Satu minggu telah berlalu, hari ini seperti biasa Juliet terbangun dari tidurnya. Tubuhnya terasa berat. Rasanya dia enggan untuk beranjak dari kasur. Namun semua itu sirna, ketika ia mengingat tumpukan baju yang ada di dapur. Juliet pergi ke kamar mandi lalu membasuh mukannya sebanyak tiga kali. Setelah itu, dia mengambil sebuah ember besar berwarna merah, yang tergantung di atas dinding. Dia pun mencuci semua baju kotor dengan air dan deterjen. Baju itu dia kucek menggunakan kedua tangannya.
Selanjutnya ia langsung membilasnya hingga bersih. Selesai mencuci ia berjalan ke luar, lalu menggantung bajunya pada sebuah tali, yang diikatkan pada dua tiang. Angin pun berhembus sepoi-sepoi, ayam pun berkokok dari segala penjuru. Sedikit demi sedikit dia melihat sinar mentari, sepertinya matahari baru terbangun dari tidurnya. Ketika ia sedang berjemur, Dedi pun keluar dari rumahnya. Dia terlihat rapih dengan baju perusahaannya, lalu menenteng sepatu dan meletakkannya di depan. Dedi pun tersenyum ke arahnya, lalu ia pun berkata.
"Pagi mas, lagi ngejemur?"
"Iya lagi ngejemur baju. Jangan panggil mas, kita seumuran." Menggantungkan pakaiannya satu persatu.
"Oh iya tapi kayaknya, saya sudah terbiasa manggil mas. Oh iya bagaimana perkuliahan di minggu pertama?" Memakai kaos kaki lalu mengikat tali sepatu.
"Begitulah banyak hal yang terjadi." Seketika ia teringat oleh dompetnya, lalu mimik wajahnya pun berubah menjadi sedih.
"Ada apa?"
"Senin di hari pertama masuk kuliah, dompet gue kecopetan."
Mendengar hal itu Dedi pun terkejut, lalu Juliet menceritakan semuanya. Dedi pun merasa prihatin, lalu ia menyarankan agar Juliet segera melapor ke polisi. Juliet pun menolak, sebab dirinya teringat saat pencurian motor di kosan ketika semasa sekolah. Namun dari pihak kepolisian tidak ada penindakkan sama sekali. Mereka akan bergerak jika ada sebuah pemicu, maka dari itu melaporkannya adalah sebuah hal yang sia-sia. Beruntung Sang Supir waktu itu memberikannya tiga ratus ribu rupiah. Namun uang segitu mana cukup untuk bulan depan. Apalagi ia harus membeli buku paket untuk mengikuti perkuliahan. Bahkan untuk bayar kontrakan pun tidak ada. Dedi pun berkata.
"Sudah gak apa-apa, yang lalu biarkan berlalu. Tapi menurutku meskipun tidak ada tindakan, apa salahnya untuk melapor? Lagipula kejadian ini bisa jadi himbauan kepada masyarakat yang lain agar waspada."
"Bener sih, yasudah nanti gue kasih laporan kalau ada waktu."
"Mau gue antar?"
"Boleh kalau elu ada waktu."
"Besok gue masuk shiff 3, selesai perkuliahan kita bikin laporan."
Setelah itu Dedi pamit untuk berangkat ke tempat kerjannya. Sementara itu Juliet kembali masuk ke dalam untuk berbaring sejenak. Selanjutnya ia menyetrika baju, yang sudah menumpuk di samping tempat tidurnya. Satu persatu baju ia setrika dengan rapih, lalu melipat dan memasukannya ke dalam lemari. Setelah itu ia pun tertidur tanpa memikirkan sarapan. Juliet merasa kelelahan dengan baju miliknya. Rasannya ia ingin melaundry seluruh pakaian kotor yang ada. Melihat keuangan yang ia miliki, seketika Juliet langsung mengurungkan niatnya.
