webnovel

Bloody Valentine (Sean-Claire)

Sean O’Conor, dosen bahasa asing di sebuah universitas terkemuka di Indonesia, sedang bersiap-siap untuk berkencan dengan kekasihnya, Claire Smith. Jantungnya berdebar kencang kala dirinya tiba di pintu unit apartemen Claire, menyembunyikan cincin yang akan Sean berikan di dalam hadiah coklat valentinenya, membayangkan berlutut kepada wanita yang ia cintai, menjanjikan cinta yang abadi untuknya, tetapi masa depan yang ada di hadapan itu telah lenyap selamanya, saat Sean menemukan Claire di tengah kolam darah di apartemennya. Sean terkejut dan hampir kehilangan semua keinginan untuk hidup, tetapi Sean berhasil bangkit kembali untuk membalas dendam dan membawa keadilan kepada si pembunuh. Siapakah pembunuh Claire sebenarnya? Berhasilkah Sean membalas dendam? Ikuti cerita ini hingga akhir.

SakuraKawaii · Horror
Not enough ratings
6 Chs

Bloody Valentine 5

Sean tiba di depan pintu kedai Janji Daku, dilihatnya Claire sedang melayani salah satu pelanggan kedai itu. Seorang pria muda, warga lokal, mungkin seumuran dengan Claire.

Claire tersenyum ramah, saat menyerahkan kopi pesanannya pada pemuda itu. Pemuda itu membalas senyumnya. Membuatnya terlihat tampan. Sean merasa dadanya sesak.

Dengan langkah tergesa-gesa, Sean, tanpa pikir panjang segera menerobos masuk ke dalam kedai. Dan mendekati Claire, berdiri di sampingnya, melingkarkan tangannya di pinggang Claire, menariknya agar mendekat ke tubuh Sean, membuatnya terkejut, diperlakukan seperti itu, tiba-tiba, oleh Sean.

"Sudah selesai urusannya?" tanya Sean ketus kepada pemuda itu, yang juga tampak terkejut. Pemuda itu mengangguk dan mengambil pesanan, serta uang kembalian dari Claire, lalu segera pergi dari hadapan Sean. Bergidik ngeri, pada pria bule yang tinggi dan tampan itu. 'Ada apa dengan bule itu, sih?' batin pemuda itu.

Setelah yakin pemuda itu menghilang dari hadapan Claire, Sean melepaskan tubuh Claire. Ditatapnya wanita muda itu yang sedang balas menatapnya tajam.

"Sean, ada apa denganmu?" tanya Claire berbisik, dengan mengatup sedikit mulutnya. Nada suaranya terdengar marah. Ia khawatir pemilik kedai melihatnya seperti ini. Claire bisa kehilangan pekerjaannya.

"Tidak ada. Hanya merasakan cinta padamu," ucap Sean menyeringai, dan menutup ucapannya dengan mengecup sekilas dahi Claire, membuatnya merona merah.

Bisa-bisanya Sean mengumbar kemesraannya di depan umum. Ini di Indonesia, negeri timur, yang menyanjung kental adat ketimuran, bukan seperti di barat, yang bebas bercumbu di muka umum. Di negeri ini, itu adalah hal yang tabu. Meski dengan pasangan suami istri sekalipun.

Sean mengambil tempat seperti biasa, duduk manis di sudut kedai, sambil memperhatikan kekasihnya bekerja. Melayani dengan senyum ramahnya. Hal yang sudah biasa ia lihat. Dan Sean tidak keberatan. Namun, itu dulu, sebelum mereka resmi menjadi sepasang kekasih. Senyum Claire hanya miliknya sekarang, hanya untuknya, tidak boleh ia berikan kepada para pelanggan yang berlawanan jenis dengan kekasihnya itu. Hatinya menjadi panas membara.

ooo

Sean terbangun tepat pukul tiga sore, saat ada panggilan telepon masuk ke ponselnya. Kapten Haris, penyidik kasus Claire, nama yang tertera di layar ponselnya.

Kapten Haris memintanya untuk datang besok, hasil autopsi sudah keluar, ada beberapa hal yang ingin ia konfirmasi dengan Sean.

Sean menyanggupi, kebetulan besok ia tidak mengajar. Kapten Haris mematikan sambungan teleponnya, setelah mendapat kepastian Sean akan datang ke kantornya, pukul delapan pagi.

Sean, beranjak dari sofanya, menuju dapur, membuka pintu lemari pendingin, memindai isinya. Sean butuh minuman dingin. Setelah di dapatnya. Ia segera menutup kembali pintu lemari pendingin itu.

Betapa terkejutnya ia, mendapati Claire berdiri tepat di hadapannya. Hidup. Terlihat segar dan cantik menawan. Pipinya merah merona. Tidak seperti sesosok mayat yang ia temukan tempo hari di apartemen Claire.

Kaleng minumannya terjatuh menyentuh lantai. Sean tidak menyadari itu.

"Claire?" ucap Sean ragu-ragu. Apakah ini nyata? Atau halusinasinya?

