webnovel

Keindahan Sang Rembulan

Setelah hari yang berkesan di tepi sungai Moontales, Gurfeda dan teman-temannya kembali ke rumah dengan suasana hati yang hangat.

Jalan setapak menuju desa diterangi oleh sinar bulan, menambah kesan magis pada malam itu. Ketika mendekati rumah, mereka melihat lampu-lampu kecil menyala, menciptakan suasana penyambutan yang hangat dan akrab.

Di depan rumah Gurfeda, Flaura sudah menunggu dengan senyum khasnya yang lemah lembut. Flaura, membuka pintu dan menyambut mereka satu per satu dengan pelukan.

"Selamat datang kembali," ucap Flaura, menyalurkan kehangatan ke dalam setiap pelukan. "Kalian tampak luar biasa senang. Sepertinya malam ini memberikan kenangan indah."

Luna, yang berdiri di samping Gurfeda, mengangguk dengan senyum cerah. "Malam ini sangat berarti bagi kami"

Di dalam rumah, semua berkumpul di ruang tengah yang dihiasi oleh sentuhan hangat cahaya perapian.

Flaura menyiapkan suasana dengan musik lembut dari instrumen tradisional yang mengalun syahdu, menambah kedamaian dan keharmonian.

Saat mereka duduk melingkar, Peals memulai suasana dengan candanya yang ceria. "Hei, Gurfeda ! Malam ini kamu terlihat sangat tampan, keberanian mu tak tergoyahkan" katanya sambil tertawa, mengingat kejadian di tepi sungai"

Isholdyenca menambahkan dengan nada penuh rasa kagum, "Kami semua bersyukur memiliki seseorang sepertimu, Gurfeda, Kau menunjukkan arti sebenarnya dari cinta dan kasih sayang."

Gurfeda tersipu, merasa terharu oleh perhatian dan kasih sayang teman-temannya.

"Kalian semua adalah sumber kekuatan bagiku, Tanpa kalian di sampingku, perjalanan ini tak akan seindah ini." jawab gurfeda dengan lembut.

Veni, yang duduk dengan tenang di sebelah Gurfeda, menatapnya dengan mata penuh arti. "Bersama mu, kita akan menjadi lebih kuat, Mengukir Kenangan yang tak'akan hilang di telan oleh sejarah."

Flaura memberikan pandangannya yang lembut kepada mereka semua.

"Kalian telah menciptakan sesuatu yang sangat berharga, sebuah ikatan yang harus di jaga dengan rasa Cinta, kasih sayang, dan persahabatan."

Malam berlalu dengan cepat di tengah perbincangan hangat dan penuh makna.

Gurfeda merasa bahwa malam itu adalah kenangan sempurna, Ia melihat teman-temannya, dan merasakan kekuatan ikatan yang telah mereka jalin bersama.

Saat malam semakin larut dan rasa mengantuk mulai menyelimuti, Gurfeda menatap Luna yang duduk di sebelahnya.

Luna menggenggam tangan Gurfeda dengan lembut, memberikan arti yang mendalam pada sentuhan sederhana.

"Terimakasih Telah Memberi Ku Bimbingan, Gurfeda" bisiknya pelan, "Aku sangat mencintai mu."

Luna memberi kecupan di kening Gurfeda sambil membelai dengan rasa kasih sayang.

Gurfeda merasakan jantungnya berdegup kencang saat Luna mencium keningnya. Sentuhan lembut itu seolah memberikan energi baru pada dirinya. Dia menatap mata Luna, berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya. Sambil meraih tangan Luna lebih erat, ia berkata, "Kau adalah bintang yang menyinari malamku. Setiap detik bersamamu adalah sebuah berkah."

Luna tersenyum, matanya berbinar penuh kehangatan. "Kau membuatku merasa hidup, Gurfeda. Bersamamu, aku bisa menjadi diriku sendiri," jawabnya tulus, memberikan kebahagiaan yang tak ternilai.

Di sudut ruang tengah, Peals dan Isholdyenca mulai menggoda dengan cerita-cerita lucu, menjadikan suasana semakin hangat dan penuh tawa. Flaura menambah suasana dengan menjadikan malam itu sebagai momen saling berbagi. "Mari kita bercerita tentang tujuan kita ke depan. Apa yang kita cintai, dan bagaimana kita bisa saling mendukung satu sama lain?" katanya.

Satu per satu, mereka mulai berbagi mimpi dan harapan. Veni mengungkapkan keinginannya untuk menjelajahi dunia, menemukan keajaiban di setiap sudut. "Aku ingin suatu hari nanti berkeliling dunia dan menemukan keindahan yang hanya bisa kita bayangkan," ujarnya.

Isholdyenca bersemangat menjawab, "Mungkin kita bisa melakukannya bersama! Setiap petualangan akan lebih berharga jika kita berbagi bersama."

Gurfeda menatap wajah teman-temannya, merasa terinspirasi oleh setiap ide dan impian yang mereka bagi. "Kita bisa membangun tim yang tak terpisahkan, bukan hanya untuk petualangan, tetapi untuk setiap tahap kehidupan kita. Bersama, kita akan menghadapi semua rintangan dan merayakan setiap kebahagiaan."

Semua setuju dengan semangat yang sama, dan mereka merencanakan untuk menjelajahi tempat-tempat baru, belajar dari pengalaman bersama, dan menciptakan kenangan yang tak terlupakan.

Saat percakapan semakin mendalam, Gurfeda mengambil kesempatan untuk berbicara lagi kepada Luna. "Apakah kau bersedia untuk menjadi bagian dari petualanganku, Luna? Aku tidak ingin melakukannya tanpa dirimu."

Luna menatapnya dengan mata yang penuh harapan. "Aku akan selalu ada di sampingmu, Gurfeda. Bersama kita akan menciptakan kisah yang indah."

Ketika malam semakin larut dan bintang-bintang bersinar cerah di luar jendela, Flaura mengusulkan untuk memainkan beberapa lagu lewat alat musik tradisional yang biasa mereka gunakan. Mereka mulai bernyanyi bersama, suara harmonis mengalun dalam kebersamaan yang intim. Momen itu menjadi kenangan berharga, di mana musik dan kebersamaan menyatu dalam kesatuan yang indah.

