webnovel

Bocil 3 Tahun ini adalah Penjahat

'Tidak masuk akal merasuki karakter dalam novel yang harusnya telah di rasuki' Aku merasuki salah satu Karakter Penting yaitu tokoh penjahat yang menyiksa Protagonis Wanita di Novel yang berjudul [I Possessed The Villain's Granddaughter]! Apa kau bilang? tokoh penjahat yang bakal menderita sekali setelah melakukan segala tindak kejahatan terhadap protagonis?! Sebelum aku menyadarinya, hidupku digariskan sebagai tragedi! aku tidak bisa hidup seperti ini! 'Tolong selamatkan aku!' Namun, bahkan sebelum Protagonis Wanita muncul, sudah ada bermacam-macam kejadian di hadapanku. "Kamu si darah-kotor, kan? mereka bilang kamu bertingkah imut demi mendapatkan makanan. layaknya pengemis" "..." 'habislah kalian semua' Elliotte, bocil berumur tiga tahun yang memegang tokoh penjahat dari novel tragedi dengan tingkat kesulitan tertinggi. Aku menjalani hidupku dengan sungguh-sungguh, memanfaatkan plot asli untuk keuntunganku sambil mencari cara untuk bertahan hitup. Tetapi- 'Huuh?' Mengapa Kakek-ku, Duke yang jahat, bersikap begitu padaku? dan, kenapa Ayah-ku yang selalu bepergian karena membenci Kakek, tiba-tiba muncul? dan, kenapa kakak laki-lakiku bertingkah sangat menyebalkan? terlebih lagi. 'Apa ini-' [Elliote sangat imut, kamu boleh menghancurkan bumi TT TT TT] [Ahhh maaf aku berpura-pura tidak peduli padamu sebelumnya dan mengumpati mu TT TT ternyata ada kondisi seperti ini] [Tragedi, diakui TT TT Bukankah situasi keluarga ini setingkat kiamat?] ㄴyeah, sangat. ke ke [jadi, info berharganya terkubur disini...kue-kue itu beracun, kan?] Aku menatap jendela hologram yang melayang didepanku. 'Ini terlihat seperti bagian komentar Coconut Page' bagaimana mungkin malah jadi seperti ini!?

Chillabell · Fantasy
Not enough ratings
42 Chs

Chapter 11: First Operation

 Enzo tersenyum rumit

"Umm, Nona Muda. Sebuah Perjamuan tidak bisa diadakan hanya dengan 1 atau 2 kepingan emas"

Aku mengeluarkan isi dari tas yang tergantung dibadanku. Seketika tanganku menjadi penuh dan aku menyodorkannya.

"Permata-permata apakah itu...!"

Enzo sangat terkejut melihat permaa-permata yang memenuhi tanganku. Setiap jenisnya terlihat unik, dan hanya dengan sekali lihat saja bisa diperkirakan harganya sangatlah tinggi.

'Ini adalah balasan untuk Pil Regresi Fisik yang kuberikan ke Kakek'

Mata Enzo terbelalak.

Kenyataan diriku yang berusia 3 tahun membawa begitu banyak permata membuat mulutnya tak bisa mengatup. Ketika aku bilang, "Kalau banyak beginii, cukup uncuk pwesta...?"

Tangan Enzo gemetar namun mendekatiku.

TAKK!

Ayah memukul tangan Enzo yang hampir meraihku.

"Apa kau akan memalak uang jajan seorang anak kecil"

"Uang jajan...bagi saya itu tidak terlihat seperti uang jajan"

Kata-kata Enzo ada benarnya. Jumlah ini tidak ada bedanya dengan harta simpanan satu keluarga bangsawan. Jadi sebenarnya aku sangat menyayanginya, tapi...

'Aku akan menginvestasikannya di anda kok?'

Apalagi karena ini adalah permata, tidak mungkin aku yang berumur 3 tahun bisa membawanya keluar untuk mencairkannya.

Ayah mengerutkan keningnya pada Enzo, yang sudah tumbuh bibit kemelekatan.

Lalu TUK, dia melemparkan sebuah kunci.

"Ambil sebanyak yang kau butuhkan dari Simpanan Kekayaan Pribadi-ku"

"Saya mengerti"

"Apa lagi yang kau tunggu?"

"Ya?"

"Kau pikir kita bisa kembali ke wilayah minggu ini dengan kau yang hanya mematung?"

