webnovel

Bossku Is My Boyfriend

Cerita cinta awal pertamaku yang aku rasakan di dunia yang belum pernah aku tahu sebelumnya. Cerita tentang seorang pelayan sebuah cafe yang menyukai bossnya sendiri. Meskipun aku tahu bossku sudah mempunyai cewek, tapi dengan memandang dan bisa melihatnya saja sudah cukup bagiku. Karena cinta tetaplah cinta, tanpa memandang siapa dia dan bagaimana ia. Dan cinta ku yang semula bertepuk sebelah tangan, akhirnya bisa terbalas meskipun harus sedikit menunggu lebih lama. Tanpa ia sadari, boss ku sedikit demi sedikit merasakan hal yang berbeda terhadapku. Rasa yang seperti apa yang ia rasakan terhadap pacarnya. Awalnya ia menolak dan tidak mengakui dengan apa yang ia rasakan terhadapku. Pada akhirnya ia bisa berdamai dengan hatinya dan bisa menerima rasa yang ia rasakan. Meskipun itu rasa yang sangat tabu bagi sebagian besar orang. Apa yang terjadi sehingga hati Nando bisa berubah?. Dan bagaimana dia bisa menerima rasa cinta itu?. Dan tentu saja yang membuat ingin tahu adalah bagaimana cara Davin bisa merubah hati Nando?. Yuk simak ceritanya.... !!!

Apple_Scorpion · LGBT+
Not enough ratings
33 Chs

VALENTINE (5)

Setelah mereka puas tertawa menertawakanku, kita semua turun kebawah. Kita semua sibuk mempersiapkan kafe.

Jam untuk membuka kafe pun tiba. Baru beberapa menit kita membuka kafe, sudah banyak pembeli yang berdatangan. Setiap meja yang ada, dari ruangan dalam, meja-meja di bagian luar, dan semua tempat di lantai 2 bagian atas sudah dipenuhi dengan para pembeli yang datang. Kami semua sibuk dengan pekerjaan kami diposisi masing-masing.

Terkadang aku membantu Kak Dwiki yang sedang kewalahan di bagian front desk. Sesekali aku yang berada dikasir menerima pesanan, menerima uang pembayaran dan memberikan kembalian.

Begitu pula dengan Pak Nando, sesekali aku melihat dia mondar-mandir menemui teman-temannya yang datang. Dari banyaknya teman Pak Nando yang datang, aku yakin kalau Pak Nando orang yang mudah bergaul dengan orang lain. Dari caranya menemui setiap temannya yang datang dengan senyum hangat dan tawa yang ramah, aku semakin menyukai Pak Nando dengan pesonanya yang terpancar saat ini. Aku menyukai dengan kepribadiannya yang mudah bergaul dengan orang lain, bertolak belakang denganku yang mempunyai teman yang sedikit. Aku orang pendiam yang tak tahu caranya bergaul dengan orang banyak.

Waktu semakin siang, dan matahari mulai meninggi dengan diiringi banyak awan yang membuat matahari terkadang redup dan terkadang menyilaukan. Jam Menunjukkan pukul 12:00, karena saking banyaknya pembeli yang datang, beberapa makanan didaftar menu mulai kehabisan bahannya. Padahal beberapa hari kemarin Pak Nando sudah menyetok banyak bahan untuk menu yang banyak diminati para pembeli.

Saat ini aku membantu membersihkan meja yang kotor, karena 2 orang yang membersihkan sangat kewalahan. Jadi aku berinisiatif untuk membantu mereka. Sekarang di bagian front desk sudah mulai longgar, Kak Dwiki hanya tinggal membuatkan pesanan minuman.

"Hai Vin! Selamat siang sweety!" Kak Ditto merangkul leherku yang sedang membersihkan meja.

Aku melihat kearah orang yang sedang merangkulku. "Kak Ditto... Jangan seperti ini! Banyak orang akan melihat nanti."

"Kenapa tidak boleh? Aku kangen kamu tahu!" rengek Kak Ditto.

"Kak Ditto...! Tolong lepaskan aku dulu. Aku sedang sibuk nih." gerutuku.

"Iya... Iyaa!" kata Kak Ditto sambil mencubit pipiku.

"Sudah jam makan siang ya Kak? Kak Ditto kesini sama siapa?" tanyaku.

"Ini sama teman-teman kantorku." jawab Kak Ditto sambil menunjukkan 4 temannya yang berdiri di belakangnya, 2 orang laki-laki dan 2 orang perempuan.

"Selamat siang kakak-kakak sekalian." aku memberi salam dengan sedikit menundukkan kepalaku.

"Selamat siang juga." balas mereka bersamaan.

"Siapa ini Dit? Kamu kenal dia?" tanya seorang laki-laki kepada Kak Ditto.

"Oh ini pegawai disini. Aku kenal dengan semua pegawai yang bekerja disini. Seperri yang kalian tahu ini kafe dan resto milik keponakanku." jelas Kak Ditto.