Di tengah kebersamaan itu, Gurfeda dan Luna saling melirik, merasakan getaran cinta di antara mereka. Luna meraih tangan Gurfeda kembali, dan tanpa kata-kata, mereka saling memahami. Dalam momen itu, segala kekhawatiran dan kesedihan seolah sirna, hanya menyisakan kebahagiaan yang tulus.

Setelah bermain musik, mereka memutuskan untuk keluar sejenak, menikmati udara malam yang segar. Dikelilingi oleh bintang-bintang, mereka berbaring di tanah, melihat langit yang terbentang luas.

"Melihat bintang-bintang ini membuatku merasa kecil, tetapi juga memberi harapan," ucap Gurfeda. "Setiap bintang seolah mewakili impian dan harapan yang mungkin kita wujudkan."

Hening sejenak, lalu Luna berkata, "Dan kita berdua adalah bagian dari cerita ini, Gurfeda. Cerita yang akan terus berkembang dan takkan pernah pudar."

Mereka menatap satu sama lain, dan Gurfeda tahu, di sinilah ia ingin berada—dikelilingi oleh orang-orang yang dicintainya, dengan Luna di sampingnya. Saat bulan purnama bersinar terang, Gurfeda berbisik, "Aku berjanji akan melindungimu dan selalu ada untukmu, selamanya."

Dengan senyum penuh keyakinan, Luna menjawab, "Dan aku akan selalu bersamamu, Gurfeda."

Keesokan malamnya...

Di bawah sinar bulan purnama, saat Gurfeda dan Luna berbaring di atas rerumputan yang lembut, kedamaian malam mengelilingi mereka. Namun, dalam benak Gurfeda, ada rasa cemas yang perlahan muncul. Meskipun mereka berbagi kasih sayang yang tulus, ada juga keinginan untuk menjaga hubungan ini tetap realistis, terutama dengan tantangan yang mungkin akan mereka hadapi di masa depan.

"Luna," Gurfeda memulai, merasakan kedamaian malam terasa sedikit berat. "Kita mungkin memiliki banyak impian, tetapi aku bertanya-tanya, apakah kita siap untuk semua tanggung jawab yang datang bersamanya?"

Luna menatapnya, matanya berkilau oleh cahaya bintang. "Apa maksudmu? Kita bisa menjalani semuanya bersama," jawabnya optimis, meski sedikit bingung dengan nada suara Gurfeda.

"Berada di sampingmu adalah hal terindah yang bisa kuinginkan. Tapi, aku khawatir tentang kenyataan yang kita hadapi. Hidup ini tidak selalu mudah. Dengan impian kita untuk menjelajahi dunia, ada banyak hal yang harus dipikirkan," Gurfeda menjelaskan lebih lanjut, mencari kata-kata yang tepat agar tidak terdengar pesimis.

Luna menarik napas dalam-dalam, mengambil waktu untuk mempertimbangkan kata-kata Gurfeda. "Kau benar, ada tantangan. Tetapi kita bisa menghadapinya dengan cara yang saling mendukung. Kita perlu memastikan bahwa keduanya memiliki tujuan yang jelas, dan berkomunikasi satu sama lain ketika ada halangan."

Gurfeda mengangguk, merasakan beban di pundaknya sedikit berkurang. "Aku senang mendengar kau berpikir begitu. Kita harus tetap realistis tentang impian ini. Mungkin kita bisa mulai dengan beberapa langkah kecil, merencanakan perjalanan singkat sebelum memikirkan petualangan yang lebih besar."

"Langkah kecil itu lebih baik," Luna setuju, senyumnya kembali merekah. "Kita bisa mengatur waktu untuk menjelajahi tempat-tempat di sekitar desa. Ada banyak yang bisa kita lakukan, dan kita bisa belajar bersama."

Saat mereka berbincang, Gurfeda merasa lebih tenang. Meskipun ada tantangan, komunikasi yang terbuka dengan Luna menambah rasa saling pengertian di antara mereka. Mereka berdua tahu bahwa cinta dan persahabatan adalah tentang saling mendukung dan mencari jalan keluar bersama, bukan sekadar rutinitas romantis.

Setelah menghabiskan beberapa waktu di bawah bintang, mereka kembali ke dalam rumah, di mana teman-teman mereka masih larut dalam tawa dan cerita. Suasana hangat itu melanjutkan kelanjutan malam yang menyenangkan. Gurfeda dan Luna bergabung kembali, berbagi senyuman dan canda tawa, seolah-olah beban sebelumnya menghilang.

Beberapa minggu berlalu, dan Gurfeda dan Luna mulai merencanakan perjalanan singkat ke bukit terdekat di mana mereka bisa menjelajahi alam dan menikmati pemandangan yang indah. Mereka mengundang teman-teman mereka untuk bergabung, dan semangatnya semakin menguat.

Saat hari perjalanan tiba, mereka berkemas dengan antusias, membawa bekal dan perlengkapan yang diperlukan. Selama perjalanan, Gurfeda dan Luna saling menggenggam tangan, berbagi kebahagiaan saat mereka mendaki jalur yang berliku.

Di puncak bukit, pemandangan terbuka dengan lembah yang hijau dan langit biru yang luas. "Kita berhasil sampai di sini," Luna berteriak gembira, melompat kecil penuh kegembiraan.

Gurfeda melihat ke arah wajahnya yang cerah dan merasakan cinta yang mengalir. "Ini adalah awal yang baik. Bayangkan semua tempat yang bisa kita lihat," ujarnya penuh semangat.

Namun, saat mereka menikmati pemandangan, ada momen di mana ketegangan muncul saat salah satu teman mereka, Isholdyenca, tersandung dan hampir jatuh. Gurfeda dengan cepat membantu menahannya, sementara semua orang terdiam sejenak.

Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, Gurfeda berkata, "Kita harus lebih berhati-hati. Ini adalah petualangan, tetapi keselamatan kita juga penting."

Luna mengangguk setuju dan menambahkan, "Kita bisa bersenang-senang, tapi juga harus saling menjaga. Kita adalah tim."

Dalam momen itu, mereka merasakan bahwa cinta tidak hanya tentang kebahagiaan, tetapi juga tentang saling menjaga dan memahami satu sama lain. Ketegangan itu berlalu, dan mereka mulai mengambil foto bersama, tertawa, dan menikmati kebersamaan.

