuh kertas berisikan hasil rapatnya.
"Baik Kak." Ervin menerimanya lalu memberikan satu pada Bara dan enam lainnya ia yang simpan. Bara membacanya dengan teliti hasil yang akan dibahas nanti.
"Sepertinya akan jadi waktu yang panjang nanti."
*****
Pelajaran sudah selesai dan praktek pun sudah selesai, hasilnya sudah diserahkan pada Guru Im. Adel pun langsung memeluk Danica dengan gemas, ditambah lagi Raula dan Chaca yang tertawa puas membuat Danica semakin bingung.
"Ada apa?" tanya Danica sembari menatap Adel bingung, Adel pun langsung mengerucutkan bibirnya sebal sembari melepas pelukannya.
"Kau menyebalkan hanya meninggalkan ku dengan Amel dan Rehal." Kesal Adel sembari duduk di bangkunya sedangkan Danica kini tertawa saat paham akan situasi yang dimaksud Adel.
Mereka pun duduk ditempat masing masing dengan Danica yang masih tertawa diikuti oleh Raula dan Chaca yang kembali tertawa.
"Aku lebih baik kau kurung di kamar mandi sendirian daripada hanya bertiga dengan mereka." Ucap Adel.
"Kau kan harus akur dengan mereka, Amel kan kakak mu tersayang." Suara gelak tawa menghiasi keadaan mereka berempat sedangkan Adel hanya menatap sebal namun juga ikut tertawa.
"Enak saja."
"Hahaha tapi kalian memang cocok…"
"Aisshh TIDAK…."
*****