Satu minggu telah berlalu, mimpi itu membuat Juliet berharap untuk mengulangnya kembali. Apalagi, ketika dirinya mengecup seorang Ratu yang cantik jelita. Sayangnya mimpi itu tidak pernah datang kembali. Setelah terbangun dari tidurnya, Juliet pergi ke kamar mandi dengan selembar handuk. Selesai mandi, dia berkemas untuk mengurusi kepergiannya menuju Asrama. Hari ini, dia akan pergi ke Asrama tidak jauh dari Akademi Maritim.
Selesai berkemas, Juliet beserta keluarganya masuk ke dalam mobil Avanza berwarna putih. Tidak hanya Juliet, Yoga beserta keluarganya telah bersiap di dalam mobil. Perlahan kedua mobil melaju meninggalkan rumah. Kedua mobil itu, mulai melintasi jalanan pedesaan lalu melintasi jalan raya. Lima jam lamanya, mereka berada di perjalanan dan akhirnya mereka pun sampai. Asrama Juliet, berada tak jauh dari Akademi berlokasi di Provinsi Mekar Tengah.
Asrama tersebut, merupakan perumahan elit telah disewa oleh pihak Akademi. Satu rumah, terdiri dari dua kamar dan dapur. Setiap kamar, terdapat kasur bertingkat beserta seprai dan bantal. Sesampainya di Asrama, para senior menuntun Calon Taruna ke dalam Asrama. Beruntung, Juliet dan Yoga berada satu tempat yang sama. Selain mereka berdua, empat penghuni asrama mulai berdatangan.
Kemudian, seluruh anggota keluarga masuk ke dalam asrama lalu berbagi kisah dan kasih sebelum matahari tenggelam. Tidak terasa matahari mulai terbenam, waktunya pihak keluarga untuk berpisah. Ayah Juliet datang mendekat, dia mengeluarkan lima lembar seratus ribu.
"Juliet, ini uang untukmu," ujar Sang Ayah sambil memberikan uang.
"Terima kasih, Ayah."
"Belajar yang benar, jangan kecewakan Ayah sudah membiayaimu. Semoga kamu betah Juliet," pesan Sang Ayah membuat Juliet terdiam.
Setelah itu, seluruh anggota keluarga memberikan selembar seratus ribu kepada Juliet. Sang Ibu meneteskan air mata, ketika anak tertuanya diberikan uang. Sebab selama ini, tidak ada satu pun yang peduli selain kedua orang tuanya sendiri. Satu persatu, seluruh anggota keluarga masuk ke dalam mobil. Melihat keluarganya masuk ke dalam mobil, membuat Juliet sangat sedih. Air matanya hampir saja menetes, beruntung dia langsung mengusapnya sebelum dilihat penghuni asrama.
Kemudian, Juliet masuk ke dalam asrama lalu dia berkenalan dengan empat penghuni asrama yaitu Piras, Paijo, Muner, dan terakhir Dodi. Mereka berasal dari berbagai daerah di pulau jawa.
Singkat cerita malam pun tiba, seluruh Calon Taruna keluar dari asrama. Kemudian kami disuruh duduk memanjang berhadapan. Mereka semua disuruh untuk menikmati hidangan makan malam hanya beralaskan daun pisang. Sebelum menikmati hidangan, para senior memilih salah satu taruna secara acak. Para senior memilih Dodi, teman seasrama Juliet memimpin makan malam.
"Siap gerak!"
Mereka semua duduk tegak berhadapan. Kemudian, Dodi berjalan tiga langkah, memberi hormat kepata seorang senior.
"Lapor, calon taruna siap makan malam!"
"Lanjutkan."
"Siap lanjutkan! Sebelum makan alangkah baiknya kita berdoa. Berdoa mulai!"
Selesai berdoa, Dodi kembali ke tempatnya lalu mereka semua mulai menikmati makan malam. Para senior dan seorang pelatih berusia 40 tahun berdiri mengawasi. Canda dan tawa, menghiasi malam itu membuat suasana terasa menyenangkan. Maklum, malam ini merupakan malam pertama para Calon Taruna berada di asrama.