Ketika mereka kembali ke rumah, Gurfeda dan Luna duduk di halaman depan.

Malam itu di halaman rumah, suasana hangat dan nyaman mengelilingi Gurfeda dan Luna. Suara jangkrik mengalun lembut sebagai iringan mereka berdua, masih terhangat dalam suasana perjalanan penuh tawa dan kebersamaan. Luna memandangi bintang-bintang yang bersinar di langit malam.

"Lihat betapa indahnya malam ini," katanya sambil menunjukkan langit. "Rasanya seperti kita bisa menggapai bintang-bintang kalau kita mau."

Gurfeda tersenyum, merasakan kehangatan dari dalam hatinya. "Dan setiap bintang itu seperti impian kita, Luna. Kalau kita berani meraihnya dan bekerja sama, siapa tahu kita bisa mencapainya."

Luna berputar, menghadap Gurfeda dan dengan serius berkata, "Aku ingin melakukan lebih dari sekadar bercita-cita. Aku ingin membuatnya menjadi kenyataan, permulaan yang tidak hanya berfokus pada masa depan, tetapi juga menghargai momen-momen saat ini."

"Kau benar," jawab Gurfeda. "Kita harus menikmati setiap langkah, setiap perjalanan kecil yang kita lakukan."

Dalam percakapan itu, mereka mulai merencanakan proyek kecil untuk membantu mereka saling mendukung dalam mencapai impian masing-masing. "Bagaimana kalau kita membuat jurnal bersama? Setiap kita punya ide atau rencana, kita catat," usul Luna dengan penuh semangat.

"Jurnal bersama? Itu ide yang bagus! Kita bisa menuliskan harapan, rencana, dan bahkan tantangan yang kita hadapi," balas Gurfeda. "Itu akan menjadi pengingat perjalanan kita."

Mereka sepakat untuk memulai proses itu esok hari. Namun, saat Gurfeda hendak beranjak untuk pergi tidur, Luna seolah teringat sesuatu.

"Oh, ada satu hal! Kita perlu memikirkan cara untuk membagi waktu antara impian kita dan tanggung jawab sehari-hari. Aku khawatir kita mungkin terlalu terbawa suasana jika terlalu fokus pada satu hal saja."

"Betul sekali," kata Gurfeda, merasa terinspirasi oleh pemikiran Luna yang lebih luas. "Kita bisa membuat rencana mingguan yang fleksibel. Misalnya, satu malam dalam seminggu kita berfokus pada proyek kita, dan selebihnya kita bisa menghabiskan waktu berkualitas dengan teman-teman, atau melakukan hal-hal yang kita nikmati."

Hari-hari berlalu, dan mereka berdua mulai menuangkan ide-ide mereka ke dalam jurnal. Luna menulis dengan antusias kebun kecil yang ingin dibangunnya di halaman rumah, sementara Gurfeda mencatat rencananya untuk belajar bermain gitar. Setiap kali mereka mendapatkan waktu luang, mereka berdua saling berbagi dan mendukung satu sama lain, fungsi simbiotik yang semakin membuat ikatan mereka menjadi lebih kuat.

Namun, setiap hubungan juga tentu ada tantangannya. Suatu malam, saat mereka sedang mendiskusikan beberapa ide baru, Gurfeda merasakan ketegangan di antara mereka saat Luna memperlihatkan ketidaksukaannya terhadap rencana gitar yang ia raih.

"Gurfeda, aku menghargai impianmu, tetapi aku merasa kita mungkin harus menempatkan prioritas di tempat yang lebih realistis. Kita sudah memiliki banyak yang harus dilakukan," ujar Luna dengan nada hati-hati.

"Kenapa kau meragukan impianku? Ini adalah hal yang ingin aku lakukan!" jawab Gurfeda, merasa emosional.

Luna bisa merasakan ketidaknyamanan Gurfeda, dia menghela napas. "Bukan itu maksudku. Aku hanya ingin kita tidak membebani diri sendiri. Kita harus memastikan semua ini sejalan dan tidak menambah tekanan pada hidup kita."

Momen itu menghangatkan suasana, membuat keduanya merenung. Gurfeda merasakan betapa pentingnya mendengarkan pendapat Luna, akan tetapi, ia juga merasakan dorongan untuk mengungkapkan mimpinya.

"Baiklah," kata Gurfeda setelah beberapa saat terdiam. "Mungkin aku terlalu terbawa. Aku ingin melakukan ini untuk kita berdua, dan aku seharusnya lebih terbuka untuk perasaanmu. Mari kita cari jalan tengah."

Luna tersenyum, merangkul Gurfeda. "Aku ingin kita saling mendukung, bukan saling menekan. Kita bisa mencari waktu yang tepat untuk semua impian kita. Yang terpenting, kita melakukannya dengan bahagia."

Tiba-tiba, Seseorang berteriak, memecah keheningan malam, Circ muncul melalui cahaya, membawakan berita yang mengguncang.

"Negeri Mytheria terancam ! Pejuang terlarang, Lina dan Thalia, sedang melakukan invasi, Mereka telah membunuh banyak pasukan !"

Luna merasa darahnya berdesir. "Apa yang bisa aku lakukan ?" tanyanya, mencoba mengendalikan emosi yang bergejolak.

Circ menjawab, "Kita perlu membawa lebih banyak pasukan untuk menghentikan mereka, tetapi kita harus segera, tidak ada banyak waktu."

Dengan cepat, Luna mengisi dirinya dengan energi magis dari dalam, kemudian menghilang dalam cahaya yang berkilauan.

Seketika, dia berada di kastil megah miliknya di negeri Mytheria, dimana suasana sudah di penuhi suara gemuruh dan huru-hara.

Dari kejauhan, Luna bisa melihat api berkobar dan pengungsi yang berlarian ketakutan.

"Mengapa mereka melakukan ini ?" fikir nya di dalam hati.

Sambil berkonsentrasi, Luna memanggil kekuatan magis, angin sejuk yang mengelilinginya, memperkuat ikatannya dengan alam.

Dalam perjalanan melalui reruntuhan, Luna melompati puing-puing dan membantu sipil yang terjebak.

