Sean pingsan sesaat sebelum akhirnya ia bangkit kembali, namun ia sedang bermimpi melihat wujud tubuhnya yang lebih menyeramkan dari sebelumnya. Begitu ia tersadar, ia duduk termenung sampai batinnya berkata. 'Kenapa papa datang padaku? Apa mungkin bulan purnama ini menandakan bahwa aku akan setiap saat akan selalu berubah wujud menjadi seperti tadi?'
Saat Sean sedang melamun, Emanuel yang terus mencoba untuk menyadarkannya mencoba untuk melambaikan tangannya tepat di depan wajah Sean, namun Sean sendiri tidak sadar bahwa Emanuel sejak tadi berusaha. Hingga akhirnya Emanuel memukul Sean dengan pukulan yang lumayan keras dan karena itulah bisa tersadar.
"Se ... Sean! Masih kenal sama gue enggak?" tanya Emanuel sembari menyodorkan wajahnya begitu dekat.
Sean menatap kearah Emanuel dengan tatapan sinis sambil menjawab. "Ya kenal lah masa enggak! Lo kan anak bodoh!"
Mendengar hal itu membuat Emanuel tersenyum lalu memberikan pelukan kepada Sean, tetapi Sean langsung mendorongnya, dan akhirnya tawa pecah diantara mereka berdua.
"Bye the way, Quiena di mana?" tanya Sean dengan tiba-tiba.
Sontak Emanuel langsung melotot begitu mendengar nama Quiena ditanya kepadanya, lalu ia pun menjawab. "Astaga, Quiena! Di mana ya?!" Emanuel melirik kesana-kemari, namun ia tidak menemukan adanya Quiena. Terakhir kali ia mengingat kalau wanita itu ia titipkan kepada kucing yang sudah menyamar sebagai manusia.
"Aduh ... Sean, gue hampir aja lupa. Tadi gue titip sama Calvin, kau tahu tidak? Dia sudah berubah menjadi manusia!" teriak Emanuel sampai membuat telinga Sean sakit. "Santai dong, ya udah yuk kita cari mereka."
Alhasil mereka berdua mencari keberadaan Quiena, sampai akhirnya mereka menemukan Quiena yang tidak berada jauh di tempat tersebut. Melihat Quiena yang masih tidak sadarkan diri membuat mereka langsung bergegas untuk mendekat.
Namun, ketika Sean hampir mendekat tiba-tiba langkahnya berhenti ketika melihat seorang pria yang memiliki tubuh lebih kecil darinya. Membuat Sean heran menatap kearah pria itu. Tetapi Emanuel yang paham dengan Sean, karena itu juga terjadi terhadap dirinya ketika melihat Squby yang berubah.
"Gue bilang juga apakan, jangankan gue, kamu aja sampai enggak bakalan nyangka kalau itu Squby, anak asuh keluarga lo dulu," ujar Emanuel dengan menepuk pundaknya Sean.
"Heh! Bisa enggak sih kalau ngomong itu jangan bolak-balik? Sekali lo, sekali aku, kau, kamu. Heran deh," ledek Sean.
"Ya abisnya mau gimana lagi. Kamu kan tahu buat samain cara bicara seperti manusia pada umumnya itu susah, Brother. Sedangkan kita dulu hanya memakai panggilan itu-itu dan terlalu formal," sahut Emanuel tanpa ingin kalah. Memang benar seperti yang Emanuel ucapkan, ia memang sedikit sulit untuk menyamakan cara bicaranya seperti manusia apalagi semakin majunya teknologi manusia semakin berbeda pula cara bicara anak zaman sekarang. Meskipun hal itu juga membuat Sean sedikit sulit, tapi ternyata ia hanya akan berbicara tidak formal kepada kaumnya yang tertentu.
Mereka sibuk berdebat perihal cara bicara tanpa mereka sadari sejak tadi Squby sudah menunggu mereka berdua. Alhasil Squby melepaskan sebuah kayu kearah mereka dengan kekuatan sihir, kayu itu tidaklah besar melainkan bisa membuat manusia patah kaki jika terkena lemparan kayu tersebut.
"Hey! Kalian berdua, mau sampai hari berganti pagi ingin terus berdebat di sana ya," ketus Squby dengan raut wajah penuh kekesalan.