Makan malam telah selesai, selembar daun pisang bersih dari sebutir nasi. Dodi berdiri dari tempat duduknya, dia mulai memimpin upacara penutupan sebelum membubarkan diri. Setelah upacara penutupan, seluruh penghuni asrama kembali ke kamar masing-masing. Keesokan harinya pada pukul empat pagi, Juliet terbangun dari tidurnya. Dia berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
Selesai mandi, dia masuk ke dalam kamar lalu mengenakan baju kemeja putih polos dan celana bahan hitam beserta sepatu olahraga. Setelah itu, seluruh Calon Taruna berbaris membentuk satu peleton sebanyak sepuluh orang. Para senior dengan ramah, memberikan arahan layaknya Taman Kanak-Kanak. Satu persatu peleton, mulai berjalan menelusuri jalanan beraspal menjauhi lingkungan Asrama.
Perjalanan dari Asrama menuju Akademi sekitar 5 km. Suhu dingin mulai mereka rasakan, kedua telapak kaki mulai terasa pegal. Belum satu kilometer, Juliet sudah berkeringat hebat.
"Ayo semangat, terobos terus!" ujar Yoga sepupunya menyemangati.
"Thanks," balasnya dengan lemas.
Sesampainya diakademi, mereka semua berdiri di tengah lapangan berumput. Kemudian, mereka berlari mengelilingi Akademi sebanyak tiga kali. Selesai berlari, mereka semua membentangkan kedua tangan lalu mulai melakukan perenggangan dan olahraga ringan. Selesai berolahraga, Calon Taruna beristirahat selama lima menit lalu selanjutnya mereka mulai berlatih baris berbaris hingga matahari terbit.
Matahari telah terbit, mereka semua masuk ke dalam sebuah ruangan. Di dalam ruangan, terdapat meja dan kayu panjang. Berbagai macam lauk pauk dan nasi berada atas ompreng. Ompreng tersebut berada di atas meja dan siap untuk dinikmati. Setelah upacara pembuka, seluruh Calon Taruna mulai menikmati sarapan pagi.
Para senior dan pelatih mengawasi mengawasi seluruh Calon Taruna. Pak Narto, pelatih mengenakan baju loreng angkatan laut pun berkata melipat kedua tangannya. Tubuhnya yang kekar, kulit sawo matang menatap para Calon Taruna dengan mengintimidasi.
"Ingat sendok yang nyamper ke mulut, bukan mulut yang nyamper ke sendok. Kalau mulut yang nyamper ke sendok itu namanya bebek!" ujarnya kepada para Calon Taruna.
Juliet, secaepat mungkin menghabiskan sarapan pagi tanpa tersisa. Selesai makan mereka kembali berbaris. Satu persatu, para Calon Taruna memasukan ompreng ke dalam gentong berisi air lalu dicelumkan hingga bersih dan meletakkannya di atas meja. Setelah itu mereka semua kembali berbaris di depan ruangan. Kemudian. para senior mulai memperkenalkan lingkungan Akademi. Selanjutnya, seluruh Calon Taruna berlatih fisik hingga sore hari. Kegiatan itu terus menerus selama satu bulan lamanya.
Satu bulan telah berlalu, Juliet berada di lingkungan Asrama. Cuaca sangat panas, tubuh Juliet terasa lemas ketika berlatih fisik. Tidak disangka, darah keluar dari hidungnya namun dia terus berlari seorang diri mengejar ketertinggalan. Piras, pemuda berkulit putih, bertubuh tinggi kekar dan berambut cempak sempat melihatnya. Buru-buru dia berlari mendekati Juliet sedang berlari.
"Juliet, elu mimisan! Jangan dipaksakan, mending elu istirahat," kata Piras.
"Kenapa Juliet?" tanya seorang senior.
"Juliet mimisan senior," jawab Piras.
"Ayo, kamu ikut saya. Kamu harus istirahat," ujar Sang Senior berparas tampan menuntun Juliet menuju sebuah pohon yang rindang.