Setiap kali dia menemukan sekelompok orang, dia meraba magis dari hatinya dan memanggil pelindung energi untuk membawa mereka ke tempat aman.

Ketika Luna merasa cukup kuat untuk menghadapi ancaman yang ada, dia merasakan aura dua sosok di seberang medan tempur.

Lina dan Thalia berdiri di atas bukit menjulang tinggi, menyerang para penjaga mytheria.

Luna mendekati mereka, berusaha untuk tetap tenang meskipun jantungnya berdebar. "Hentikan serangan ini !" serunya, suaranya dipenuhi keyakinan yang tak tergoyahkan. "Kita bisa menyelesaikan ini dengan damai!"

Lina, dengan rambut jarang berwarna ungu dan tatapan tajam yang menembus jiwa, berbalik. "Damai ?, Kau Saja Melupakan ku ! "

Thalia, yang memiliki aura kelam, menyengir sinis. "Aku tidak akan mundur sampai semua tahu siapa yang sebenarnya berkuasa!"

Luna merasa ada sesuatu yang lebih dalam di balik kebencian mereka. "Kekuatan tidak selalu berarti kekerasan. Apa yang kalian perjuangkan ?, Apa yang membuatmu begitu terluka hingga memilih jalan ini?"

"Aku tahu bahwa diri ku telah lalai, ku mohon bicarakan ini secara baik baik !" Luna mencoba menjangkau hati mereka, menyalurkan energi positif dari dalam dirinya.

Namun, Lina mencengkeram pedangnya dengan perasaan penuh marah. "Kau tidak mengerti ! Gurfeda telah mengabaikan kita berdua selama pertarungan di dalam rumah nya !, membiarkan kami di nodai oleh monster-momster, Kami tidak akan di pandang sebelah mata lagi!"

"Dengarkan," Luna berusaha tenang, "jangan seperti ini, walaupun gurfeda melupakan kalian, pasti saat itu keadaan nya sedang terpuruk"

Sepertinya ada momen introspeksi di antara keributan, saat keduanya memandang satu sama lain.

Luna merasakan ketegangan di udara, tetapi dia tahu waktu sudah hampir habis. Di belakangnya, pasukan Mytheria bersiap untuk menyerang.

Luna berkata dengan suara penuh semangat. "Jika kalian bisa memiliki kepercayaan, Aku akan membantu kalian !"

Lina menurunkan pedangnya, namun Thalia masih memancarkan aura permusuhan. "Dasar Kau Idiot" ucapnya.

Angin berhembus kencang di medan pertarungan ketika Ereubytes muncul di arah berlawanan.

Dengan gerakan yang cepat dan angkuh, ia meluncur menuju Luna, mengincar kekuatan yang terpendam dalam diri gadis itu. Luna merasa jantungnya berdegup kencang, namun di dalam matanya terdapat tekad yang tak tergoyahkan.

Di sisi lain, Lina dan Thalia, berdiri di samping Ereubytes.

Mereka tersenyum sinis, kehadiran mereka menjadi bayangan kelam di balik kegelapan yang menyelubungi.

Luna masih ingat bagaimana Gurfeda, teman satu perjuangan, pernah melupakan jejak-jejak mereka, yang pada akhirnya membuat Lina dan Thalia tersesat dalam kebencian dan ambisi.

"Luna," Thalia berteriak dengan nada mengejek, "kamu takkan pernah bisa menghadapi kekuatan kami !, Ini Lah Keagungan dari kegelapan !"

"Bergabunglah dengan kami, Luna," Lina menambahkan dengan nada provokatif. "Kau bisa memperoleh semua yang kau inginkan jika mau mengakui bahwa Gurfeda sudah mengkhianatimu."

Tanpa ragu, Ereubytes meluncurkan serangan energi gelap ke arah Luna.

Dengan kecepatan luar biasa, dia menyerang, tangan kanannya bersinar dengan kegelapan.

Luna menyiapkan diri dan mencoba membangun perisai energi, tetapi kekuatan Ereubytes jauh lebih kuat dari yang diperkirakannya.

Dia berusaha untuk bertahan, tetapi saat serangan itu menghantam perisainya, ledakan tersebut membuat tubuh nya terhuyung ke belakang.

Dalam pandangannya, dia melihat Lina dan Thalia tertawa, melihat kelemahan yang ditunjukkan luna.

"Tunggu saja, Luna," Lina mengolok-olok dengan senyuman penuh kemenangan. "Kedamaian tidak ada artinya, Bersama kami, kau akan merasakan Keabadian !"

Namun, di dalam hati Luna, rasa sakit dan kemarahan mengguncang.

Dia ingat semua latihan yang telah dilaluinya, kekuatan dari persahabatan yang sebenarnya. Dia tidak bisa membiarkan kegelapan merenggut harapan.

Sekalipun dihadapkan pada dua musuh dan satu penguasa kegelapan, Luna menarik napas dalam-dalam dan memusatkan pikirannya.

Dengan segenap jiwa, Luna melepaskan kekuatan cahaya dari dalam dirinya, menciptakan pancaran energi bercahaya yang bersinar cukup terang untuk memecah kegelapan yang menyelimuti mereka.

"Masih belum terlambat, Lina! Thalia!" teriak Luna, mencoba menjangkau perasaan mereka yang terpendam. "Kalian bisa kembali ! Kekuatan tidak hanya tentang kekuasaan, tetapi tentang persahabatan dan saling mencintai !"

Ereubytes, terdesak oleh cahaya yang menyala itu, berusaha menegakkan kekuasaannya. "Hentikan, Luna! Kegelapan adalah takdir yang hakiki !"

Pancaran cahaya itu menembus ke arah Lina dan Thalia, menyentuh mereka dengan lembut. Namun, alih-alih menyadarkan mereka, cahaya itu justru membuat Ereubytes semakin marah, Dalam kemarahan yang membara, Ereubytes menyerang ke arah Luna dengan lebih ganas.

Saat itulah, Luna menyadari bahwa Lina dan Thalia berada dalam bahaya.

Luna memutuskan untuk tidak tinggal diam dan memperlihatkan kepadanya bahwa kegelapan tidak akan menang.

Dengan keberanian yang memancar, Luna menyatukan kekuatannya kembali, menghadapi Ereubytes.