"Saya akan segera mempersiapkannya"

Enzo menghormat padaku dan ayah untuk terakhir kali dan segera menghilang.

'apa dia baru saja bilang kalian akan kembali ke wilayah dalam minggu ini?'

hanya tersisa 6 hari dari minggu ini. Dan kalau Ayah adalah orang yang tidak memiliki hubungan baik dengan kakek, maka akan jarang sekali dia ke Kastil Utama. Dengan kata lain jangka waktu untukku mendekati ayah adalah 6 hari.

Sejak detik itu, 'Proyek menjadi dekat dengan Ayah' dimulai

***

Aku keluar-masuk kantor Ayah di barak sepanjang hari.

Aku sarapan lalu pergi ketempatnya, aku makan siang lalu pergi ketempatnya, setelah makan malam aku pergi lagi.

Sudah 3 hari sejak kedatangan Ayah di Kastil. Seperti biasa aku mampir ke kantor Ayah lagi setelah makan siang.

Aku berjinjit dan mengetuk pintu yang besar, lalu muncullah Enzo.

"Anda datang lagi setelah selesai makan?"

Enzo yang dalam 2 hari terbiasa dengan kehadiranku, tersenyum cerah.

Bawahan Ayah yang lain juga menyambut dengan senyuman.

Aku menyapa Enzo dan duduk dikarpet dimana ada meja kerja Ayah.

Sayangnya, ayah tidak berkata banyak karena dia baru kembali setelah 5 tahun, ada begitu banyak pekerjaan sehingga dia tidak punya waktu untuk memperhatikanku.

'Tentunya kalau sampai ditahap ini, sudah cukup bagus'

Ketika berurusan dengan Kakek, aku bahkan tidak bisa masuk ke ruangannya, tapi dengan Ayah, aku bisa tinggal-berdiam didalam Ruang Kantornya.

'Kalau aku disisinya, aku akan punya kesempatan untuk terlihat bagus'

SSK SSK aku bermain dengan menulis-nulis dibuku gambar.

Enzo yang melihatnya, bertanya. "Anda sudah bisa menulis?"

Aku menganggkat bangga daguku. 'Aku berusaha keras sih'

Benar-benar butuh 3 tahun penuh karena bahasa disini sepenuhnya berbeda dengan Korea dan Inggris.

'Walaupun aku belum mahir membuat kalimat, tapi aku masih jauh lebih baik diantara yang seumuran'

"Wah seperti yang diharapkan dari Nona keluarga Astra, dibandingkan dengan orang biasa-", Enzo yang mengoceh, tersentak.

Karena ayah menatap ke arah sini tanpa ekspresi.

'Enzo bodoh'

Ayah sangat membenci Astra. Khususnya, dia tidak bisa menyembunyikan kekesalan pada kata-kata 'seperti yang diharapkan dari Astra'.

Sementara Enzo kebingungan, aku segera mengganti topik pembicaraan.

"Saya tauu banyak huruf!"

"B-begitukah? Kalau begitu bisakah anda menulis nama ayahmu?"

"Ya!"

Aku bekerja keras untuk menulis sambil berbaring tengkurap

Da-y-mon-...

-hanya setelah menulis sampai situ, aku melirik Ayah.

'Jika aku tampak terlalu pintar lagi, itu sedikit...'

Kalau aku terlalu pandai, aku akan dijauhi, bukannya disukai.

'Bagaimana jika mereka menduga bahwa aku adalah manusia buatan?'

Aku menghapus apa yang telah kutulis dengan krayon, dan menulis kata yang baru.

"inii". Setelah mengatakannya, para Ajudan termasuk Enzo melihat dengan tatapan tertarik.

Mon-duk-y

"Kheuk!", aku mendengar suara napas yang sepertinya terputus dari suatu tempat.

Seorang Ajudan berambut panjang menutupi mulutnya, dengan wajah yang tampak mendekati ajal. Enzo juga di kondisi yang sama. Dia mencubit pahanya dengan keras. Situasi para Ajudan lainnya tidak jauh berbeda.

Karena aku menulisnya begitu besar, huruf-huruf yang aku tulis dapat dilihat bahkan dari meja Ayah.

"...."

Dengan dahi berkerut, Enzo dengan cepat berkata, "M-Meski begitu, dua huruf benar"

"Ya. Nona Muda sudah sangat baik di usia tiga tahun"

Kemudian aku membalik buku gambar-ku ke halaman berikutnya. Aku melirik Ayah.

