POV Sarah Amira
Sinar mentari telah bangun dari tidurnya. Burung-burung mulai berkicau menyambut indahnya pagi. Orang-orang berlalu-lalang memulai aktivitasnya masing-masing. Sudah saatnya bagiku untuk terbangun dari tidurku. Gravitasi pada kasurku, membuat diriku ingin berlama-lama di atas kasur. Sayangnya, karena ini adalah hari minggu aku harus mengurungkan niatku. Lalu aku melirik ke samping kiri kasurku.
Namun Kirana sudah beranjak dari tempat tidurnya. Sepertinya dia pergi, untuk membeli beberapa makanan. Empat bulan lamanya dia menumpang disini. Padahal dia memiliki istana untuk tinggal, mengapa dia ingin menumpang di rumahku? Merepotkan saja.
Enaknya jadi Kirana, dia bisa menampakkan wujudnya, serta menikmati makanan manusia secara langsung. Sedangkan aku, hanya menikmati hidangan yang sama seumur hidup. Makanan yang sering aku makan adalah sup bunga melati. Sup itu adalah resep turun temurun dari keluargaku.
Waktu kecil ibuku yang selalu membuatkannya untukku. Biasanya ada beberapa toping sari pati daging mentah di setiap sup buatannya. Rasanya manis serta sedikit amis. Rindu rasanya, memang masakan seorang ibu itu tiada duanya. Kini semenjak kehadirannya, selera makanku sedikit berubah. Setiap hari Kirana membelikanku, beragam jenis makanan manusia.
Makanan manusia sungguh bervariasi dan kaya akan rasa. Jika aku terus memakannya, lama kelamaan selera makanku bisa berubah total. Sebisa mungkin aku tidak ingin terus menerus memakannya. Mengingat jati diriku adalah sosok kuntilanak. Kemudian aku melangkahkan kakiku menuju dapur.
Lalu membersihkan tubuhku, dengan air kembang tujuh rupa dalam sebuah kendi. Setelah itu, aku membersihkan rumah pohonku dengan sebuah sapu. Selesai menyapu setiap sudut ruangan, aku langsung mengepelnya hingga bersih. Setelah itu mencuci pakaian, lalu merendamnya dengan ekstrak melati, dan terakhir menjemurnya di bawah sinar matahari.
Tidak ada satu makhluk pun yang bisa melihatnya. Jadi aku tidak perlu khawatir, jika dalamanku diambil seseorang. Dalamanku bukanlah sebuah kain biasa, disetiap jahitan terdapat sebuah energi spiritual yang tinggi. Beberapa manusia, menggunakannya sebagai penglaris, terutama penglaris usaha kuliner. Biasanya, mereka memasukan pakaia dalam itu ke dalam campuran makanan.
Sehingga citra rasa makanan menjadi lezat.Membayangkan hal itu sangatlah menjijikan. Jika ingin sukses, dari pada melakukan hal itu lebih baik perbanyak informasi dan inovasi baru. Seharusnya begitu, tetapi di zaman serba modern masih ada orang yang melakukannya. Yang pasti, aku tidak akan menyerahkan dalaman milikku begitu saja.
Walau mereka memberikanku apapun, tetap aku tidak akan memberikannya. Setelah menjemur pakaian, aku melanjutkan rutinitasku yaitu duduk di sebuah dahan pohon. Duduk seorang diri melihat perubahan zaman. Dulu tempat ini adalah hutan belantara. Seratus tahun kemudian, tempat ini berubah menjadi pemukinan penduduk.
Sekarang terlihat beberapa gedung pencakar langit. Beberapa menit kemudian, Juliet keluar dari rumahnya. Lalu dia menggantung baju miliknya, pada sebuah besi yang diikat oleh dua buah kawat setiap ujungnya. Hari ini dia menggunakan kaos berkerah merah, serta memakai celana pendek warna biru kotak-kotak.
Juliet memiliki postur tubuh ideal, berkulit cerah, serta memiliki rambut hitam ikal belah dua. Selesai menjemur, dia duduk disebuah bangku plastik berwarna hijau. Jika aku perhatikan menurutku Juliet adalah seorang pria yang cukup tampan.
Tetapi dia jauh dari kriteriaku. Ketika tidak ada orang dia selalu bertingkah konyol. Meniru suara berbagai jenis hewan, tertawa sendiri, bahkan menari dengan gerakan aneh bagaikan seekor kera. Namun ketika ada orang berkunjung, dia langsung bersikap normal seolah tidak terjadi apapun.