Juliet duduk di bawah pohon sambil meluruskan kedua kaki. Rupanya dia tidak sendiri, melainkan bersama seorang Calon Taruni. Calon Taruni itu, memiliki tubuh ideal dan tinggi sepantar. Kulitnya putih cerah, sepasang mata coklat dan berambut hitam. Parasnya yang manis, membuat Juliet menjulukinya di dalam hati sebagai gadis gula. Gadis itu sadar, bahwa Juliet sedang memperhatikannya lalu dia pun tersenyum manis kepadanya.
"Hai," sapa gadis itu.
"Hallo," balas Juliet.
"Masih kuat?" tanya gadis itu dengan cemas.
"Sepertinya masih, cuman senior itu bilang supaya aku beristirahat. Cuaca panas pesisir Kota Lelang, membuatku hampir meleleh," keluh Juliet.
"Sabar, nanti juga kamu terbiasa. Oh iya kenalin, namaku Nunki Safira," balasnya lalu menjulurkan tangan untuk berkenalan.
"Juliet, salam kenal," balasnya sambil berjabat tangan.
Matahari semakin menjulang tinggi, suhu panas semakin Juliet rasakan. Keringat mengucur dengan deras, raut wajahnya terlihat sangat kelelahan dalam mengikuti latihan. Berbeda dengan Nunki, masih bersemangat menunggu waktu yang tepat untuk kembali berlatih. Juliet teringat tiga hari sebelum keberangkatannya, menuju asrama. Seluruh Calon Taruna, mengikuti beberapa tes ketahanan tubuh.
Seluruh tes fisik telah Juliet ikuti, dia merasakan tubuhnya remuk ketika mengikuti tes fisik. Juliet sempat memperhatikannya mengikuti latihan. Nunki terlihat sangat bersemangat, mengikuti seluruh tes tanpa mengeluh sedikit pun.
"Nunki kamu hebat," puji Juliet membuat Nunki melirik ke arahnya.
"Hebat kenapa?"
"Sewaktu kita mengikuti tes fisik, aku lihat kamu mengikuti tes fisik dengan sangat semangat serta tanpa mengeluh. Padahal cuaca di sini sangat panas, lingkungan semi militer dan serba banyak aturan. Kenapa kamu masuk ke Akademi ini?" tanya Juliet.
"Ayahku seorang Kapten Kapal Pesiar. Semasa kecil, aku diajak Ayahku menuju Inggris menaiki Kapal Pesiar tempat ayahku bekerja. Aku melihat indahnya lautan, seketika aku pun jatuh cinta dengan laut. Ingin rasanya, aku menikmati suasana laut bersama Ayahku. Oleh karena itu, demi mewujudkan impianku maka aku masuk ke dalam Akademi ini," jawab Nunki.
"Gaji pelaut itu kudengar sangat tinggi. Tapi sayangnya, para pelaut jarang sekali kembali ke darat. Apalagi lautan itu penuh sejuta misteri, belum termasuk para perompak di atas kapal. Apa kamu sudah mempertimbangkannya?"
"Soal itu aku sudah memikirkannya matang-matang. Meski suatu saat, aku jarang kembali ke darat, bertemu perompak dan bahkan mahkotaku hilang sekali pun. Selagi aku bisa, melindungi para pemumpang serta menikmati indahnya lautan Nusantara, bagiku tidak masalah walau sempat ada pertentangan dari Ibuku. Ya, pada akhirnya Ibuku setuju dengan keinginanku walau hanya beberapa tahun. Bagaimana denganmu Juliet?"
"Hah, tidak ada alasan spesial. Aku hanya disuruh oleh Ayahku," jawabnya pesimis membuat Nunki terdiam sejenak.
"Mungkin saja, ayahmu ingin memberikan masa depan yang terbaik untukmu Juliet. Semangat!" balasnya menyemangati.
"Thanks," balas Juliet.
Semenjak saat itu, mereka berdua berteman. Setiap kali mereka berpapasan, Nunki selalu menyapanya terlebih dahulu membuat beberapa Calon Taruna salah paham.