"Ohh.. Begitu! Aku kirain dia pacar barumu." kata orang itu sambil tertawa dan diikuti dengan tertawaan dari teman Kak Ditto yang lain.

"Bukan, tadi dia adalah targetku selanjutnya." jawab Kak Ditto.

"Ehmm.. ehmm... Sepertinya Ditto sedang kasmaran lagi nih." ejek salah satu perempuan teman Kak Ditto.

"Kak... Apaan sih." aku mencubit lengan Kak Ditto.

"Adduh...!" raung Kak Ditto.

"Sudah... Sudah! Kalian malah membuat dia salam paham padaku nanti. Kalian bisa pesan makanan terlebih dahulu, nanti aku akan menyusul kalian." kata Kak Ditto.

"Oke! Tapi cepet ya, waktu makan siang kita tidak lama." kata teman Kak Ditto.

"Iya, aku tahu. Aku tidak akan lama kok." balas Kak Ditto.

Teman-teman Kak Ditto meninggalkan kami berdua, dan berjalan menuju kedepan kasir.

"Hari libur besok kamu mau kemana?" tanya Kak Ditto padaku.

"Belum tau kak. Aku belum ada rencana." jawabku sambil membersihkan meja kembali.

"Sipp... Nanti lanjut di WhatsApp saja ya! Kalau begitu aku tinggal dulu ya! Bye sweetie." Kak Ditto melambaikan tangan padaku, dan aku hanya membalasnya dengan senyuman.

Jam istirahat tiba, langit sedari tadi menggelap menjatuhkan jutaan air langit dengan begitu derasnya. Kami semua menuju dapur untuk membuat makanan yang akan kita makan masing-masing.

Kami membawa makanan ke atas ke ruang karyawan. Untuk pertama kalinya aku bisa makan bareng dengan yang lain. Biasanya mereka membeli makanan di luar, sedangkan aku selalu membawa bekal. Untung hari ini aku lupa menyiapkan bekal. Seandainya aku membawanya pasti akan terbuang tak termakan.

Sore ini hujan masih mengguyur deras. Kafe yang sejak pagi ramai pembeli kini sangat sepi. Sejak jam kafe buka setelah istirahat siang, hanya ada 1 sampai 3 pasangan yang datang. Itupun mereka harus basah-basahan menerjang hujan deras.

Hujan deras ini memberikan kami sedikit waktu lebih untuk bersantai sejenak. Dari atas sampai bawah, badanku sangat terasa pegal dan capek. Karena sejak pagi tadi tubuh ini tidak berhenti untuk bergerak.

*****

Malam mulai tiba, dengan cahaya bulan purnama yang sangat terang. Langit yang cerah sehabis turun hujan di hiasi dengan gemerlap penuh dengan bintang. Masih tersisa bekas hujan ditanah, menambah sejuk udara dimalam ini.

Tadi hujan turun sangat lama, hingga sekitar jam 5 sore baru reda. Setelah hujan reda tersebut, keadaan kafe yang tadinya sepi langsung diserbu para pembeli yang datang.

Saat ini jam masih menunjukkan pukul 19:20, kafe terpaksa harus ditutup lebih awal. Karena semua menu sudah habis terjual. Banyak orang datang harus kembali lagi dengan kecewa karena sudah kehabisan makanan.

Setelah semua pembeli yang tersisa sudah pergi, kami membersihkan dan merapikan semuanya. Semua hiasan dan pernak-pernik yang menghiasi meja dan dinding kami bawa ke dalam gudang.

Seperti yang dikatakan Pak Nando saat briefing pagi tadi, kami berjejer mengantri di depan ruangan Pak Nando untuk mengambil uang gajian.

Aku berada diurutan ketiga, saat hendak giliranku untuk masuk, aku merasa ingin buang air kecil.

"Kak... Duluan saja. Aku mau buang air kecil dulu." kataku pada Kak Andi yang berada di belakang ku.

"Oke." jawab Kak Andi singkat.

Aku berjalan menuruni anak tangga menuju toilet yang berada di bawah tangga ini. Setelah selesai, aku kembali menaiki tangga dan berpapasan dengan Kak Dimas dan Kak Vendi yang sudah mau pulang.

"Kami pulang duluan ya Vin!" kata Kak Dimas.

"Iya kak. Hati-hati dijalan kak." balasku.

"Kamu juga hati-hati pulangnya nanti." kata Jak Vendi.

"Iya kak, terimakasih."

Aku menunggu di depan pintu ruangan Pak Nando. Di dalam masih ada Kak Dwiki yang sedang berjalan hendak keluar.

"Aku pulang dulu Vin." kata Kak Andi sambil mengenakan jaketnya.

"Iya kak. Hati-hati." jawabku singkat.

Kak Dwiki membuka pintu kemudian bertanya padaku. "Kamu mau aku tunggu atau bagaimana?"

"Tidak usah menunggu aku kak. Kak Dwiki bisa langsung pulang saja. Pasti capek kerja seharian tadi." jawabku.

"Oke. Nanti kamu juga harus langsung pulang ya! Hati-hati di jalan, aku tinggal dulu." kata Kak Dwiki berlalu pergi.