Melihat tingkah konyolnya, membuat raut wajahku menjadi datar sedatar mungkin. Sementara Kirana tertawa terbahak-bahak, terkadang dia turut serta menari tanpa sepengetahuan darinya. Seketika aku teringat raut wajahnya, ketika di tanya tentang hubungannya dengan Juliet.
Wajahnya berbinar-binar, serta pipinya memerah, serta dia tersenyum manis ke arahku. Aura kecantikannya keluar, sehingga mengalahkan paras kecantikan para bidadari. Mengingat hal itu aku semakin penasaran. Namun setiap kali aku bertanya, dia selalu mengalihkan pembicaraan.
Suatu hari dia pernah menjawab pertannyaanku itu, katanya hubungan dirinya dengan Juliet tak lain hanyalah balas budi. Tentu saja aku tidak akan percaya begitu saja. Jika hanya sebuah balas budi, cukup sekali membalasnya. Namun yang aku lihat, dia selalu menolongnya tanpa sepengetahuan Juliet.
Aku yakin pasti ada sesuatu di antara mereka berdua. Beberapa menit kemudian, dua mobil memasuki halaman. Hari ini Pak Joko, Sang Pemilik Kontrakan datang untuk berkunjung, mengendarai sebuah mobil Jazz merah. Beliau datang bersama dua kerabatnya, menaiki mobil pick up. Di bagian bak belakang mobil pick up, terdapat sebuah kandang ayam portabel, terbuat dari kayu dan kawat.
Kemudian kedua kerabatnya menurunkan kadang itu, lalu meletakkannya lima ratus meter dari rumahnya. Pak Joko turun dari mobil, dengan membawa tas gendong terbuat dari serutan kayu. Dari selah tas keluarlah kepala ayam jago. Ayam itu memiliki bulu kuning, coklat, serta hijau kehitam-hitaman. Jengernya yang besar berwarna merah muda dengan tepi membulat tanpa gerigi.
Bulu leher, tengkuk dan mantel tumbuh pendek, membulat atau sedikit meruncing, tumpang tindih seperti sisik ikan, berwarna hijau, yang bisa berubah-ubah. Bagian bawah tubuh dan ekor berwarna hitam bercampur ungu dan hijau berkilauan. Kemudian Pak Joko, memasukan ayam itu ke dalam kandang.
Selesai dengan urusannya, Pak Joko beserta dua kerabatnya pamit untuk pulang. Setelah itu Juliet berjalan membawa sebuah pelastik berisi pur. Lalu memberi makan ayam itu sedikit demi sedikit. Kemudian dia melirik atas, lalu dia melirik ke arahku. Sorot mata yang tajam, raut wajahnya yang mesum, serta membasahi bibirnya dengan lidahnya.
"Mantap tuh pink-pink, jadi pengen coba." Menatap diriku dengan wajah mesum, sambil mengusap kedua tangannnya.
Ketika aku sedang duduk mengangkang, rupanya dia mengintip bagian sensitifku dengan tatapan mesum. Seketika rasa malu membakar jiwaku, wajahku memerah, serta kepalaku terasa pening. Kemudian aku memetik salah satu buah mangga, lalu menggenggamnya dengan sekuat tenaga.
"Kyaa! Manusia mesum! Rasakan ini!" Melempar buah, dengan raut wajah memerah.
"Aduh sakit," kata Juliet sambil mengusap kepalannya yang sakit.
"Rasakan! Gara-gara kamu aku tidak bisa menikah. Bagaimana kau akan bertanggung jawab?!"
"Wah mantap ini, lemayan buat cemilan. Ambil ah." Mengambil buah mangga, tergeletak di atas tanah.
"Hei, kau mau kemana? Jangan mengabaikanku, kembali!"
Setelah itu Juliet pergi ke rumahnya begitu saja. Kurang ajar, Beraninya mengintipku! Gara-gara dia aku tidak bisa menikah. Dia harus bertanggung jawab. Sebab ibuku pernah bilang, siapapun yang melihatnya, maka dia harus menikahinya. Jika tidak itu akan menjadi aib bagi keluarga. Kemudian aku menutup wajah dengan kedua tanganku. Dia seorang diri sambi meratapi nasib.