'Apakah aku terlalu banyak bertingkah kekanak-kanakan?'

Aku sangat gugup karena sepertinya dia akan mengatakan sesuatu. Tapi dia fokus pada pekerjaannya lagi tanpa mengatakan apa pun.

'....'

Aku memainkan renda yang menempel pada pakaianku.

'Sepertinya Ayah adalah orang yang lebih baik dari perkiraanku'

Meskipun wajahnya terlihat dingin, dia tidak bersikap kasar kepada anak kecil. Sebaliknya, dia tidak mengusirku meskipun aku mengganggunya dari samping.

'Mungkin... mungkinkah dia memiliki kasih sayang padaku meskipun hanya sedikit ...?'

Aku menggelengkan kepala pada dugaanku sendiri. Kupikir tidak ada yang namanya kasih sayang tanpa harga yang harus dibayar. Meskipun orang lain mungkin punya, setidaknya aku tidak akan memilikinya.

'Sama seperti di dunia asliku'

***

Ketika aku masih seorang Yoo Hyemin, aku hanya hidup bersama ibu-ku. Itu karena Ayah meninggal lebih awal. Tidak sampai aku mulai belajar berjalan, Ibu sudah menikah lagi.

Nenek sangat senang. "Kupikir kamu akan hidup menjanda dengan satu orang anak selama sisa hidupmu, tapi apa salahnya memiliki menantu yang bekerja untuk perusahaan yang bagus?"

Meskipun Nenek kelewat senang, Ayah Tiri adalah orang yang baik. Karena dia memperlakukan putri yang dibawa istrinya dengan baik.

'....hanya sampai adik perempuanku lahir'

7 bulan setelah Ibu dan Ayah Tiri menikah, adik perempuan-ku, 'Seeun' lahir. Adik adalah anak yang lucu dan menggemaskan. Sampai-sampai semua anggota keluarga jatuh cinta padanya.

Nenek memeluk Seeunie, selalu mengatakan ini, "Kelahiranmu telah memperbaiki peruntungan ibumu, kamu telah berbakti layaknya putri yang baik. Kamu sangat cantik"

Setiap kali aku mendengar kata-kata itu, Bibi disebelah meyakinkan, "Itu karena Nenek sudah tua".

Tetapi aku tidak berpikir bahwa kata-kata Nenek sepenuhnya salah.

Aku tidak tahu harus berbuat apa, terutama karena Ibu juga menyayangi Adik. Setelah adik perempuan-ku lahir, minat ibu terhadapku menghilang, tapi tidak apa-apa.

Karena Ibu bahagia.

Lalu suatu hari, Ketika Aku duduk di bangku Sekolah Dasar. Karena satu boneka, aku dan adik bertengkar.

"Berikan padaku! Berikan tidak?!"

"Tidak bisa. Ibu membelikan ini untukku sebagai hadiah ulang tahunku!"

Aku mendorong Adik tanpa sadar karena sepertinya leher boneka itu akan robek jika tarik-menarik terus berlanjut.

"Kau. Apa yang sedang kau lakukan!?"

Ayah Tiri menyerbu masuk dan berteriak keras. Kemudian dia memeluk Adikku yang menangis dan membelainya dengan penuh kasih sayang.

"Ayah akan belikan 10 boneka. ya? Berhentilah menangis. HUP. mata cantik Seeun kita akan membengkak"

Di pelukan Ayahnya, Adik menjulurkan lidah.

Begitu Nenek mendengarnya, dia segera ikut menghakimi.

"Kamu sudah jadi kakak perempuan. Kenapa kamu bertengkar dengan adik-mu karena satu boneka!? Kalau kamu seperti ini, lalu ayahmu bilang dia tidak bisa hidup bersama ibumu karena-mu, maukah kau bertanggung jawab? Bisa kamu?"

"..."

"Introspeksi dirimu! Tahu diri!"

Ibu pura-pura tidak tahu. Dia hanya menepuk-nepuk punggung Adik saat Ia tidur dipelukannya, dan setelah memasuki kamar utama, dia tidak keluar.

Seorang anak lebih sensitif dari yang orang lain kira. Sangat mudah untuk memahami situasinya. Samar-samar kuperhatikan bahwa di keluarga ini, aku adalah kaki-tangan Adik. Adik juga menyadari kalau dia ada diposisi yang bisa memperlakukan kakaknya dengan semena-mena.