Dengan napas yang terengah-engah, Luna terjatuh ke tanah, kehabisan tenaga setelah berjuang menghadapi Ereubytes.

Saat kesadarannya mulai memudar, dia tidak dapat melihat apa yang terjadi di sekelilingnya.

Dalam keadaan tak sadarkan diri, bayang-bayang gelap Ereubytes masih menyisakan ketegangan di udara.

Namun, ketika Luna terjatuh, kekuatannya menarik perhatian para penjaga negeri Mytheria. Mereka datang bergegas, mengenakan armor berkilau yang menandakan loyalitas mereka terhadap Kerajaan. Di antara mereka, terdapat Santar, komandan terbaik yang dikenal karena keberanian dan kepiawaiannya dalam pertempuran. Santar segera memerintahkan, "Lindungi gadis ini! Jangan biarkan Ereubytes mendekat!"

Para penjaga bersiap dan membentuk perisai pelindung di sekitar Luna. Dengan senjata terangkat, mereka menghadapi Ereubytes yang semakin marah, bersiap untuk menyerang lagi. Rasa pahlawan mereka tidak bisa dibendung, meskipun negeri Mytheria kini menjadi tandus akibat penyerangan yang brutal.

Dengan kekuatan dan keberanian, mereka bertempur melawan gelombang kegelapan yang diluncurkan Ereubytes. Pertempuran itu berlangsung sengit—serangan energi gelap bertabrakan dengan perisai cahaya yang dibentuk oleh para penjaga. Suara klang senjata beradu bergema di udara, menciptakan suasana menegangkan yang membuat detak jantung para penjaga semakin cepat.

"Jangan biarkan dia menang!" teriak Santar kepada pasukannya. "Ingat, kita berjuang demi Sang pemimpin Luna, Semua perjuangan kita DEMI KEDAMAIAN !"

Dengan semangat yang membara, para penjaga memberikan perlawanan terbaik mereka.

Di tengah pertempuran, cahaya yang memancar dari Luna secara tiba-tiba muncul secara perlahan, seolah-olah mengisyaratkan harapan yang belum padam.

Kekuatan penjaga dan cahaya Luna bersatu menciptakan aura pelindung yang menahan Ereubytes untuk sementara.

Namun, serangan Ereubytes belum sepenuhnya reda. Dia merentangkan tangannya, mengeluarkan serangan terakhir yang sangat dahsyat. Para penjaga bersatu, menggabungkan diri dalam satu formasi, menciptakan perisai energi yang sangat kuat. Energi gelap memancar ke arah mereka, menciptakan ledakan yang menggetarkan seluruh negri.

Ketika debu mulai mengendap, Luna terbangun, terkejut melihat pertempuran di sekelilingnya.

Meskipun Tubuh nya tidak terluka, melihat para penjaga yang berjuang demi dirinya memberinya lebih banyak kesadaran.

Luna menerobos rasa sakitnya dan berdiri meski goyah. Dengan segenap kekuatan yang tersisa, Luna mengangkat tangannya, memanggil cahaya murni yang memancar dari dalam hati.

"Aku tidak akan membiarkan negeri ini hancur !" ucapnya dengan penuh tekad.

Cahaya perlawanan itu mulai menyatu, menciptakan gelombang energi yang menyalakan semangat para penjaga di sekeliling.

Cahaya intens itu memancar, menghancurkan gelombang gelap yang di pancarkan oleh Ereubytes.

Seluruh pasukan penjaga Mytheria terpukau oleh kekuatan Luna.

Mereka merasakan energi positif yang menyatu dengan keberanian.

Bersama-sama, mereka menyerang balik, mengusir Ereubytes.

Menyadari bahwa kekuatan kegelapan tidak dapat bertahan lebih lama, Ereubytes mulai melarikan diri, menyisakan keadaan hancur di Negeri Mytheria.

Setelah pertempuran mereda dan kegelapan menghilang, para penjaga bergegas mendatangi Luna, membantu dia berdiri. "Kau berhasil, Luna!" Ucap Santar, matanya bersinar penuh rasa hormat.

"Tanpa energi dan keberanianmu, semuanya akan berbeda."

Luna tersenyum lemah. "Kalian semua berjuang demi negeri ini, Aku tidak sendirian."

Luna menatap ke arah para penjaga, merasakan ikatan di antara mereka semakin kuat. "Kita harus membangun kembali Mytheria."

Luna Memasuki dimensi dengan para penjaga Mytheria ke Aula untuk berdiskusi tentang pemulihan negri mytheria.

Setelah berhari-hari mencari-cari, Gurfeda akhirnya sampai di tempat di mana pertempuran terakhir antara Luna dan Ereubytes berlangsung. Begitu dia menginjakkan kaki di tanah gersang Mytheria, rasa cemas membayang di wajahnya. Dia merasakan bau terbakar dan kehampaan yang mencekam, seolah negeri yang begitu berharga itu sedang berduka.

Ketika langkahnya membawa dia ke pusat pertempuran, pemandangan menyedihkan menyambutnya. Tanah retak, tanaman layu, dan puing-puing berserakan di mana-mana. Beberapa penjaga sedang merawat luka satu sama lain, sementara yang lainnya tampak menggali reruntuhan, mencari tahu apakah ada yang masih tersisa dari pertempuran itu. Dan di antara mereka, Tak ada sosok Luna yang terlihat.

"Tidak… ini tidak mungkin!" suara Gurfeda pecah saat melihat pemandangan itu. Dia berlari maju, penuh harapan untuk menemukan bahwa Luna selamat. "Luna! Di mana kau?"

Salah satu penjaga, yang mengenakan armor dengan bekas pertarungan, berbalik dan melihat Gurfeda dengan tatapan hampa. "Dia… dia menghilang setelah pertempuran selesai," katanya, suara penuh ketidakberdayaan. "Kami tidak tahu ke mana dia pergi."

Jantung Gurfeda bergetar mendengar kabar itu. Dia merasakan gelombang emosi menghempas, campur aduk antara harapan dan kekhawatiran. "Tolong, beri tahu aku apa yang kau lihat!" Gurfeda mendesak, tak ingin kehilangan satu petunjuk pun.

"Ada cahaya yang sangat terang saat dia bangkit. Setelah itu, dia lenyap," penjaga itu menjelaskan. "Seolah-olah cahaya itu menarik dia pergi ke tempat lain. Kami tidak dapat menjangkaunya!"