*******
POV Kirana Pramaswaran
Tak terasa minggu telah tiba. Sudah saatnya aku terbangun dari tidurku. Kulihat Sarah masih terlelap tidur. Aku tak tega untuk membangunkannya, lalu membiarkannya tetap berbaring di atas kasur. Kemudian aku berjalan menuju dapur, lalu membasuh wajahku dengan air kembang tujuh rupa miliknya. Seketika wajahku kembali segar. Lalu aku masuk ke dalam kamar mandi, untuk memenuhi panggilan alam. Setelah itu, aku mandi dengan air yang sudah di campurkan dengan ekstrak melati miliknya. Tubuhku dipenuhi oleh aroma bunga melati yang sangat menyegarkan. Asal kalian tau saja, meskipun aku tidak mandi tubuhku tetap segar, serta mengeluarkan aroma harum dari setiap pori-pori tubuhku.
Dengan kemampuanku yang sekarang, aku dapat memanipulasi aroma tubuh sesuai kehendak hatiku. Sehingga aku tidak perlu mandi. Meskipun begitu mandi tetaplah yang terbaik, rasanya diriku seperti terlahir kembali. Kesegaran serta aroma harum dari berbagai merek sabun, serta ekstrak tumbuh-tumbuhan sungguh tiada tandingnya. Kemudian selesai membersihkan tubuhku, aku mengubah tampilanku. Sebelumnya aku memakai baju kebaya merah, rok batik coklat, serta sebuah mahkota terbuat dari emas di kepalaku. Dengan sekali jentik, kini aku menggunakan off shoulder dress putih, sebuah pita hitam melinkar di leher fasion ala wanita korea, serta sepatu sendal berwarna putih.
Selesai mengubah penampilanku, aku merafalkan mantra lalu menjentikkan jariku. Tiba-tiba munculah sebuah portal dimensi. Portal itu berbentuk seperti sebuah pintu. Di dalamnya terdapat tempat yang ingin aku kunjungi. Kemudian aku berjalan memasuki portal. Setelah itu aku keluar dari portal lalu menutupnya dengan sebuah jentikan jari. Sekarang aku berada di toliet wanita, tempat restoran cepat saji. Lalu aku berjalan keluar, disana banyak sekali para pelanggan yang sedang mengantri. Sepertinya aku datang kurang cepat, terpaksa aku harus mengantri.
Satu persatu pelanggan telah pergi, namun di belakang sana antrian semakin panjang. Aku pun penasaran, mengapa restoran ini banyak sekali peminatnya. Kemudian aku menerawangnya dengan penglihatan spiritual milikku. Namun tidak ada keanehan atau ajian penglaris di tempat ini, kecuali kehadiran beberapa makhluk halus di setiap sudut restoran. Mereka sudah ada disini sejak sertatus tahun yang lalu. Keberadaan mereka tidak terkait dengan ramainya restoran. Syukurlah akhirnya aku bisa berbelanja dengan tenang. Sekian lama aku menunggu, tibalah saatnya bagiku untuk memesan. Seorang wanita penjaga kasir, menyapaku dengan ramah serta tutur kata yang lembut.
"Selamat pagi Mbak, silahkan dilihat dulu menunya." Memberikan menu dengan tutur kata yang lembut.
"Saya mau pesan yang ini." Menunjuk ke sebuah paket lima pada menu.
"Paket lima yah mbak. Ada chiken pake nasi, burger ukuran jumbo, kentang goreng, serta minuman cola. Totalnya jadi enam puluh lima ribu rupiah.
Kemudian aku menarik baju bagian atas, lalu aku memasukan tanganku ke dalam, mengambil uang memunculkan uang dengan sebuah jentikan jari. Setelah itu memberikannya selembar uang seratus ribu. Beberapa pegawai restoran tercengang melihatnya, lalu mereka melanjutkan pekerjaan masing-masing. Beberapa menit kemudian, pesananku sudah jadi. Sang Kasir memasukan pesananku ke dalam sebuah paper bag coklat berukuran jumbo. Kemudian dia memberikannya kepadaku, beserta kembaliannya. Namun aku menolak untuk menerima kembalian itu. Pegawai itu bersikeras agar aku mau menerimanya. Dan terpaksa aku harus menerimannya.
Setelah itu aku berjalan keluar seorang diri dari restoran. Aku menatap kesana kemari, mencari tempat yang sunyi. Lalu aku bersembunyi di balik sebuah pohon, kemudian aku berpindah tempat dengan sekali jentikkan jari. Kini aku sudah berada di sebuah dahan pohon, duduk tepat di samping Sarah. Penampilanku kembali seperti semula. Kemudian aku mengambil burger milikku di dalam paper bag, lalu menikmatinya seorang diri.
