webnovel

Honeymoon

Para Pembaca Yth,

Mulai dari bagian ini kisah akan di-split dimana kisah Rianti akan dibuat dalam bahasa yang lebih serius. Adapun kisah Astuti dibuat dengan bahasa kekinian, konyol, dengan harapan untuk mengeksplor unsur komedi.

LW

Hari ketiga di Korea.

Pagi-pagi Ucok meriang dan Rianti panik. Atas usulan Ucok untuk membeli obat tertentu, isteri cantik itu lantas turun ke lobby apartemen untuk mencari apa yang dia perlu. Dia masuk ke sebuah apotik di sana. Sayang, apotik apartemen sedang tutup. Waktu ditanya ke seorang business woman yang kebetulan lewat, ia disarankan untuk jalan kaki dua blok dari apartemen.

Rianti tak bawa ponsel saat itu. Jadi tanpa merasa perlu memberitahu suaminya – karena sudah pasti itu akan merepotkan mengingat ia harus naik lift lagi bolak-balik – ia lantas pergi ke lokasi apotik. Alasannya satu: dia pikir siapa tahu dia mendapat info penting untuk situasi tak terduga.

Rianti sebetulnya pendidikannya lumayan. Ia pernah kuliah sampai D3 jurusan bahasa Inggris. Berbekal skill yang ada itulah ia merambah pergi. Dan setelah upayanya mencari-cari akhirnya toh dia bingung juga. Kota itu jelas saja asing buat Rianti dan dia bingung karena semua petunjuk tidak jelas. Jadi waktu dia main keluar dari apartemen untuk mencari apotik, bingung sekali dia karena dimana-mana dirinya melihat aksara yang dia tak tahu artinya, lingkungan baru, lalu lintas yang ramai, dan lain lain.

Rianti sebetulnya mau menyerah saja dalam berbahasa. Orang-orang di sana sedikit yang mengerti bahasa Inggris. Menyerah, dia memutuskan untuk kembali. Saat sudah mau balik ke apartemen terlihat di kejauhan ada toko seperti apotik. Dia pergi ke sana, tapi setelah dekat ternyata bukan. Dari situ dia terbawa-bawa orang, menyeberang lalu lintas, mendapatkan info. Begitu lima belas sampe dua puluh menit jalan kaki Rianti panik. Dia sadar ia sudah tersasar.

Dia lantas menanyai seseorang untuk mendapatkan petunjuk ke apartemen tempat dirinya menginap. Tapi karena nama apartemennya ia lupa maka tak banyak info yang dia dapat. Rianti makin panik. Dia tak tahu apa yang harus dilakukan di kota asing itu. Dalam keadaan begitu, dirinya hampir tersambar motor gara-gara melangkah di luar trotoar. Untung ada seseorang yang datang menolong. Seorang pemuda Korea kasihan melihat dirinya kebingungan. Ia datang dan menolong di detik waktu yang pas.

Ia menyambar tangan Rianti pas saat mau tersenggol motor. Kejadian ini begitu mengagetkan dan membuat Rianti mulai menangis. Orang itu menghibur dan dengan tenang minta Rianti tidak emosional atau sedih.

Dari ucapan Rianti orang itu yang tahu kalau wanita itu adalah orang asing dan turis di kotanya. Ia pun dengan sabar mencoba menolong. Ia bukan hanya menunjukan arah tapi karena melihat Rianti tetap bingung ia malah bersedia mengantarkan.

Kekaguman Rianti muncul karena orang itu sabar sekali menolong dirinya. Ia juga menolong dengan memegangi tangannya waktu harus melompati gorong-gorong yang dalam perbaikin. Lobang itu agak lebar. Orang itu sudah menyeberang lebih dulu. Jadi waktu ia memegangi tangan Rianti dan wanita itu melompat, terjadi benturan tubuhnya dengan orang Korea itu. Itu untuk pertama kalinya Rianti menyentuh tubuh orang itu dan ia jelas tak berpikir apa-apa. Ia yakin orang itu tulus menolong.

Di perjalanan pun orang itu malah bersedia berhenti karena Rianti menemukan apotik yang ia cari. Lokasi apotik ternyata hanya lima puluh meter dari apartemen. Aduh, Rianti jadi kesal sendiri mengapa bisa menyasar sejauh ini. Lagipula petugas di apartemen sudah memberi tahu bahwa jaraknya hanya dua blok. Tapi ya sudahlah, itu sudah terjadi. Dan ketika segalanya udah aman karena obat sudah didapat dan apartemen sudah di depan mata, Rianti pun sudah bisa tersenyum lagi. Sekarang saatnya untuk pamit.