Sampai Seeunie lulus sekolah, semua pekerjaan rumahnya diserahkan padaku. Ketika menjadi mahasiswa, aku semakin tidak punya waktu untuk istirahat, bahkan hasil dari kerja paruh waktu-ku, digunakan untuk biaya les piano Adik. Karena dia medaftarkan diri di bimbingan yang mahal, gaji Ayah saja tidak cukup.

Meski begitu Adik,

"Seeun, siapa yang membersihkan sisa makanan kita di luar?"

"Pembantu rumah kami"

Dia mengatakan itu dengan mudah dan menganggapnya lelucon. Adik perempuan adalah Putri dirumah sebagai hadiah atas pernikahan Ibu dan Ayah Tiri. Dan aku yang tidak berharga namun satu atap, adalah pelayan...

'Stop, stop'

Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat. Mari berhenti mengingatnya karena itu hanya memperburuk perasaanku. Namun, terima kasih kepada Adik, ada satu hal yang baik.

Aku jadi mengenal [IPTVG].

Novel itu adalah novel yang disukai Adik.

'Apa jadinya kalau aku menjadi Elliotte tanpa tahu apa-apa'

Saat mengatur pikiranku, aku melirik ayah.

'intinya, aku harus memiliki harga untuk dicintai oleh Ayah'

Nah, apakah tidak ada cara yang bagus? Aku mengerang dan merenung, kemudian terdengar suara ketukan.

"Saya Conrad Martial"

Conrad!

Aku melompat, dan Enzo yang telah menerima izin Ayah, membuka pintu.

Conrad masuk ke ruangan dan menyapa Ayah. Saat mata kami bertemu, hidungku mengerut.

Ayah bertanya. "Ada urusan apa?"

"Seorang penyelidik menemukan petunjuk tentang Batu Pemurnian di Gunung Hadix"

"Lalu"

"Ada perintah untuk para prajurit, untuk mencari Batu Pemurnian di Gunung Hadix"

"Kau berbicara tentang prajuritku yang baru kembali kurang dari tiga hari lalu kan?"

"Duke mengatakan bahwa Beliau akan mempertimbangkan kembali anggaran wilayah jika anda menemukan Batu Pemurnian"

Conrad yang berkata demikian, menyerahkan dokumen-dokumennya. Tampaknya itu adalah dokumen yang berhubungan dengan batu pemurnian.

Aku menatap Ayah dengan gugup.

'Kau akan melakukannya? Iya kan?'

Melanggar perintah akan mendapat hukuman sesuai hukum militer. Selain itu, dia bahkan mengatakan akan mempertimbangkan kembali soal anggarannya! Kalau sebanyak ini, Kakek sudah cukup mengalah. Enzo dan Ajudan Ayah juga menatapnya dengan ekspresi putus asa.

TSK. Ayah mendecak lidahnya dan mentap Enzo.

"Siapkan pasukan. Besok pagi, kita akan berangkat ke Gunung Hadix"

"Siap...!"

Enzo dan para Ajudannya keluar dengan terburu-buru, khawatir pikiran Ayah akan berubah.

'Kalau itu Batu Pemurnian, benda yang memurnikan kutukan itu...Hah?'

Mengernyit. Aku menatap Ayah.

Isi novel terlintas dibenakku

[]

"Batu Pemurnian ditemukan di Gunung Hadix kan?"

"Ya, akhirnya berhasil ditemukan setelah 3 kali pencarian"

"Sayang sekali. Jika itu ditemukan ketika Tuan Daymond masih hidup, kita tidak akan kehilangan bakat yang berharga itu"

"Bukankah Jenderal Daymon terbunuh selama perang"

"Apakah kau tidak tahu? Ada desas-desus setelah terkena kutukan, Beliau tidak bisa menghindari pedang musuh dimedan perang"

"Benar-benar aneh seseorang yang sangat luar biasa, mati hanya karena pedang seorang prajurit rendah"

[]

'Ya, bukan berarti aku sudah mencegah semuanya hanya dengan mencegah kematiannya di medan perang'

Jika seseorang ingin memprovokasi kematiannya, mereka akan mencari kesempatan lain dan mengutuk lagi.

'Ayah membutuhkan Batu Pemurnian'

Namun mencari batu pemurnian sangatlah sulit. Ada alasan kenapa itu tidak bisa ditemukan sampai tiga upaya pencarian.