"Makanan ini enak sekali, kamu harus mencobanya." Mengunyah makanan, dengan wajah riang gembira.
Namun tidak ada jawaban apapun darinya. Kulihat Sarah sedang menundukkan kepala, sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Wajahnya memerah, serta pori-porinya mengeluarkan sedikit kelenjar keringat. Kemudian dia membuka kedua tangannya, lalu melirik ke arahku dengan sedikit berlinang air mata. Sepertinya telah terjadi sesuatu selama aku pergi. Tiba-tiba dia memegang kedua tangnku dengan erat. Lalu dia pun berkata.
"Kirana," ujar Sarah dengan wajah memerah, dengan sedikit berlinang air mata.
"Iya?" Tanyaku sambil mengunyah makanan.
"Bolehkah aku menakut-nakuti Juliet?" Memegang tanganku dan memohon sepenuh hati.
"Hah? Kenapa tiba-tiba.."
"Boleh atau tidak?" Menyela pembicaraanku.
"Aku tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Tapi baiklah, kau boleh menakut-nakutinya." Jawabku sambil mengunyah makanan di dalam mulutku.
"Sungguh?"
"Iyah, aku bersungguh-sungguh. Besok senin, Juliet akan mengikuti ujian jadi aku beri waktu selama dua malam saja." Ujarku sambil menunjukkan angka dua dengan jariku.
Mendengar hal itu Sarah terlihat sangat senang, lalu dia terbang kesana kemari dengan kegirangan. Maafkan aku Juliet, sepertinya malam ini kamu akan menerima masalah. Anggap saja itu adalah latihan mental. Lagipula aku harus berterimakasih kepada Sarah, karena sudah memberikanku tumpangan disini. Sepertinya malam ini aku harus kembali ke istana. Aku berharap, semoga Sarah tidak berbuat berlebihan.
******
Singkat cerita malam pun tiba. Sudah dua jam lamanya, Juliet mereview beberapa mata kuliah. Materi yang sulit, membuatnya harus memutar otaknya berkali-kali. Jika sudah diambang batas, dia akan langsung menghubungi temannya, melalui phonsel miliknya. Selesai berdiskusi Juliet kembali belajar. Entah mengapa, suasana rumahnya terasa dingin dan mencengkram. Terdengar suara tawa seorang wanita, dari setiap sudut ruangan. Kedua telingannya tertutupi oleh headset putih miliknya, suara volume musik yang tinggi, membuat suara tawa itu tidak terdengar.
Duk! Duk! Duk!
Suara ketukan pintu terdengar begitu kencang. Spontan dia pun langsung berdiri, lalu berlari untuk membuka pintu. Saat pintu di buka tidak ada seorang pun disana, lalu dia melihat beberapa baju yang masih tergantung. Kemudian dia mengambilnya. Sepertinya orang yang mengetuk pintu adalah Mas Dedi, tetangganya. Sepertinya besok dia harus berterimakasih kepadanya.
Tiba-tiba salah satu baju terjatuh, lalu membentuk sebuah sosok misterius, yang tak kasat mata. Tanpa pikir panjang, Juliet langsung mengambil bajunya, lalu mengucapkan "Terimakasih". Setelah itu dia kembali memasuki rumah, tanpa menyadari sosok tersebut.
Setelah itu Juliet kembali ke tempat duduknya. Kemudian dia kembali meriview mata kuliah, untuk mengadapi soal ujian besok. Membaca lalu mengucapkan kembali dengan apa yang sebelumnya dia baca. Mengingat serta berbicara sendiri setiap kosah kata, seperti halnya orang gila. Terkadang dia merasa jengkel, ketika ada beberapa materi serta kosah kata yang dia pelajari, lupa begitu saja.
Tanpa sadar sosok wanita berambut panjang, berkulit pucar berdiri tepat di belakangnya. Kemudian sosok itu berbuat iseng dengan menyentuh telingannya. Spontan dia menepuknya layaknya menepuk seekor nyamuk. Lalu dia berkonsentrasi kembali mengingat materi perkuliahan yang dia pelajari sebelumnya.
