webnovel

BLUE & GOLDEN HOUR

#Fantasi supernatural #Horor #Romance #Action #Adventure Novel ini berkisah tentang kemampuan supernatural para tokoh yang lahir di tanah negeri Adogema yang menjadi kunci untuk menghancurkan kutukan Iblis Adograz. Dua tokoh utama, Pangeran Hogan dan Donela dari kerajaan Sondan diberkati dengan kekuatan supernatural istimewa. Mereka berdua menjadi titisan kekuatan “waktu biru dan keemasan” cahaya fajar ataupun senja dari pusaka yang dimiliki oleh Noggoa, naga raksasa yang mendiami tanah Adogema. Pangeran Hogan lebih memilih merahasiakan kemampuan supernaturalnya demi kenyamanan hidup sedangkan Donela terlanjur menjadi pusat perhatian seluruh penduduk karena kemampuan supernaturalnya terlibat dalam peristiwa-peristiwa kematian misterius penduduk hingga ia dianggap iblis pembunuh yang terkutuk. Namun, perbedaan tak menghalangi mereka untuk jatuh cinta. Ketulusan Donela dan empati Pangeran Hogan membuat mereka saling jatuh cinta. Sejak Donela dihukum untuk mengasingkan diri. Kutukan Iblis Adograz semakin menjadi-jadi. Donela menjadi orang paling diinginkan untuk dibunuh agar kutukan hilang. Bagaimana Pangeran Hogan menghancurkan kutukan itu demi menyelamatkan negerinya dan Bagaimana kisah cinta Pangeran Hogan dan Donela? Semuanya terungkap dalam novel ini. *Kesatria super *Iblis Adograz *Penyihir hitam *Gadis terkutuk *Tongkat Noggoa *Naga Raksasa Noggoa *Warong raksasa *Pasukan Iblis *Manusia serigala *Siluman-siluman *Roh-roh suci *Danau dua warna *Perang antar negeri *Kutukan

Asmaraloka · Fantasy
Not enough ratings
25 Chs

Bab 17 : Ungkapan Kepedihan Donela

Perahu telah mengelilingi Danau Dua Warna oleh pesut-pesut. Kini perahu kembali ke tempat semula di tengah danau dekat kepala Bukit Naga, tempat paling tenang di Danau Dua Warna.

Pesut-pesut kini tak lagi mendorong perahu mungkin merasa capek juga seperti manusia, butuh beristirahat sejenak. Pesut-pesut kemudian mengadakan atraksi berburu ikan-ikan di dalam air.

Putri Yemitt memperhatikan atraksi berburu pesut-pesut dengan antusias dari atas permukaan danau yang begitu kentara karena jernih. Pesut-pesut sesekali muncul ke permukaan air ketika sukses berburu untuk meminta belaian dari Putri Yemitt untuk mendapatkan penghargaan.

Tiba-tiba, empat orang penjaga bandar berteriak ke arah mereka dari dermaga bandar. Mereka bersama dengan paman tinggi kurus, pria gempal dan pak tua berjanggut panjang.

"Tuanku Pangeran Hogan, kami mohon kembalilah ke darat agar tak berbahaya!" teriak lantang salah satu dari mereka disambungi oleh ketiga lainnya bersahutan.

Mereka meminta Pangeran Hogan kembali ke dermaga bandar. Mereka sepertinya tengah merasa khawatir terhadap keselamatan Pangeran Hogan dan Putri Yemitt yang saat ini tengah bersama Donela di tengah Danau. Kekhawatirannya begitu terlihat dari mimik cemas wajah mereka.

Pangeran Hogan dan Donela tanggap dan menangkap maksud mereka. Donela membetulkan duduknya, tak lagi menyandar di dada Pangeran Hogan. Pangeran Hogan melirik ke arah Donela yang membalas lirikannya dengan tatapan kosong.

"Owai, bukankah hari belum senja! Kami masih ingin di perahu!" teriak Pangeran Hogan membalas.

"Pangeran, ayolah kemari!" teriak mereka lagi.

"Tidak, nanti saja!" balas Pangeran Hogan menolak.

Penolakan Pangeran Hogan membuat mereka menjadi bingung tak mampu berbuat apa-apa hingga terpaksa menunggu di dermaga bandar dan membuat penjagaan.