Lalu Sean dan Emanuel kembali fokus, mereka berdua menatap kearah Quiena yang sudah terbaring lemah. Lalu Emanuel tiba-tiba ingin menyentuh Quiena, tetapi dengan cepat tangannya dipukul oleh Sean. Hingga Emanuel meringis kesakitan.
"Mau ngapain kamu sama istriku?" tanya Sean dengan raut wajah yang judes.
"Ya ampun ... gue cuma mau cek denyut nadinya doang, Sean. Ah lo mah," sahut Emanuel seraya mencoba kembali untuk menyentuh Quiena.
Sean pun paham meskipun ia sempat salah paham, lalu dirinya menunggu dengan hasil yang akan Emanuel katakan.
"Denyut nadinya masih normal, tapi gue enggak tahu kenapa bisa denyut nadinya masih tetap stabil, karena setahuku jika seorang manusia biasa terkena sinar bulan purnama begitu dekat seperti ini apalagi waktu itu kamu juga ada di dekatnya kan? Ditambah tubuhmu mulai berubah wujud, jadi kupikir ini luar biasa! Atau mungkin dia bukan manusia biasa," ungkap Emanuel mencoba menjelaskan tentang pengetahuan yang ia ketahui.
"Masa sih bisa seperti itu? Mungkin saat itu dia tidak terkena sinar bulan purnama jadi bisa saja dia hanya pingsan," sahut Sean.
"Gue yakin seratus persen, Sean. Waktu itu gue lihat kalau Quiena benar-benar terkena sinar bulan purnama di saat Edward hampir saja menghisap darahnya. Tetapi untung saja Edward enggak jadi, coba kalau jadi mungkin gue enggak tahu bilang apa pasti tubuhnya sudah remuk saat itu," lanjut Emanuel lagi yang masih berusaha membuat Sean percaya.
Lalu Squby yang tadinya duduk tepat di samping Quiena tertidur, ia akhirnya bangkit dan mendekati kearah Sean dan Emanuel.
"Aku juga sependapat dengan yang dikatakan kakak Emanuel, jadi tidak mungkin manusia biasa bisa menerima sinar bulan purnama itu apalagi kaum vampir percaya bahwa bulan purnama adalah sesuatu yang sangat sakral untuk mereka, baik dari segi pemujaan ataupun persembahan. Tapi ... jika memang dia bukan manusia biasa lantas, kaum apa sebenarnya dia?" timpal Calvin yang juga punya pemikiran sama dengan Emanuel.
Sean tidak menjawab, ia mencoba berpikir dari setiap ucapan yang sedang Emanuel dan Calvin katakan, sampai membuat batinnya berkata. 'Jika memang dia bukan manusia biasa, lalu siapa dirimu sebenarnya, Queen? Aku bahkan tidak bisa mencium kaum apa sebenarnya dirimu? Bahkan di dalam kitab kaum vampir pun tidak ada satupun tertulis nama yang mirip denganmu."
"Ya sudah sebaiknya kita kembali ke kediaman, lalu baru nantinya kita akan berpikir, dan mengobati Quiena. Aku tidak bisa memprediksi jika hutan ini aman apalagi baru saja bulan purnama muncul pasti begitu banyak kemungkinan berbahaya yang akan terjadi. Tetapi sebelum itu bisakah kamu mencukur brewok mu itu serta rambutmu, Calvin? Aku jadi tidak berniat untuk balik bersama denganmu," ujar Sean dengan berkata jujur.
Hal itu membuat Emanuel menahan tawanya dikala mendengar Sean sedang mengejek Calvin, tetapi Calvin sadar jika dirinya sedang di tertawa kan. Alhasil membuatnya memukul Emanuel dengan pukulan ringan sampai akhirnya ia ikut tertawa.
"Baiklah setiba di kediaman nanti aku akan mencukur semuanya agar diriku terlihat tampan ketika Queen sadar nantinya, apalagi besok aku harus kembali menjadi kucing imut kesayangan dan malamnya aku akan menjadi Calvin yang tampan," sahut Calvin dengan begitu bangga.
Hal itu sontak membuat Sean yang ingin membopong tubuh Quiena sampai berhenti ketika mendengar ucapan Calvin barusan.