' Aku bisa tahu lokasinya karena membaca novelnya'

Tapi aku tidak bisa bilang begitu ke mereka.

Sangat aneh bagiku yang bahkan belum pernah ke Gunung Hadix, mengetahui lokasi batu pemurnian.

'Dia tidak akan membawaku bahkan kalau aku memintanya, kan?'

Hanya ada satu cara

Bagaimana kalau seseorang yang lebih tinggi memberikan izin?

'Bagus. mari kita coba'

Begitulah aku memutuskan untuk mengunjungi Kakek.

***

Kembali ke Kastil Utama sebelum matahari terbenam, aku langsung pergi ke Kakek.

Viscount Debussy yang bersama kakek, berkata padaku,

"Rasanya, sudah lama sekali sejak aku melihatmu"

Pedahal baru tiga hari?

Tapi karena aku mengejar Kakek siang dan malam setiap hari, mungkin rasanya sudah lama sekali

"Hwaii"

"Ya Nona Muda, Apakah anda bersenang-senang juga hari ini?"

"Yaa"

"Apa yang anda mainkan?"

"Ummm... saya menggambwar di kamar Ayah. saya menulis di kamar Ayah. Saya melihat foto-foto di kamar Ayah. daan..."

Ketika aku melipat jari-jari pendek-ku satu persatu dan menjelaskan, Viscount mengangguk sambil berkata "Hoo"

"Ternyata anda berhubungan baik dengan Tuan Daymond"

"Saya sukaaa Ayah"

Viscount tertawa, mungkin karena aku yang berbicara dengan tangan terangkat, sangat menggemaskan.

"Tapi kenapa anda tidak terus tinggal di barak dan malah datang kesini? Tuan Daymond akan kembali ke wilayahnya minggu ini, akan lebih bagus kalau kalian bisa lebih dekat dan nyaman dengan satu sama lain"

Bahkan Viscount berpikir bahwa Ayah tidak akan pernah membawaku ke wilayahnya.

'Kalau aku seorang Homunculus, pasti akan canggung untuk membawaku ke wilayahnya'

Aku mengintip ke arah mereka dengan wajah di atas meja dan berkata.

"Untuk ketwemu Kakek"

"Kenapa, tinggallah disisi bajingan itu"

EH?

aku mengedipkan mataku

'Apa ini? Dia mengatakannya seolah-olah dia kesal'

Kebetulan-kah? masa dia kecewa?

Viscount Debussy menyeringai dan menatap Kakek.

"Apakah anda sedih karena tidak bisa bertemu cucu perempuanmu yang telah anda lihat setiap hari?"

"Aku lebih senang karena tidak ada lagi yang mengganggu!".

Kakek menutup gagasan itu langsung.

"Ya, pasti seperti itu"

Selain aku, dia adalah orang yang memiliki banyak cucu. Tidak mungkin dia marah karena aku tidak datang selama beberapa hari.

'Aku benar-benar kebanyakan mengekorinya'

Akan sangat menyebalkan jika seorang anak kecil mengekorinya seperti itu

Kakek menatapku. "Jadi, apa yang membawamu ke sini?"

"Ayyah. dia pergwi ke gunung. Elliotte juga mau sama-samaa".

Ketika aku berbicara dengan mata berbinar, alis Kakek menggeliat.

"Tertarik pada tempat macam itu, mau jadi gangguan macam apa kamu? Lupakan. Tunggu saja dengan anteng di Kastil"

Aku tidak bisa menyembunyikan kekecewaanku pada jawaban Kakek.

Tidak ada monster di Gunung Hadix, dan karena mereka benar-benar hanya melakukan pencarian, aku berharap dia akan memberi izin.

Bahuku terkulai

Viscount Debussy menyeringai melihat penampilan sedihku, dia memanggil "Nona Muda"

"Ya"

"Apakah anda tetap menyukai Kakekmu meskipun dia menolak permintaanmu dengat tegas"

"Yaa"

"Lalu siapa yang lebih kamu sukai, Kakek atau Ayah?"

Aku melihat ke udara dengan pandangan ke samping, bergumam "Hmmm"

Orang-orang diruang kerja Kakek menatapku.

Bahkan kepala pelayan yang sedang menuangkan teh ke dalam cangkir teh yang kosong.

Aku menjawab

"Ayyaah"