Dengan setiap kata yang terucap, ketidakpastian merayapi hati Gurfeda. "Cahaya?" Dia bergumam. "Apakah mungkin dia menemukan kekuatan baru? Ataukah mungkin itu adalah pelarian dari Ereubytes?"

Bergerak cepat, Gurfeda memutuskan untuk tidak tinggal diam. "Aku harus mencari dia. Jika dia menghilang ke dimensi lain atau tempat yang tidak dikenal, aku tidak bisa membiarkannya sendirian!"

Mendengar tekad Gurfeda, beberapa penjaga menghampirinya. "Kami akan membantumu," salah satu dari mereka berkata. "Kami tidak bisa membiarkan Luna berjuang sendiri. Bersama-sama, kita mungkin bisa menemukannya."

Gurfeda tersenyum lemah melihat semangat mereka. "Baiklah, kita harus merasakan energi yang ditinggalkan oleh Luna. Mungkin dia meninggalkan jejak! Kita pergi ke tempat di mana cahaya itu tampak paling kuat!"

Mereka bergerak menyusuri tanah kering, mengikuti petunjuk-petunjuk halus yang tersisa dalam aura. Dengan keahlian Gurfeda dan bantuan energi dari para penjaga yang terampil, mereka akhirnya tiba di sebuah ribuan reruntuhan yang terpancar sinar samar dari reruntuhan.

Di tengah reruntuhan, terpampang sebuah portal bercahaya yang menari-nari di udara, seolah-olah mengundang mereka untuk mendekat. Gurfeda menatapnya dengan campuran rasa takut dan harapan. "Itulah dia! Itu pasti tempat di mana Luna terluka!"

Namun, sebelum mereka melangkah lebih jauh, suara tegas muncul dari balik bebatuan. "Siapa yang berani memasuki dimensi ini?" Tiba-tiba, seorang makhluk dengan aura mistis muncul, matanya bersinar dan tubuhnya terbalut energi yang keras. "Aku adalah penjaga portal ini. Hanya mereka yang layak yang bisa meneruskan."

Gurfeda dengan tegas maju ke depan. "Kami mencari Luna! Dia seorang pahlawan, dan kami tidak akan berhenti sampai kami menemukannya!"

Makhluk itu menilai mereka dengan tajam. "Kau yakin akan perjalanan ini? Dimensi ini penuh dengan tantangan. Hanya yang memiliki hati murni yang akan menemukan jalan."

Tanpa ragu, Gurfeda menjawab, "Kami berjuang untuk Mytheria dan untuk Luna. Kami tidak akan mundur."

Melihat ketulusan di mata Gurfeda, makhluk itu akhirnya mengangguk, memberi izin. "Baiklah. Masuklah, tetapi ingat, apa pun yang kau hadapi di dalam, hadapilah dengan keberanian dan kasih sayang. Hanya dengan itu, kau akan menemukan Luna."

Dengan semangat yang baru, Gurfeda dan para penjaga melangkah ke dalam cahaya ruang dimensi.

Gurfeda, yang telah melangkah menuju portal bercahaya, terkejut ketika mendengar suara lembut yang membuatnya terhenti. Ketika dia menoleh, Luna muncul dari belakang dengan aura magis yang bersinar, wajahnya terlihat serius namun penuh harapan.

"Gurfeda !" serunya, cepat mendekat. "Aku di sini! Maafkan jika aku membuatmu khawatir!"

Gurfeda menghembuskan napas lega. "Luna!, Aku mencarimu, Apa yang terjadi? Kenapa kamu langsung meninggalkan ku ?"

Senyum Luna mengembang, tetapi ada kerumitan di matanya.

"Aku sedang berdiskusi dengan Santas tentang pemulihan negeri Mytheria. Dia memiliki rencana untuk memulihkan keseimbangan setelah kerusuhan yang terjadi."

"Santas? Rencana apa yang bisa dia lakukan?" tanya Gurfeda dengan antusias, merasakan harapan mulai tumbuh dalam hatinya.

Luna mengambil napas dalam-dalam. "Dia memiliki kekuatan untuk membantu kita, Dia sudah melindungi negeri kita dari invasi, Kami membahas cara untuk memulihkan keadaan yang terpuruk."

"Jadi, itu sebabnya kau tidak segera kembali!" Gurfeda menyadari.

"Kita harus segera kembali ke tempat pertemuan dengan Santas. Dia memiliki informasi penting tentang bagaimana kita dapat merevitalisasi Mytheria" jelas Luna, wajahnya mulai serius.

Gurfeda mengangguk.

Luna mulai menggunakan magis cahaya yang memancar.

Dengan tekad yang menyala di dalam diri mereka, Gurfeda dan Luna bersatu, menggabungkan kekuatan mereka untuk menciptakan ruang dimensi.

"Dua Jam Kemudian

Mereka melangkah menuju pertemuan dengan Santas, yakin bahwa perencanaan dan kebersamaan mereka akan mengarah pada harapan baru bagi Mytheria.

Ketika mereka tiba, Santas menyambut mereka dengan senyuman penuh harapan.

"Aku sudah menanti kalian". kata Santas dengan keyakinan.

Luna dan Gurfeda saling menatap, mengerti bahwa dengan dukungan dan persatuan, mereka siap untuk memulihkan negri Mytheria menuju kebangkitan yang lebih indah.

Santas berdiri di tengah ruangan yang dikelilingi pilar kristal bercahaya lembut sambil memegang gulungan kuno yang memancarkan aura misterius.

Di sekelilingnya, peta tiga dimensi Mytheria, menampilkan wilayah-wilayah yang rusak akibat invasi dan kekacauan.

"Kalian tiba tepat waktu," ujar Santas dengan nada tegas. "Namun, aku membawa kabar yang mungkin akan menguji keberanian kalian. Masalah Mytheria lebih dalam dari sekadar kerusuhan. Ada kekuatan gelap di balik semua ini—entitas kuno bernama Ereubytes."

