webnovel

RINTIHAN MALAM

Malam mulai mencapai puncaknya, binatang malam berdendang di dalam pekatnya malam. Suara lonceng terdengar dari kejauhan, malam kembali datang membuat insan jadi tak nyaman. Banyak misteri di balik gelapnya, berbagai kejahatan terjadi di waktu hari menjelang malam, berbagai hal misteri membuat tengkuk berdiri seringkali terjadi saat malam.

Entah apa yang sebenarnya terjadi, setiap malamku akan selalu mencekam, membuat aku selalu merasa tertekan dan bersalah. Memangnya apa yang telah kulakukan? Sampai-sampai aku selalu diteror oleh suara rintihan mengerikan setiap malam, rintihan yang dipenuhi akan kesedihan dan kemarahan, selalu memanggil namaku, memang apa salahku?

"Clea, kau kejam Clea. Kenapa kau lakukan ini padaku?" rintihan itu kembali terdengar.

"Clea, sakit sekali Clea. Sakit! Panas!" rintihan kesakitan yang menyayat hati.

Semakin lama rintihan itu berubah menjadi teriakan penuh dendam, sebenarnya apa salahku? Mengapa rintihan-rintihan itu menyalahkanku?

"Berhenti mengusikku! Kalian itu siapa? Aku tidak pernah menyakiti kalian! Jangan ganggu aku!" teriakku pada suara rintihan itu.

Setelah aku berteriak mengucapkan itu, suara rintihan berhenti. Aku menghela nafas lega, bersyukur karena rintihan itu sudah berhenti semuanya. Tiba-tiba terdengar suara seretan kaki yang menuju ke arah kamarku, aku tersentak kaget saat melihat pintu kamarku terbuka dan menampilkan sesosok sahabat lamaku, Anggun.

"Clea, apa kau masih ingat aku?" tanya Anggun.

"Anggun? Kamu benar Anggun?" tanyaku.

Anggun mengangguk tanda mengiyakan. Bergegas aku memeluk Anggun dengan erat, aku benar-benar rindu sosok sahabatku yang satu ini.

"Anggun! Aku sangat merindukanmu, ke mana saja kamu selama ini?" tanyaku.

"Aku tidak ke mana-mana, aku selalu di sini, menemanimu," jawab Anggun.

"Maksud kamu apa, Nggun?" tanyaku penasaran.

"Aku dan teman-teman yang lain, selalu di sini. Terkurung dalam kamar ritual, selalu merintih kesakitan, mengharap pertolongan," jawab Anggun.

"Te-teman-teman lainnya?" tanyaku gugup.

Anggun tidak menjawab, tiba-tiba saja aku ditarik ke belakang, lalu dihempaskan ke lantai. Anggun tersenyum menakutkan, menatap penuh dendam ke arahku.

"A-anggun, apa-apan ini?" tanyaku takut.

"Pembalasan, pembalasan atas apa yang telah kamu lakukan kepadaku, kepada mereka semua!" teriak Anggun.

"Memang apa salahku?" tanyaku.

"Salahmu adalah kau menumbalkan kami semua! Kau menumbalkan kami pada sesembahanmu!" jawab Anggun marah.

Mendengar itu, aku terdiam cukup lama. Sampai aku mengingat sebuah kenangan, kenangan di mana aku terikat kontrak dengan sesosok iblis haus darah. Kontrak perjanjian, di mana aku akan memiliki kekuasaan, kepopuleran serta harta yang melimpah. Aku ingat, Anggun menjadi korban pertamaku, karena dia telah merebut posisi, "Ratu" milikku. Setelahnya, aku membunuh orang-orang yang aku benci.

"Jadi kalian para tumbalku?" tanyaku menyeringai.

"Benar! Dasar manusia berhati iblis!" teriak arwah Anggun.

Aku tertawa kencang mendengarnya, benar aku memang manusia setengah iblis. Aku bahkan tidak terusik dengan suara-suara rintihan memohon para korban terdahulu, termasuk sahabatku. Aku kembali mengingat semuanya, masa lalu yang indah.

"Lalu kalian mau apa dariku?" tanyaku.

"Mati! Kamu harus mati dan jatuh ke dalam kobaran api neraka," jawab Anggun.

"Dasar bodoh! Aku tidak akan mati begitu saja, karena iblis pujaanku akan menyelamatkanku," kataku sombong.

"Kaulah yang bodoh! Asal kau tahu, aku telah menjadi pengantin arwah iblis pujaanmu! Jadi, aku bisa membunuhmu kapan pun aku mau!" kata Anggun disertai gelak tawa arwah tumbal lainnya.

Anggun mengangkat tubuhku dan mulai menghisap intisari kehidupanku. Jadi inilah akhir perjalanku, mendekam selamanya di neraka. Mendapat siksaan bertubi-tubi, aku merintih memohon belas kasih. Namun, tidak ada yang peduli, rintihan itu kembali terdengar, tapi bukan dari para arwah tumbal, melainkan rintihan permohonan dariku.

By Laysa Candikia