"Iya kak, kakak juga hati-hati." balasku.

Aku mengetuk dan membuka pintu ruangan Pak Nando.

"Permisi pak!"

"Iya, langsung masuk saja Vin." balas Pak Nando.

Aku berjalan ke arah Pak Nando yang sedang duduk di kursinya. Aku memberikan kertas struk makananku tadi.

"Pak ini struk makanan saya tadi. Pak Nando bisa mengeceknya." kataku.

"Total semuanya 91 ribu ya." Pak Nando membuka dompetnya dan mengeluarkan uang pecahan 20 ribu dan mengambil amplop putih di atas mejanya. "Aku sudah tidak punya recehan lagi. Ini uang 20 ribu buat kamu sebagai kembalian dari sisa total makananmu. Dan ini uang gajianmu 2 minggu ini." kata Pak Nando sambil menyodorkan amplop dan uang kepadaku.

"Terimakasih Pak. Uang 20 ribunya tidak usah pak. Saya sudah berterimakasih pada Pak Nando karena sudah memberikan makanan gratis pada saya."

"Tidak... tidak... tidak! Itu hak kamu, aku sudah bilang tadi bahwa aku akan mengembalikan sisanya." tolak Pak Nando. "Oh iya, ini hadiah spesial buat kamu. Selamat hari valentine, Vin." ucap Pak Nando dengan senyum yang tulus sembari memberikanku coklat Silverqueen Chunky bar dan setangkai bunga mawar berwarna cream.

"Coklat dan bunga, pak?" tanyaku.

"Iya, itu sebagai ucapan selamat hari valentine. Dan bunga itu sebagai bunga balasan untukmu yang sudah memberikanku bunga krisan pada hari minggu kemarin." jelas Pak Nando.

Aku mengambil coklat dan bunga itu dari tangan Pak Nando. Aku terdiam dan memandangi bunga berwarna cream yang di tanganku. Ada rasa senang dan ada rasa sedikit kecewa.

"Bunga mawar berwarna cream? Yang aku tahu bunga ini menunjukkan bentuk dari sebuah perhatian tapi bukan dalam sebuah hubungan asmara. Tidak sesuai seperti yang aku harapkan." batinku dengan merasa sedikit sedih.

"Kenapa Vin? Kok diam?" tanya Pak Nando.

"Tidak kenapa-kenapa pak. Saya cuma terharu. Ini pertama kalinya saya mendapatkan hadiah di hari valentine. Terimakasih banyak pak."

"Iya, sama-sama." balas Pak Nando.

"Kalau begitu saya pulang dulu ya pak." kataku.

"Iya, silahkan. Hati-hati saat pulang Vin."

"Iya pak, terimakasih. Pak Nando juga hati-hati pulangnya nanti." balasku.

Aku keluar dari ruangan Pak Nando dan mengambil tasku di loker.

Di parkiran tempat motorku, aku berjongkok dan melihat ban depan motorku yang sudah kempes karena bocor.

"Aduh... Sial banget aku hari ini. Bagaimana caranya aku pulang? Apa jam segini masih ada tukang tambal ban ya?" Kataku pada diriku sendiri sambil menggaruk-garuk kepalaku yang tidak terasa gatal.

Tidak lama, Pak Nando menghampiriku yang sedang berjongkok di samping motorku.

"Ada apa Vin?" tanya Pak Nando.

Aku berdiri dari posisi jongkokku. "Ban motor saya bocor pak. Saya tidak tahu jam segini apa masih ada tukang tambal ban." jawabku dengan gelisah.

"Biasanya disebelah kafe berjarak beberap meter ada tukang tambal ban. Tapi malam gini pasti sudah tutup." balas Pak Nando.

"Aduh... Bagaimana saya pulang nih." kataku cemas.

"Apa kamu mau saya antar pulang?" tanya Pak Nando.

"Tidak usah pak, nanti merepotkan Pak Nando. Pasti Pak Nando bakalan capek."

"Apa kamu mau menginap dirumahku saja? Biar motor kamu berada disini." tanya Pak Nando.

Aku terdiam sejenak. "Tapi saya sungkan Pak kalau menginap di rumah Pak Nando." kataku.

"Kenapa sungkan? Aku tinggal sendirian kok, hanya ada pembantu dan tukang kebun saja." balas Pak Nando. "Ayo menginap dirumahku saja. Pasti kamu juga kecapekan seharian bekerja tadi."

"Tapi saya takut merepotkan Pak Nando."

"Tidak merepotkan kok. Ayo naik mobilku!" seru Pak Nando.

Pak Nando membukakan pintu mobil untukku yang mobilnya berjajar dengan motorku. Aku berjalan menuju mobil Pak Nando dan menaikinya di kursi depan. Pak Nando tersenyum kepadaku dan aku membalas senyumannya. Pak Nando menutup pintu dan berjalan memutar dari arah depan mobil. Dia membuka pintu dan naik di atas mobilnya. Dia menyalakan mobil dan melajukannya.

.

.

.

*****