1 BAB 1

Jam menunjukkan pukul 22.00 saat piano tua itu memainkan sebuah lagu. "Siapa yang memainkan piano pada larut malam seperti ini?" pikirku sambil berjalan menuruni tangga menuju ruang keluarga di rumahku. Kulihat kakakku sedang duduk disana memainkan piano itu. Piano yang menyimpan banyak kenangan di antara kami berdua.

***

Pagi yang cerah, cahaya mentari perlahan memasuki kamar, menari-nari diatas pipiku, dan membangunkanku dari tidurku karena hangatnya tarian itu. Kubuka jendela kamar dan kuhirup udara pagi yang segar sambil menikmati pemandangan gunung yang masih berselimut kabut tipis. Kubiarkan diriku menenangkan diri untuk mengumpulkan semangat pada pagi ini. Tak pernah bosan rasanya menikmati pemandangan asri yang menyejukkan mata ini. Setelah beberapa saat, kulihat jam beker menunjukkan pukul 08.00 pagi, segera kurapikan kasur dan bersiap untuk melakukan perjalanan yang telah aku dan keluargaku rencanakan sejak lama.

Hari ini aku dan keluargaku akan melakukan perjalanan liburan yang cukup jauh. Perjalanan ke kota pada awal tahun, disana setiap awal tahun selalu mengadakan bazar yang menjual berbagai macam barang, makanan, minuman, dan jasa dengan harga yang relatif lebih murah. Hampir setiap tahun kami kesana untuk membeli barang atau mencoba kuliner yang belum pernah kami coba atau hanya untuk liburan bersama keluarga.

"Melati, ayo sarapan," suara ibu membuyarkan lamunanku. Melati, itulah namaku. Nama yang diberikan oleh ibuku karena bunga melati adalah bunga kesukaannya. Awalnya aku agak kecewa, tetapi ibuku mengatakan bahwa bunga melati merupakan simbol dari kesucian, kemurnian, dan kesederhanaan dan dia berharap putrinya bisa menjadi arti dari bunga melati itu sendiri.

"Iya Bu, ini udah selesai kok," jawabku. Aku bergegas menuruni tangga dan menuju ruang makan. Saat aku sampai disana, aku terpana melihat banyak sekali jenis makanan. Pasti ibu sudah menyiapkan ini semua dari pagi, namun aku heran bagaimana mungkin ibu masih terlihat segar.

"Ngapain aja sih Dik di kamar? Lama banget turunnya, ini udah pada nungguin dari tadi. Ayo sini cepetan duduk, jangan bengong aja," kata kakakku. Ucapan kakakku mengalihkan pandanganku ke arahnya.

"Iya ini juga mau duduk kok. Lagian kan Mas Andi tau sendiri kalo aku siap-siap kayak gimana," jawabku dengan malas. Mas Andi adalah kakakku satu-satunya, tetapi setiap awal tahun pasti selalu meributkan hal ini. Tapi awal tahun ini sepertinya dia sangat tidak suka aku terlambat. Mungkin karena hari ini dia ingin membeli piano untuk latihan lomba bulan depan.

Kakakku hobi bermain piano, disekolahnya dia mengikuti ekstrakulikuler piano dan dia lolos lomba piano tingkat kota. Rencananya seleksi tingkat provinsi akan diadakan bulan depan jadi, dia ingin mempersiapkan diri dari jauh-jauh hari dengan berlatih di rumah.

"Sudah-sudah tidak perlu diributkan. Kalian ini kan sudah besar, tidak perlu bertengkar seperti ini," kata ayah. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ayah pasti yang akan menengahi pertengkaran aku dan kakakku. Ayahku adalah orang yang sederhana dan tidak banyak bicara. Akan tetapi, aku tahu kalau ayahku sangat menyayangi kami semua karena aku bisa merasakan kehangatan dari setiap kata-kata yang beliau ucapkan.

"Ini ambil piring dan sendoknya. Ambil masing-masing jangan kebanyakan biar tidak ada sisa," kata ibu. Kalimat ibu menutup percakapan di meja makan.

***

avataravatar
Next chapter