Suara desisan di bawah kakinya, membuatnya menunduk, minuman kaleng bersodanya terbuka ketika terjatuh tadi, memuntahkan isinya yang berbusa. Membasahi lantai dan sebagian jari kakinya.

Sean mendongak kembali. Claire tidak ada di hadapannya. Claire menghilang.

Sean mengerang frustasi. Sepertinya ia butuh pergi ke psikiater.

ooo

Pagi hari, tepat pukul tujuh, Sean sudah bersiap-siap menuju kantor polisi lagi. Semoga ada petunjuk. Sam, detektif swasta yang disewanya, belum menghubunginya kembali.

Sean memutuskan untuk berjalan kaki menuju kantor polisi. Karena itulah ia berangkat lebih awal. Tujuannya, ia ingin melewati taman itu lagi. Bernostalgia dengan kenangannya bersama Claire.

ooo

Tampak dua pasang manusia sedang duduk di bangku taman. Keduanya sepertinya sedang terlibat adu mulut. Yang pria menunjukkan ketidaksukaannya.

Mengatakan dengan terang-terangan, bahwa ia menginginkan sang wanitanya keluar dari pekerjaannya. Yang telah lama menjadi sumber penghasilannya, selama ia tinggal di Jakarta.

Sang wanita tidak mau mengalah. Tetap bersikukuh untuk terus bekerja di kedai kopi. Tidak ada pekerjaan lain yang bisa ia lakukan. Dirinya hanya lulusan sekolah menengah atas. Sulit baginya mencari pekerjaan lain. Tanpa harus menjual tubuhnya, menjadi model iklan, misalnya.

Claire, meski dianugerahi wajah yang cantik alami serta tubuh yang elok, bak model. Kepercayaan dirinya untuk hal-hal semacam itu, sangat rendah. Tidak berbakat, bergaya di depan kamera atau semacamnya.

Adu mulut di taman itu, adalah pertengkaran pertama Sean dan Claire. Setelah mereka meresmikan hubungannya menjadi sepasang kekasih. Hampir sembilan bulan lalu.

Pertengkaran itu berakhir dengan Claire terus menghindar dari Sean. Setiap kali pria itu mengunjungi kedai tempat Claire bekerja.

Sean mengerahkan segala upaya untuk menarik hati Claire, kembali. Dirinya tidak bisa, jika tidak bertemu Claire barang sehari pun.

Claire adalah napasnya, jiwanya, jantungnya, hidupnya. Tanpanya, Sean merasa hampa, kosong, dan mati.

Pemilik kedai akhirnya mengetahui hubungan antara Claire dan pelanggan bulenya, yang setiap hari tidak pernah absen mengunjungi kedainya yang letaknya cukup strategis.

Membuat kedainya selalu ramai, oleh para wanita muda, yang tak lain karena mereka mengagumi sosok Sean, yang acuh tak acuh terhadap wanita di sekelilingnya.

Lelaki bule, tubuh atletis, wajah rupawan. Wanita mana yang tidak akan tergoda oleh Sean. Namun, bagi Sean, di matanya hanya ada Claire. Hatinya hanya tergerak pada sosok Claire. Wanita muda yang enerjik, cantik, dan menawan. Yang kini sedang merajuk.

Pemilik kedai Janji Daku, yang bernama Danu, akhirnya turun tangan. Membantu usaha Sean, merayu Claire, agar mau menerimanya kembali. Satu buket bunga mawar merah, selalu mampir di kedainya, sehari dua kali.

Sepekan sudah Claire dikirimi buket-buket mawar merah segar itu, membuat kedai kopi Janji Daku tak ubahnya bak toko bunga. Semerbak mawar menyeruak di kedainya, bercampur aroma kopi.

Danu membujuk Claire agar memaafkan sikap Sean yang kekanakan. Karena cemburu. Jika tidak, Danu akan memecatnya dari perkerjaannya di kedai.

Hati Claire akhirnya luruh, menerima Sean kembali, selain ia tidak ingin kehilangan pekerjaannya, dengan beberapa syarat. Sean harus mengatur rasa cemburuannya itu. Agar tidak berlebihan. Tidak mengumbar kemesraan mereka di muka umum, hanya demi menunjukkan eksistensinya, bahwa Claire adalah wanitanya, Sean adalah lelakinya. Dan terakhir, memintanya berhenti mengirimkan buket mawar merah ke kedai. Sean menyetujuinya.

ooo

Sean tiba tepat pukul tujuh lima puluh pagi. Sepuluh menit lebih awal dari janji waktu temu.

Kantor polisi masih terlihat lengang. Hanya ada beberapa petugas yang berjaga. Sibuk bercakap-cakap dengan rekannya, atau menyesap kopi dan menyantap roti isi, sebagai sarapan. Yang lainnya sibuk menyiapkan berkas-berkas, atau bermain dengan ponselnya.

Sean diminta menunggu di luar, hingga Kapten Haris datang, tepat pukul delapan. Langsung meminta Sean mengikutinya ke ruangannya.