webnovel

Black Dark

Arjun, begitulah nama bocah ini. Di usia yang belia, ia harus mengalami banyak kemalangan. Mulai dari seringnya melihat pertengkaran orang tuanya hingga satu per satu orang yang ia sayangi meninggalkan dirinya. Mulai dari meninggalnya ibunya, hingga ia harus dijauhkan dari kakak angkatnya, Agnimaya. Namun, semua kemalangan itu membuat Arjun semakin kuat menjalani garis takdirnya. Ia berjanji untuk selalu berada di jalan kebenaran. Tapi, selalu saja banyak rintangan untuk menjalani niat baik itu. Berbagai macam cobaan, semakin membuat Arjun menjadi sosok yang lebih kuat dari sebelumnya. Ia akan melindungi orang-orang yang tersayangnya yang tersisa. Namun, takdir berkata lain. Seolah takdir tengah mempermainkan dirinya. Hingga sosok dari masa lalu ibunya datang kepada Arjuna. Sosok pria yang baik itu mengulurkan tangannya ketika Arjuna berada di masa tersulitnya karena terus-menerus kehilangan orang yang disayanginya. Sosok itu adalah Hilal, mantan kekasih ibunya Arjuna. Sosok yang masih mencintai Maurasika, ibunya Arjuna, hingga saat ini. Hilal menjadi sosok ayah bagi Arjuna, yang bahkan selama ini Arjuna tidak tahu bagaimana cara sosok ayah selalu bersikap. Dia lupa pada sosok ayah. Ketika Arjuna mulai menjalani hidupnya yang baik-baik saja bersama ayah angkatnya, Hilal, tiba-tiba ada murid baru di sekolahannua yang memiliki nama belakang sama seperti Arjuna. Nama remaja berkacamata itu adalah Angga Ronivanendra. Yudha, sahabatnya Arjuna, mengatakan mungkin saja Arjuna dan Angga adalah saudara jauh. Tapi, Arjuna mengatakan jika tidak mau tahu lagi soal apa pun yang membahas nama keluarga Ronivanendra. Namun, beberapa situasi mempertemukan Arjuna dan Angga secara kebetulan. Apakah Angga memang saudaranya Arjuna? Lalu, apakah Angga juga akan menjadi target Arjuna selanjutnya? Untuk spoiler dan visual, silahkan ikuti IG : @mamathor_joon FB : Zanaka Sofia Maurya

Zanaka · Urban
Not enough ratings
371 Chs

Arjun dan Aisha

Tadi dapat nilai berapa di sekolah?"

"Seratus!" jawabnya bangga.

"Pinter. Nanti, kalau Adek, eh Mbak Nana dapat juara satu lagi, om Bayu kasih hadiah."

Senyuman gadis tadi semakin lebar.

"Kelas berapa?" Arjuna bersuara.

Gadis kecil itu bungkam. Ia tidak terbiasa berbicara dengan orang asing.

"Kelas tiga. Minggu lalu usianya 7 tahun." Bayu menjawab pertanyaan temannya, menggantikan Nana.

Selama tiga tahun hidup bersosialisasi di tempat ini, membuat Bayu tahu sedikit watak anak sulung dari ibu yang menjadi tempatnya membeli makan dan kadang juga dimintai bantuan. Bahkan ketika sakit, Bayu juga diperhatikan oleh ibu dari si gadis kecil. Seperti adik sendiri. Perbedaan usia Bayu dengan ibunya Nana adalah tujuh tahun.

"7 tahun?"

"Dia masuk umur 5 tahun. Dia yang sering kuceritakan itu."

Arjuna tidak yakin, kapan tepatnya Bayu menceritakan tentang gadis kecil yang sedang duduk dengan pandangan tertunduk ini.

Bayu memberikan cokelat dan permennya pada Nana. Gadis itu mengucapkan terima kasih. Ketika Bayu menawarkan diri untuk mengantar, si gadis menolak.

"Om Bayu gendong,"

"Nana udah gede!"

Bayu tertawa. Mengacak rambut panjang nan lurus milik gadis kecil itu.

"Hati-hati ya," peringat Bayu.

Setelah kepergian si gadis kecil, Bayu melanjutkan makannya. Putra Maurasika meneguk teh hangat yang sebelumnya ia wadahi di cangkir plastik berwarna hijau di rak piring Bayu.

"Nginep?"

"Enggak."

"Kenapa?"

"Aisha ngajak jalan."

Bayu menggangkat bahu, setelah itu ia geleng-geleng kepala. "Masih sama cewek gatal itu rupanya."

Putra Yosi tersenyum. Menutupi sesuatu.

****

Putra Maurasika tetap memakai pakaian Bayu ketika menemui kekasihnya. Pakaian sekolahnya tetap ditinggal di tempat Bayu. Besok sore akan ia ambil kalau ingat. Lagi pula besok libur.

Mereka bertemu di salah satu pusat perbelanjaan ternama di kota metropolitan terbesar di tanah Sumatera.

"Telat setengah jam, Yang." Kekasihnya merajuk.

"Macet, Yang." Arjuna merespons.

"Naik kereta siapa?"

"Bang Bayu."

"Ya udah, laper nih."

Arjuna tersenyum simpul. "Aku udah makan, tapi kalau Cantikku mau makan, aku temenin."

Aisha tersipu malu hanya karena sapaan Arjuna. Setahun menjalin hubungan, belum pernah si gadis dipuji cantik.

Mereka menuju tempat makan. Tiba-tiba, ponsel Aisha berdering. Nomor yang tak bernama. Dia mengangkatnya.

"Hah? Apa?!"

Arjuna tersenyum mendengar suara Aisha yang panik setengah mati. Ia merasa puas.

"Oke, aku ke sana!"

Arjuna mengubah raut wajahnya. Ia memasang wajah bingung dan bertanya-tanya.

"Aku mau ke rumah sakit, Yang."

"Kuantar."

Aisha gelagapan. "Eh! Gak usah, gak perlu repot."

"Kenapa? Gak repot kok. Sama pacar sendiri juga."

Aisha kehilangan kata-kata. Ia bingung ingin mengatakan apa. Takut, kalut menyerangnya.

"Gak usah sungkan, Sayang."

Arjuna menggamit tangan Aisha yang masih kebingungan. Ia bawa perempuan muda itu menuju parkiran, tempat motornya berada.

Aisha masih kebingungan mencari alasan untuk menolak Arjuna yang ingin mengantarnya.

"Sayang!" Aisha memanggil ragu-ragu.

"Pakai helm!" perintah pemilik nama seperti putra tengah Pandu.

Remaja perempuan tersebut menurut. Ia tak membantah. Pikirnya, hanya mengantar sampai rumah sakit saja, bukan ikut masuk ke dalam. Mungkin akan aman. Rahasia tak mungkin terbongkar.

Jalanan ramai karena malam minggu dipadati muda-mudi berkonvoi. Dalam waktu setengah jam, baru mereka bisa sampai di depan rumah sakit Pof. Dr. Boloni di jalan Wolter Mongonsidi. Saking paniknya, Aisha tidak menyadari bahwa sebelumnya ia tidak pernah mengatakan pada Arjuna ke rumah sakit apa dia akan pergi.

"Makasih, Jun."

Aisha memberi helmet yang dipakainya kepada Arjun.

"Hm." Arjuna menerima helmet.

"Aku masuk dulu," ucap perempuan itu.

"Aku nggak diajak, Sha?"

Bersambung ....