“Thank you,” kata Rianti tulus yang kemudian mulai terpikir untuk memberi tip bagi orang itu.

“You’re welcome,” kata orang itu. “Aku tau ketulusan hati orang seperti kamu. Tapi tolong, jangan beri aku uang.”

Rianti tersenyum. Orang itu seperti tahu saja apa isi pikirannya. Rianti tak mau bohong tapi menurut pengamatan, pria itu tampan juga. Wajahnya khas Korea, bermata sipit, bodi atletis, dan senyum yang ramah.

*

Bagian belakang rumah yang baru aja Astuti beli itu adalah bagian yang hanya di-cor semen. Fungsinya yang utama jelas buat jemur pakaian dan juga naruh sebagian barang yang jarang dipake tapi perlu seperti oven kaleng, wajan ukuran super gede, sapu lidi, sapu ijuk, dan lain lain.

Bagian belakang itu udah di-dinding sehingga berbatasan dengan rumah belakang dan rumah di kiri-kanan. Semua rumah di sekitarnya itu udah pada renov dua lantai sehingga bagian belakang rumah Astuti ketutupan dinding tembok. Untuk rumah di sebelah kanan, dan belakang, mereka udah renov total dengan bikin bangunan dua lantai di setiap tanah kosong. Di sisi kanan dan belakang itu dinding rumah Astuti berbatasan dengan tembok yang nggak ada jendela. Sedangkan rumah di sebelah kiri, disainnya beda. Biar pun direnov sampai dua tingkat, masih ada sebagian lahan – yang berbatasan dengan rumah Astuti - dibiarin terbuka supaya ada sirkulasi udara untuk tiap jendela kamar di sana. Kondisi ini membuat jendela yang khususnya ada di lantai dua berhadapan langsung dengan bagian belakang rumah Astuti yang suka dipakai jemur pakaian itu.

Ini jadi jalan pembuka sebuah story yang bikin deg-degan. Gimana nggak, kalo Astuti jemur pakaian atau angkatin jemuran, so pasti dia bakal jadi tontonan para jomblo tadi.

Astuti tau dan udah ngalamin. Dan jujur aja, dia enjoy tuh.

*

“Kamu sudah sangat menolong. Tanpa kamu saya pasti udah nyasar.” Kira-kira begitu ucapan Rianti dalam bahasa Inggris yang ia tahu. Dia berbicara percaya diri saja karena orang Korea itu juga sepertinya tidak canggih-canggih juga bahasa Inggrisnya.

“No problem. Kalo kamu butuh guide aku bisa dihubungi.”

“Kamu pemandu wisata?”

“Iya. Lumayan untuk sambilan.”

“O boleh juga sih. Eh, kita belum kenalan. Aku Rianti dari Indonesia.”

Rianti mengulurkan tangan yang langsung disambut dengan jabat tangan yang erat. Hmm, telapak tangannya terasa hangat dan seperti ada sebuah sengatan strum kecil mengalir ke dalam dirinya, membawa rasa bahagia karena perhatian yang Rianti dapatkan.

“Ria- apa?”

“Rianti.”

“Rianti,” orang itu mengucap dengan sempurna. “Aku Ha-Jun Sheung.”

Aduh, Rianti tak bisa mengucap dengan sempurna. Jadi dia hanya mengira-ngira saja waktu orang itu menyebut namanya. “Aku panggil Ha-Jun saja, boleh?”

“Boleh. Jadi, gimana? Mau aku jadi guide kalian selama di Seoul?”

Tawaran itu disambut baik karena Rianti pikir mereka, dia dan suaminya, memang datang ke sana untuk jalan-jalan. Jadi kalo ada tawaran di depan mata, why not? Keduanya berpisah setelah Ha-Jun memberikan kartu namanya. Caranya memberi, dengan cara meraih tangan Rianti, menaruh kartu di telapak, dan menutup kembali dengan jari-jarinya sambil kemudian mengecup kecil telapak tangan, membangkitkan rona bahagia di pipi Rianti.

“Sampe ketemu lagi,” kata Rianti saat ngelepas orang itu pergi.

Tapi begitu sampe di lobby apartemen, sebuah pikiran mundul di otaknya.

‘Sampe ketemu lagi? Memangnya udah pasti nih akan ketemu lagi dengan orang itu? Kan kamu belum minta izin ke Ucok? Bagaimana kalo jasa Ha-Jun ditolak? Koq bisa-bisanya yakin bakal ketemu lagi?’