"Lihatlah mereka, Pangeran Hogan! Mereka selalu menganggapku berbahaya. Bukan hanya mereka saja bahkan semua orang juga menanggapku berbahaya," ucap Donela tiba-tiba.

Wajahnya berubah menjadi sedih.

"Mereka bisa saja mengganggapmu berbahaya karena mereka tidak tahu kamu yang sebenarnya, Donela!" ujar Pangeran Hogan menenangkan.

"Di mata mereka, aku ini gadis pembunuh!" teriak Donela kencang lalu menangis terisak membuat Putri Yemitt menoleh ke arah mereka begitu pun penjaga bandar di dermaga celingukan melihat mereka dari kejauhan.

Tiba-tiba, Pesut-pesut pergi begitu saja meninggalkan Putri Yemitt. Putri Yemitt bertanya-tanya tentang kepergian pesut-pesut. Ia berpikir mungkin teriakan Donela mengganggu pesut-pesut hingga ketakutan dan pergi menjauh. Dari dasar danau muncul titik-titik cahaya oranye yang sempat dilihat Putri Yemitt. Putri Yemitt melongo melihatnya namun tak menjadi perhatiannya.

Kali ini perhatian Pangeran Hogan dan Putri Yemitt tertuju kepada Donela.

"Donela, kamu bukan .... " ujar Pangeran Hogan terpotong.

"Aku iblis pembunuh yang terkutuk, Pangeran Hogan!" teriak Donela menjerit keras lalu berdiri, membuat penjaga bandar yang mendengar dan memperhatikan menjadi tak tenang.

"Donela, ada apa denganmu?" tanya Putri Yemitt terkejut.

Donela lalu menjatuhkan badannya hingga kembali terduduk di perahu lalu menangis sejadi-jadinya.

"Aku lelah dengan semua ini. Aku lelah dengan hidupku. Aku lelah dengan sangkaan orang tentangku. Aku lelah .... !" raung Donela tak terkendali dalam isak tangisnya.

Ia seolah ingin sekali melepaskan beban berat yang menumpuk di pundaknya. Beban yang sudah tak mampu lagi ditopang olehnya.

"Donela .... " panggil lembut Putri Yemitt yang segera mendekati Donela dan memeluknya.

"Tenanglah, Donela!" ucap Putri Yemitt menenangkan. Donela tak menggubris.

"Takdir sepertinya hanya memberiku hidup dalam ketakutan, kekecewaan, kebencian dan terkucil dari semua orang," raungnya lagi. Donela semakin tak terkendali. Ia memukulkan kedua tangannya ke kepala, wajah dan tubuhnya sendiri dalam isak tangis.

"Aku terlahir tak berguna! AKHHHHH!" raungan dan teriakannya telah membuatnya gelap mata. Ia menjambak-jambak rambut, mencakar wajah dan memukul seluruh badannya sendiri dengan keras dan kasar membuat Putri Yemitt yang tengah memeluk menjadi terpelanting jatuh hingga meringis sedih. Para penjaga bandar menjadi semakin gelisah melihat mereka seperti itu.

"Donela, apa yang kamu lakukan?" Pangeran Hogan segera memegang kedua tangan Donela berusaha menghentikan kekonyolannya.

"Aku tak ingin dianggap buruk di mata semua orang. Semua orang ingin membunuhku bahkan ayahku saja sudah pernah berusaha membunuhku ....," tangisnya semakin tak terbendung, rasanya perih sekali mengingat ayah yang dicintai pernah berusaha membunuh.

"Aku hanya ingin diakui," ujarnya lirih dalam isak tangis.

"Lepaskan, Pangeran! Aku ingin bunuh diriku sendiri!" jeritnya meronta-ronta.

"Diamlah, Donela!" sergah Pageran Hogan. Kedua tangannya dipegang erat-erat di depan wajahnya. Donela masih terisak.

"Aku percaya padamu, Donela!" seru Pangeran Hogan memberi pembelaan dan penguatan. Donela menundukkan wajah mendengarnya. Air matanya menetes di perahu. Tubuhnya melemah.

"Tenanglah, Donela! Kau tak perlu seperti ini,' seru Pangeran Hogan menenangkan.