"Ereubytes?" Gurfeda bergumam, matanya menyipit. "

Santas membuka gulungan itu, dan simbol-simbol bercahaya muncul, berputar di udara. "Ereubytes adalah penguasa kegelapan, perwujudan kehancuran yang pernah dikalahkan ribuan tahun lalu oleh para leluhur kita. Namun, ia bangkit kembali di Negri Eternia, Negri Ini Bersebelahan Dengan Negri Enderdow, Kerusuhan yang kalian lihat hanyalah awal dari rencananya untuk Menguasai Dunia Magis."

Luna menatap gulungan itu dengan raut khawatir.

"Mytheria akan menjadi hancur tanpa kehidupan." Jawab santas

"Bagaimana kita bisa menghentikan invasi ini ?" Gurfeda mengepalkan tangannya, jelas terpancing oleh urgensi situasi.

Santas menunjuk medali emas berbentuk bintang di tangannya. Permata biru di tengahnya bersinar lembut. "Kunci untuk memperkuat segel Ereubytes ada di Kuil Eternia, tempat di mana kekuatan leluhur disimpan. Tapi, untuk mencapainya, kalian harus Berjuang Selama Ratusan Tahun Karena Banyak Hal Yang Akan Terjadi, Seperti Serangan Secara Mendadak Dari Pemburu Bayangan."

"Pemburu Bayangan?" Luna bertanya dengan nada khawatir.

"Makhluk bayangan yang tidak bisa di kalahkan dengan kekuatan biasa," jelas Santas. "Mereka adalah perpanjangan kehendak Ereubytes, dan mereka akan terus mengejar kalian."

Meskipun mendengar ancaman itu, Luna melangkah maju dan menerima medali dari Santas. Matanya menunjukkan tekad yang kuat.

Santas tersenyum tipis. "Keberanianmu akan menjadi cahaya di tengah kegelapan, dengan kehormatan ku untukmu, aku akan membuka portal menuju hutan tersebut, Setelah itu, kalian berdua harus menerima banyak resiko."

Dia mengangkat tangan, menciptakan portal bercahaya. Di balik portal itu, tampak pemandangan hutan dengan kabut tebal yang melingkupi pepohonan. Aura misterius menyelimuti.

"Berhati-hatilah. Aku akan memantau dari sini," kata Santas.

Luna dan Gurfeda saling menatap, saling memberi keyakinan dan semangat.

Tanpa ragu, mereka melangkah ke dalam portal.

---

Di Hutan Berkabut,

Udara dingin dan lembap menyelimuti mereka saat memasuki hutan. Kabut tebal membuat pandangan terbatas, tetapi medali di tangan Luna bersinar lembut, menunjukkan arah.

"Hutan ini seperti hidup," bisik Gurfeda, menggenggam pedangnya.

"Aku bisa merasakan sesuatu mengintai."

"Itu bukan hanya perasaan," balas Luna. "Ereubytes sudah mengirimkan pemburu-pemburu bayangan-nya."

Tiba-tiba, dari balik kabut, bayangan-bayangan hitam melesat cepat.

Mata merah mereka bersinar menakutkan, dan suara geraman rendah menggema di antara pepohonan.

"Pemburu Bayangan," ujar Gurfeda dengan nada dingin, bersiap menghadapi serangan.

Bayangan pertama melompat ke arah mereka, tetapi sebelum makhluk itu mencapai mereka, medali di tangan Luna bersinar terang, menciptakan lingkaran pelindung yang memaksa mereka mundur. Namun, cahaya itu hanya bertahan sesaat.

"Kita tidak bisa bertarung dengan mereka semua," kata Luna. "Kita harus menemukan jalan menuju Kuil Eternia sebelum mereka mengepung kita."

"Baik, aku akan melindungimu. Kau fokus pada medali," jawab Gurfeda.

Mereka mulai berlari menyusuri hutan, di ikuti oleh gerombolan bayangan. Setiap kali mereka terpojok, Luna menggunakan medali untuk membuka jalan, sementara Gurfeda bertarung mati-matian untuk menahan serangan.

Namun, saat mereka tiba di tepi jurang dalam, Gurfeda terhenti. "Tidak mungkin kita melompati jurang ini, ini sangat curam."

Di seberang jurang, mereka melihat pintu gerbang besar yang berkilauan—pintu masuk Kuil Eternia. Namun, bayangan-bayangan itu terus mendekat.

"Kita butuh jalan memutar ," ujar Gurfeda.

Luna memejamkan mata, memusatkan energi pada medali. Perlahan, jembatan cahaya mulai terbentuk, membentang melintasi jurang.

"Cepat! Jembatan ini tidak akan bertahan lama," teriak Luna.

Mereka melintasi jembatan itu, tetapi bayangan-bayangan mulai menyerang, mencoba menghancurkannya.

Gurfeda melindungi Luna sampai mereka mencapai sisi lain, melompat tepat sebelum jembatan runtuh.

"Ini belum selesai," ujar Luna. "Kita harus masuk ke dalam kuil sebelum bayangan-bayangan itu menemukan jalan lain."

Mereka bergegas menuju gerbang. Saat medali bersinar, gerbang itu mulai terbuka, memperlihatkan aula megah yang dipenuhi ukiran bercahaya. Di tengah aula itu berdiri sosok bercahaya, menatap mereka dengan mata penuh kebijaksanaan.

"Aku telah menunggu kalian," ujar sosok itu dengan suara dalam yang menggema.

Tiba tiba Gurfeda terbangun dengan teriakan histeris, tubuhnya gemetar hebat, Napasnya terengah-engah, seperti habis berlari jauh.

Keringat dingin membasahi tubuh, seolah ia baru saja mengalami sesuatu yang tak terbayangkan.

Matanya menatap sekeliling ruangan, mencari kepastian bahwa dirinya benar-benar sudah kembali di dunia nyata.

Di samping tempat tidurnya, Luna melompat dari kursinya. "Gurfeda! Apa yang terjadi ? Apa kau baik-baik saja?" tanyanya panik sambil menggenggam bahu Gurfeda, berusaha menenangkan.

Gurfeda tidak langsung menjawab. Tubuhnya masih tegang, dan ia merasa seperti berada di dua dunia sekaligus.

Kejadian-kejadian Romantis, Kilasan-kilasan dari visi —sosok penguasa kegelapan ke sembilan bernama Ereubytes, peta Mytheria yang hancur, pemburu bayangan, penjaga kuil eternia, dimensi enderdow—terus menghantui fikiran.