Satu jam telah berlalu, sepertinya kantong kemihnya telah penuh. Sudah saatnya bagi Juliet pergi ke kamar mandi, untuk membuang hajat. Selesai membuang hajat dia pergi ke wastafel, untuk mencuci muka. Tanpa dia sadari, sebuah kain putih melayang tepat di belakangnya. Lalu dia meraih kain itu, dan dia menggunakan kain itu untuk mengelap wajahnya. Melihat tingkahnya yang acuh tak acuh, membuat Sarah semakin jengkel. Seolah-olah harga dirinya sedang di permainkan. Akhirnya dia memutuskan untuk menaikan intensitasnya.
Dua jam telah berlalu, kini Juliet sedang tertidur lelap, dengan di balut oleh sebuah selimut. Matanya terpejam, mulutnya terbuka sambil mendengkur. Kemudian kuntilanak itu mengangkat selimut, lalu merangkak secara perlahan dari bawah selimut. Seketika dia mengurungkan niatnya, ketika melihat Juliet hanya memakai baju dan dalaman.
Kuntilanak itu memejamkan matanya, wajahnya memerah, serta memalingkan wajah. Lalu dengan berinisiatif, kuntianak itu mengambil celana pendek milik Juliet. Kemudian mengangkat kedua kakinya, lalu memakaikannya secara sukarela.
Juliet yang sedang berada di dunia mimpi, tidak menyadari aksinya sama sekali. Selesai memakaikan celana, kuntilanak itu pergi begitu saja. Malam berikutnya Kuntilanak itu datang kembali. Dia melayang menembus dinding, lalu mendekati Juliet yang sedang menggosok gigi, berhadapan dengan certmin di wastafel. Juliet bergumam seorang diri, mengucap ulang materi perkuliahan yang dia pelajari, untuk ujian besok. Pandangannya fokus pada dirinya sendiri, di balik cermin. Tak sengaja, dia menyentuh rambut hitam panjang di samping wastafel. Kemudian dia mengambil rambut itu, lalu mengamatinya dengan wajah terheran-heran.
Setelah itu dia kembali memandang sebuah cermin wastafel. Seketika, tatapannya menjadi kosong, pandangannya hanya terfokus pada satu titik. Sementara itu Sarah yang merasa berhasil atas usahanya, sangat senang. Akhirnya Juliet ketakutan melihat sosoknya.
Tapi dugaannya salah, dia membalikkan tubuhnya lalu menatap dirinya, dengan rasa ingin membunuh. Lalu berjalan secara perlahan mendekati dirinya. Tiba-tiba Juliet menepuk dinding, wajahnya saling berdekatan, serta kedua mata mereka saling bertatapan.
"Akhirnya kena juga." Wajah saling berdekatan, sambil memancarkan pesonannya.
"Ini semua salahmu, jika kamu tidak mengintipku aku tidak akan melakukan hal ini. Sekarang aku tidak bisa menikah, bagaimana caramu untuk bertanggung jawab?!" Saling bertatapan, wajah memerah dengan salah tingkah.
"Nyamuknya," ujarnya sambil melihat seekor nyamuk, yang sudah mati di tangannya.
Seketika raut wajah Sarah, menjadi datar sedatar mungkin, lalu dia sangat jengkel karena perlakuan Juliet pada dirinya. Sekali lagi, tanpa sadar Juliet berhasil mempermainkannya. Selesai menyikat gigi, dia berjalan menuju kasurnya untuk tidur, tak lupa mematikan lampu sebelum memejamkan mata.
Satu jam telah berlalu Juliet sudah pergi ke alam mimpi. Beberapa menit kemudian, suara tawa menggema di setiap sudut ruangan. Aroma melati menghiasi setiap sudut ruangan. Juliet sedang berada di alam mimpi, menganggapnya sebagai lantunan tidur.
Sedikit demi sedikit rasa takut mulai merasuki jiwanya. Rasa takut itu menggumpal lalu membentuk sebuah energi negatif. Melihat hal itu, Sarah tak menyia-nyiakan kesempatan. Dia menghisap energi itu layaknya penghisap debu. Akhirnya energi Sarah sudah terisi penuh.
Sekarang sudah saatnya bagi dirinya, untuk menampakkan diri dengan mengubah wujudnya, menjadi sosok yang menakutkan. Kemudian Sarah berbaring tepat di sampingnya, lalu menghembuskan aroma busuk ke arah hidungnya. Juliet berganti posisi tidurnya, ke kanan dan kiri secara berulang-ulang.