"Donela, tenanglah .... " ujar Putri Yemitt yang kini kembali memeluknya dengan menangis.

"Aku telah memperhatikanmu sejak kecil, Donela. Kamu bukan seperti yang disangkakan oleh mereka!" ungkap Pangeran Hogan.

"Kamu adalah gadis penyayang yang tulus dan jujur. Gadis jujur yang sejak kecil terbiasa berbagi makanan dengan para pengembara. Gadis penyayang yang menyukai anak-anak cacat dan tak punya orang tua. Gadis tulus yang suka sekali menolong para jompo dari kesulitan-kesulitan hidupnya. Gadis baik yang menolong seorang anak laki-laki dari pembunuhan. Anak laki-laki itu adalah aku ... Gadis yang melakukannya secara diam-diam. Gadis yang hanya menerima pengusiran dan kebencian tanpa pelukan hangat sebagai balasan. Apakah itu tidak cukup bukti bahwa kau bukan gadis pembunuh yang terkutuk?!" seru Pangeran Hogan terharu hingga berair mata. Ia memalingkan wajahnya ke kanan membuang perasaan yang berlebihan. Ia berusaha tegar tidak larut dalam emosi yang menjalar.

Donela kaget mendengar ucapan Pangeran Hogan tentang dirinya itu. Ia menatap lekat-lekat wajah Pangeran Hogan. Pangeran Hogan melepaskan tangan Donela lalu berdiri membelakanginya.

"Aku selalu mengikutimu karena aku mengagumimu sejak kecil," ungkap Pangeran Hogan dengan terbuka.

Donela menutup mata mendengarnya. Air mata mengalir semakin deras di pipi. Ia merasa terenyuh dengan pengakuan Pangeran Hogan.

"Tohtoh juga akan selalu mengingatmu, Donela," ujar Putri Yemitt merekatkan pelukannya. Ia kembali menitikkan air mata.

"Iya, benar. Anjing kecil yang hampir mati karena kelaparan dan terbuang yang kau selamatkan itu akan selalu berterima kasih kepadamu," tambah Pangeran Hogan mengingat pertolongan Donela kepada Tohtoh, anjing coklat yang menjadi teman Putri Yemitt.

Putri Yemitt sedikit terkejut ketika jemari tangan Donela menggenggam lengannya. Donela menatapnya lembut lalu membalas pelukan erat Putri Yemitt. Putri Yemitt tak mau kehilangan momen. Ia memeluk Donela erat seakan tak mau Donela larut dalam kesedihan.

"Aku menyayangimu, Donela," ucap Putri Yemitt. Ucapannya membuat Pangeran Hogan juga menginginkannya.

"Aku akan selalu mencintaimu dan mendukungmu walaupun banyak orang berusaha mempengaruhiku untuk menjauhimu tetapi aku tetap pada pendirianku. Aku akan tetap berada di sampingmu. Jadilah selalu Donela yang kukenal tegar dan pantang menyerah! Bersemangatlah dalam menjalani hari-harimu, Donela!" ujar Pangeran Hogan begitu lembut di telinga Donela hingga membuat Donela tersadar.

Donela hanya mengangguk dan berhenti menangis. Pangeran Hogan menghembuskan nafas lega.

GLEPAK GLEPAK!

Seekor pesut melompat dari air danau ke dalam perahu hingga mengagetkan mereka bertiga. Ketiganya menoleh ke arah pesut. Pesut meronta-ronta seperti sedang sekarat lalu melemah dan mati.

"Ada apa ini?" tanya Pangeran Hogan merasa ada tanda bahaya.

Ketiganya menjadi bertanya-tanya.

GLEPAK GLEPAK!

Pesut lain juga melompat ke perahu dengan keadaan yang sama dengan pesut tadi. Ketika mata mereka bertiga melihat ke arah danau. Mereka terbelalak kaget. Ketiganya spontan berdiri.

GLEPAK! BRUK!

"AAAAKHHHH!" jerit Putri Yemitt.

BYURRR!

Seekor pesut melompat lagi ke perahu mengenai Putri Yemitt yang terkaget hingga tercebur ke danau yang kini telah dipenuhi dengan ubur-ubur oranye yang bercahaya.

"Putri Yemitt!" teriak Pangeran Hogan dan Donela bersamaan.

****

Bersambung ....