"Luna…" Gurfeda akhirnya bersuara, tetapi nadanya bergetar. "Aku… Aku melihat sesuatu. Mimpi ini nampak sangat nyata. Aku ada di sana, di negri Mytheria, melihat kehancuran negri milik mu..., Aku melihat penguasa kegelapan Ereubytes menginvasi dan menghancurkan negri mu."

Peals, Veni, Flaura, dan Isholdyenca yang berada di ruangan itu langsung mendekat, wajah mereka penuh keprihatinan.

"Kau terlihat seperti baru saja keluar dari perang," ujar Peals dengan nada serius.

"Apa sebenarnya yang kau alami di mimpi buruk ini ?"

"Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya…" Gurfeda memegang kepalanya, seolah mencoba menghentikan semua gambaran yang membanjiri pikirannya. "Aku bersama Luna... Kami berlari di tengah hutan berkabut, Ada makhluk-makhluk bayangan mengejar kami, Aku merasa nyawaku benar-benar terancam, Kami melintasi jembatan cahaya menuju sebuah kuil… dan kemudian sosok bercahaya itu muncul."

Isholdyenca, yang mendengarkan dengan penuh perhatian, melangkah maju. Wajahnya serius, tetapi matanya mencerminkan kebijaksanaan yang mendalam. "Apa yang kau lihat bukan sekadar mimpi buruk, Gurfeda melainkan Itu adalah sebuah visi. Kau menerima pesan dari sesuatu yang lebih besar dari jati dirimu."

"Visi ?" Luna mengulang dengan ragu. "Tapi bagaimana itu mungkin ? Kami tidak melakukan apa pun yang bisa memicu di dalam mimpi gurfeda ."

"Visi seperti ini biasanya dikirim oleh kekuatan yang ingin memperingatkan atau mempersiapkan kita," jelas Isholdyenca. "Dan melihat seberapa nyata pengalaman Gurfeda, ini bukan hal yang bisa diabaikan."

Namun, Gurfeda menggelengkan kepala, wajahnya dipenuhi kebingungan dan ketidakpastian. "Tapi kenapa aku ? Aku tidak pernah merasa istimewa, tidak pernah merasa… di pilih untuk sesuatu yang besar, Mengapa aku yang mendapatkan visi ini ?"

"Ada alasan di balik semua ini," jawab Isholdyenca dengan tenang. "Kekuatan yang memberimu visi ini tahu bahwa hanya kau yang bisa memahaminya. Mungkin kau adalah Penjaga yang disebutkan dalam visimu."

"Apa maksudmu, Isholdyenca?" tanya Veni sambil menyilangkan tangan di dadanya.

Isholdyenca menarik napas dalam-dalam, lalu berbicara dengan nada yang lebih berat. "Legenda kuno menyebutkan tentang Penjaga yang akan muncul di saat dunia berada di ambang kehancuran. Mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh kekuatan leluhur untuk menghentikan ancaman besar. Dan melihat situasi kita sekarang—dengan Ereubytes—aku percaya bahwa Gurfeda adalah salah satu Penjaga yang telah di tulis di sebuah buku kuno."

Ruangan itu seketika menjadi hening. Gurfeda menatap Isholdyenca dengan tatapan tak percaya. "Tapi aku hanya seorang petarung biasa…, penjaga negri biasa, Aku bahkan tidak tahu bagaimana cara menghentikan makhluk seperti Ereubytes!"

"Kau tidak sendirian, Gurfeda," sela Luna.

"Kami semua ada di sini bersamamu, Apa pun yang terjadi, kami akan menghadapi ini bersama mu."

Flaura mengangguk.

"Benar. Kau mungkin Penjaga, tapi ini bukan hanya tugasmu. Ini adalah tugas kita semua untuk melindungi dunia ini."

Namun, Isholdyenca mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk menghentikan mereka.

"Tunggu. Sebelum kalian memutuskan apa pun, ingatlah bahwa ini bukan keputusan yang bisa diambil dengan gegabah."

"Apa maksudmu, Isholdyenca?" tanya Peals, sedikit tidak sabar.

"Visi ini adalah peringatan," jawab Isholdyenca. "Namun, itu tidak berarti kalian harus langsung pergi ke medan perang, Ereubytes adalah ancaman yang sangat besar, Jika kalian bertindak terlalu cepat tanpa persiapan, kalian hanya akan menjadi mangsa bagi kekuatannya yang sangat melampaui batas."

"Kau ingin kami menunggu?" tanya Veni dengan nada tak percaya. "Sementara Ereubytes terus memperkuat dirinya dan menginvasi banyak negri ?"

"Bukan menunggu," jawab Isholdyenca dengan tegas. "Tapi bersiap, Gurfeda baru saja mengalami sesuatu yang luar biasa berat, Jika dia langsung bertindak tanpa memahami visinya sepenuhnya, itu akan menjadi bencana, Kita semua perlu waktu untuk belajar, memperkuat diri, dan memahami apa yang terjadi."

Gurfeda menghela napas, menatap ke arah Luna dan teman-temannya.

"Aku tidak tahu apakah aku siap untuk ini. Tapi satu hal yang aku tahu…, Aku tidak akan pergi ke mana-mana sampai aku benar-benar yakin bahwa aku bisa melindungi kalian semua."

"Begitu juga kami," kata Luna, meletakkan tangannya di bahu Gurfeda.

"Kita tidak akan pergi ke mana-mana. Kita akan menghadapi ini bersama, apa pun yang terjadi."

Isholdyenca tersenyum tipis, meskipun ada keprihatinan di matanya. "Keputusan bijak, Gurfeda. Kita akan mulai dengan mempelajari lebih banyak tentang Ereubytes dan bagaimana cara melawannya. Kita punya waktu, meskipun tidak banyak."

Gurfeda menatap teman-temannya satu per satu.

Mereka semua berdiri di sisi tengah ruangan, menunjukkan keyakinan yang sama, Meski bayangan ancaman Ereubytes masih terasa sangat berat, Gurfeda merasa bahwa ia tidak sendirian dalam menghadapi invasi ini.

"Kalau begitu, mari kita mulai memperkuat diri," katanya di akhir.

" Demi Negri Mytheria, Demi Kedamaian Dunia ini ".