Entah mengapa, seketika enargi negatif pada tubuhnya menghilang. Auara tubuh yang sebelumnya, berwarna coklat kehitam-hitaman berganti menjadi merah muda. Tiba-tiba Juliet memeluk dirinya layaknya bantal guling. Seketika wajahnya yang menakutkan, berubah ke wujud aslinya. Wajahnya memerah, kepalanya terasa pening lalu menepuk pundaknya sebanyak tiga kali.
Bukanya terbangun Juliet malah memeluknya dengan sangat erat. Aroma tubuh Juliet, masuk ke dalam hidungnya. Jantungnya yang sudah tak berfungsi, berdetak begitu kencang layaknya manusia normal. Sedikit demi sedikit Juliet mendekati dirinya, lalu wajahnya saling bertatapan.
Tanpa sadar Juliet mengangkat tangannya, lalu menyentuh serta mengusap kepalanya secara lembut. Sarah pun semakin salah tingkah, wajahnya semakin memerah, serta tubuhnya terbujur kaku. Kemudian Juliet mencium keningnya, lalu dia pun berkata.
"Aku mencintaimu," mata terpejam lalu mencium bibirnya dengan lembut.
Sarah pun terkejut, seketika wajahnya semakin memerah, jantungnya berdetak sangat kencang. Tanpa sadar lidanya masuk ke dalam mulutnya. Lidah mereka saling beradu, menari serta menghisapnya dalam kenikmatan. Air liur mulai menetes dari selah bibirnya, kepala Sarah semakin terasa pening. Setelah itu ciumannya turun ke pangkal lehernya, lalu memberikan beberapa cupangan pada lehernya. Sedikit demi sedikit, tanpa sadar Juliet mengangkat gamisnya, lalu mengusap-usap pahanya terasa secara lembut.
"Ahh, tidak." Mulut terbuka, merintih menahan nikmat.
Percikan hasrat seksual, mulai tumbuh dalam diri Sarah. Kemudian tangannya berpinda ke atas, lalu meremas salah satu oppainya, serta melakukan berbagai hal mesum. Kuntilanak itu sudah tidak tahan lagi, lalu dia mendorong Juliet sekencang mungkin hingga kepalanya membentur dinding. Juliet pun terkejut lalu dia pun terbangun dari tidurnya. Dia pun menatap sekitar, lalu mengusap kepalanya yang sakit. Kedua kelopak matanya masih terasa berat, lalu dia kembali tidur. Sementara itu Sarah melayang, dengan wajah memerah berlinang air mata. Kemudian dia kembali pulang ke rumah, lalu berbaring di atas kasur dengan menutupi wajahnya dengan sebuah bantal. Keesokan harinya, Sarah terbangun dari tidurnya. Lalu dia pun berjalan ke dapur untuk membasuh wajahnya.
Beberapa saat kemudian Kirana sudah kembali dari istana. Dia berjalan santai menuju dapur untuk membasuh wajahnya. Kemudian dia melihat Sarah sedang mengelap wajahnya dengan sebuah handuk putih.
"Selamat pagi," sapa Kirana.
"Pagi," jawab Sarah.
"Bagaimana semalam, apa kamu berhasil menakut-nakuti Juliet?"
"Entahlah."
"Ara-ara, apa yang yang terjadi dengan lehermu?" Melihat leher Sarah dipenuhi cap merah.
"Berisik, aku tidak ingin membicarakannya." Memalingkan pandangan, lalu berjalan dengan wajah memerah.
Melihat hal itu Kirana merasa heran. Selesai menakuti korbanya, seharusnya dia senang. Namun yang dia lihat saat ini adalah rasa jengkel, serta tingkahnya yang aneh. Kirana pun penasaran, mungkin di waktu yang tepat dia akan mencari tau. Di sisi yang lain Juliet terbangun dari tidurnya. Tubuhnya terasa releks, lalu dia beranjak dari tempat tidurnya. Berjalan menuju dapur untuk membasuh wajahnya. Dia mengingat mimpi buruk dan basah, sempat dia alami semalam. Rasanya mimpi itu terasa nyata, lalu dia menatap dirinya sendiri, dengan tatapan mesum.
Juliet ingin mengulang mimpi itu, secara terus menerus namun itu hal yang mustahil. Setelah itu dia membersihkan diri. Selesai membersihkan diri, dia mulai berkemas lalu bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Kemudian sambil berjalan dia meriview materi, yang telah ia pelajari semalam, lalu mengucapkannya secara berulang-ulang, hingga merasa percaya diri.