Dua jam telah berlalu, sekarang sudah waktunya bagi Juliet untuk mandi. Selesai mandi ia menggunakan baju batik berwarna coklat, lalu memasukan buku ke dalam tas. Setelah itu ia menggunakan sepatu dan pergi ke kampus. Sepanjang perjalanan ia mempercepat langkah kakinya. Terkadang ia pun berlari sambil untuk menghemat waktu. Keringat pun bercucuran lalu staminanya berkurang. Tidak ada waktu untuk beristirahat, sebab perkuliahan sudah dimulai. Sesampainya di kampus ia langsung berlari, lalu menaiki anak tangga hingga sampai ke lantai tiga. Kemudian ia berjalan menuju kelas, lalu membuka pintu.
"Kreak," Pintu pun terbuka.
Ani sensei sedang menerangkan materi perkuliahan. Sementara mahasiswa fokus menangkap setiap materi yang beliau sampaikan. Seketika mereka melirik ke arahnya, Juliet pun merasa malu lalu menganggukkan kepala sambil tersenyum. Melihat hal itu Ani sensei menggelengkan kepala, lalu ia pun berkata.
"Kamu habis joging?" Melihat bajunya yang basah oleh keringat.
"Iyah."
"Yasudah, silahkan kamu duduk di depan." Menunjuk ke sebuah bangku depan di sebelah kanan.
Di sebelah kanan, mayoritas yang menduduki tempat itu adalah mahasiswi. Namun Juliet tidak duduk sendiri, dia duduk tepat di samping Adam. Sekilas mereka pun bertatapan lalu mereka pun tersenyum. Juliet merasa tidak nyaman dengan tempatnya yang sekarang. Selain posisi duduknya, berhadapan langsung dengan meja Dosen. Dia belum terbiasa dengan wanita di sekitarnya. Kemudian Juliet pun berkenalan dengan Adam, lalu disusul oleh teman di dekatnya.
Yang pertama wanita bertubuh agak gemuk, berkulit putih, berkacamata, berhijab dan baju berlengan panjang berwana biru, dan terakhir menggunakan celana biru dongker. Dia bernama Widia Nur Syahfitri, orang di rumahnya sering memanggilnya "Widi." Selanjutnya gadis berkerudung merah, menggunakan baju terusan merah berlengan panjang, di bungkus dengan rompi berwarna abu. Gadis itu bernama Ria Anjani, ia memiliki kulit yang cerah, bermata sipit, bibitnya yang manis, wajahnya terlihat seperti keturunan tionghoa. Sedangkan gadis berbadan kecil, dia bernama Nurul. Nurul memiliki postur yang pendek, berkulit seputih salju, serta wajahnya yang manis.
Mereka pun mulai bertanya seputar info tentang Juliet. Setiap mereka bertanya, kepalannya langsung berputar, wajah memerah, bahkan berkeringat dingin. Rasa yang ia alami sungguh membuatnya tidak nyaman. Namun ia berusaha untuk fokus dengan apa yang mereka tanyakan, serta kemana arah pembicaraan mereka. Jangan sampai masa kelam ketika masa sekolah sampai terulang. Dulu dia selalu hatinya di permainkan oleh wanita, bahkan ia pernah menjadi babu di depan banyak orang.
Dulu bahkan mereka pernah menyebutnya "Idiot." Padahal secara mental dan itelektual, dia adalah manusia yang cerdas. Sementara itu di kubu sebelah, tanpa Juliet sadari para mahasiswa mulai membicarakannya. Mereka membandingkan kepintaran Juliet dengan Adam dalam sebuah taruhan. Jika kalah maka mereka harus meneraktir yang menang. Dua minggu kemudian sosoknya semakin menjadi pusat perhatian. Sebab setiap persentasi penampilannya selamu memukau hari semua orang.
Setiap penampilan baik drama atau hal yang lainnya dirinya selalu menjadi pusat perhatian. Terkadang menjadi seorang yang humoris, juga pribadi yang serius. Semua itu ia lakukan ketika dirinya tampil di depan, berbeda dengan sifatnya diluar panggung. Dia memiliki sifat sedingin es, menjaga jarak, serta menghabiskan waktu seorang diri. Biasanya dia lebih banyak menghabiskan waktu, duduk di lantai tiga. Sebab sinyal wifi di lantai tiga sangat bagus, sehingga ia dapat mendownload berbagai anime dan game. Setelah puas ia berjalan menuruni tangga, lalu menelusuri lorong menuju gerbang. Kemudian ia berjalan keluar dari gerbang. Begitulah kehidupan yang ia jalani sebagai mahasiswa kupu-kupu.
Sepanjang perjalanan ia melihat beberapa bajai, mengetem dekat trotoar. Bajai itu bersaing dengan trasportasi umum lainnya. Meskipun begitu para supir tetap menjaga tali silaturahmi dan komunikasi. Ketika Juliet berjalan dan menatap ke depan, ia melihat seorang pemuda berjalan ke arahnya. Seketika ia melihat gumpalan hitam seperti waktu itu. Sorot matanya melirik ke sana kemari, seperti menghindari sesuatu. Lalu mereka mulai saling berdekatan, setelah itu dia mulai melirik ke arahnya.
Kemudian Juliet melihat sebuah tato berbentuk api di lengan kirinya. Dan akhirnya Juliet pun sadar bahwa orang itu adalah copet yang mengambil dompetnya. Spontan copet itu langsung berlari, lalu memasuki sebuah gang. Setelah itu pencopet memasuki halaman warga, lalu melompati pagar. Pergerakannya sangat lincah sehingga Juliet mengalami kesulitan untuk manangkapnya. Suatu hari ada sebuah bajai terparkir disamping trotoar. Di dalam bajai itu ada sebuah kunci yang tergantung disana.
Pencopet itu melihatnya lalu masuk kedalam bajai dan pergi begitu saja. Namun Juliet tidak menyerah begitu saja, lalu ia memberhentikan salah satu bajai.
"Stop!" Melambaikan tangan kepada supir.
"Mau kemana?"
"Ikuti bajai itu, cepat!" Menunjuk ke arah bajai yang jaraknya cukup jauh.
Disanalah terjadi kejar kejaran, antara Juliet dengan pencopet. Setiap jalan mereka singgahi, bahkan lampu merah mereka lewati begitu saja. Wajahnya semakin panik karena jaraknya dengan pencopet itu semakin menjauh. Sementara supir tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Lampu lalu lintas berganti warna, jalanan pun mulai macet. Pencopet itu berhasil melarikan diri, sementara Juliet terjebak kemacetan. Setelah lalu lintas kembali kondusif, Juliet meminta Sang Supir untuk memarkirkan kendaraannya samping terotoar. Juliet pun keluar, amarah mulai menyelimuti dirinya. Supir pun turun dari kendaraannya, lalu dia bertanya.
"Sebenarnya ade lagi ngejar siapa?"
"Copet dia sudah mencopet dompet saya!" Menunjuk ke arah bajai yang sudah pergi jauh.
Setelah itu Juliet kembali ke kontrakannya, diantar oleh Sang Supir. Sepanjang perjalanan, pandangannya kosong, lalu berjalan sempoyongan menuju gerbang. Tiba-tiba supir memegang pundaknya, dia pun berkata.
"Saya turut prihatin, semoga Tuhan menggantinya dengan lebih baik." Tangan kiri memegang pundaknya, sedangkan tangan kanan menjulur ke arahnya.
"Ambil kembaliannya,"memberikan selembar uang lima puluh ribu.
Juliet berjalan sempoyongan menuju rumahnya. Wajahnya terlihat sedih, dia terus memikirkan dompet miliknya. Enam hari lagi ia harus segera membayar kontrakan, jika tidak dia harus tidur di jalan. Setelah Dedi pulang dari tempat kerjanya, dia berencana untuk meminjam uang.
Setidaknya dia bisa membayar uang kontrakan, soal makan dirinya hanya bisa pasrah. Sedangkan uangnya hanya tersisa lima puluh ribu. Kemudian ia masuk kedalam, lalu dia berganti pakaian. Ketika ia mebuka lemari pakaian, dia melihat dompet miliknya tergeletak di atas. Lalu ia mengecek isi dompet tersebut, dan ternyata semuannya lengkap. Hanya saja jumlah uang yang sebelumnya satu juta, kini menjadi tiga juta.
Juliet sangat senang lalu dia berteriak kegirangan, loncat kesana dan kemari sambil memegang dompetnya. Akhirnya dia bisa bernafas lega. Entah apa yang sebenarnya terjadi, Juliet pun tidak memperdulikannya. Yang terpenting dompetnya sudah kembali.