webnovel

episode 1.

Kamis,31 Desember 2020. Malam ini udara malam begitu menusuk kepalung hati. Malam ini tak seperti malam tahun baru biasanya, tak ada yang mewah, tak ada yang merayakan malam ini diluar. Benar malam tahun baru ini kita masih diselimuti oleh pandemi covid 19. Dan entah sampai kapan pandemi ini akan berlangsung. tak khayal juga, karena hebatnya pandemi ini, menimbulkan berbagai pandangan orang-orang banyak. Ada yang berkata ini hanya permainan elite global,ada juga yang beranggapan ini benar-benar wabah yang merupakan ujian dari Tuhan sebab tuhan sudah bosan melihat tingkah laku manusia. Seperti dalam lirik lagunya om Ebit g Ade.

Malam semakin merangkak menuju fajar, tepat di pukul 11.20 WIB ini aku sedang duduk dihalaman rumah. Menyaksikan tetangga yang sedang bakar-bakar, entah itu bakar ayam,bakar ikan, bakar jagung bahkan aku sendiri sedang membakar juga. Tepatnya membakar perasaan yang semakin memudar sebab terlalu lama mengejar. begitu ucap mas @saresanget yang saya kutip bulan Juni lalu lewat statusnya.

Perasaan yang apakah itu ? Cintakah? Sayangkah? Nafsukah? Atau apa ? Semua berawal dari sebuah pertemuan singkat biasa 3 tahun silam.

Bersambung.

Episode 2.

Kejadian ini bermula ketika aku sedang menjalani ujian. Ujian hidup ? Bukan. Ujian ya, ujian. Ujian sekolah maksudnya.

Siang itu terik matahari nampak lebih menyengat dari biasanya. Suasana sekolah pun nampak lebih sunyi dibandingkan suasana rame dan meriahnya pasar. Ya jelas lah ini sekolah bukan pasar, hehehe. Lanjut ke pembahasan kembali. Meskipun demikian, suasana sunyi itu tak berlaku di halaman depan sekolah. Dari ujung sampai ke ujung nampak dipenuhi oleh mbak" syantiek kelas 12 yang sedang olahraga. Lah kok olahraga? Katanya lagi ujian ? Jadi gini, emang bener hari itu sedang ada ujian, tapi ujiannya khusus buat kelasku bukan kelas mereka.

Hari itu ujian yang sedang aku garap adalah ujian matematika, sebuah mata pelajaran yang bagiku adalah mata pelajaran paling aku tidak suka. Dan alhasil aku mengerjakan ujian tersebut dengan cara atau rumus cocok logi, lebih tepatnya ilmu ngawur. Dengan bermodalkan seiris penghapus pensil yang sudah aku potong menjadi dadu dan menulis huruf A sampai E di setiap sisinya. Jangan kaget, ini adalah ilmu turun-temurun atau lebih kerennya sudah menjadi adat anak sekolah pada waktu itu. Hanya butuh waktu 15menit kurang lebih. Aku mengerjakan soal-soal ujian dengan santai dan nyaman wkwkwkwk.

Jam menunjukkan pukul 09.30 WIB. suasana kelas yang awalnya sunyi dan sepi itu kini mulai dihiasi oleh grusak-grusuk kode demi kode dari teman-teman kelas. Kode yang menunjukkan bahwa sudah waktunya mengumpulkan soal ke pengawas. Dan melanjutkan obrolan ringan di warung kopi depan sekolah. Walhasil aku mulai mengumpulkan soal ke pengawas lebih dahulu dan disusul oleh teman-teman yang lain.

Aku melangkah menuju lantai 1 melewati tangga yang nampak sepi sekali seolah tak ada kehidupan di sekolah ini. Dengan style yang katanya mirip tokoh dilan dalam film DILAN 1990 ciptaan om Pidi Baiq yang katanya mengaku imigran dari surga yang diselundupkan kebumi. Style baju putih abu-abu dengan jaket Levis warna putih kebiruan dan sepatu Converse tali selen ( kiri putih kanan item) aku menuju ke gerbang utama sekolahan, melewati parkiran motor bapak ibu guru dan halaman sekolah. Dan hal yang tak kuduga terjadi saat aku mulai menapakkan kaki di halaman sekolah. Aku dibuat kaget oleh gerombolan siswi-siswi yang berada di sudut lapangan sekolah. Bagaimana tidak, coba anda bayangkan menjadi saya !

Seekor pria yang katanya mirip bintang Emon berjalan sendiri ditengah halaman sekolah dan disaksikan oleh puluhan siswi-siswi yang siap menggoda bahkan bisa saja berulah brutal melihat kehadiran saya yang Ijen tatak bolo tuhan. Dan hal yang tak aku inginkan pun terjadi tepat saat aku berada ditengah halaman sekolah. Dengan langkah yang aku mantap-mantapkan, menyusuri halaman sekolah dengan perasaan hati dag-dig-dug.

Aku mendengar teriakkan seorang siswi yang berada diujung halaman tepatnya di bawah ring Basket. Dengan sadar pandangan kamipun bertemu disini. Hampir genap 1 menit mataku dan matanya beradu. Kuamati dalam" raut wajahnya dan kuingat ingat hingga tak kusadari pandangan itu tumbuh menjadi sebuah api perasaan yang katanya sih perasaan cinta. Cinta? Cinta? Dan Cinta. Begitulah para mufassir menafsirkan perasaan ini.

Bersambung.

Episode 3.

Selepas pertemuan singkat itu, wajahnya yang semakin hari semakin terbayang dan tergambar jelas di alam bawah sadarku.

Gambaran wajahnya yang berbentuk oval, alisnya yang tebal, bibirnya yang merah merona, matanya yang tajam, bulu mata yang lentik, dan lesung pipi yang amat indah dibalut dengan dengan senyuman yang manis seperti gula. Sungguh wanita ciptaan Tuhan yang sempurna, maha besar Allah dengan segala kekuasannya yang menciptakan makhluk indah seperti dia.

Sepulang sekolah aku mengaktifkan ponselku dan membuka Facebook untuk mengisi kesuwongan yang melanda. Mulai dari scroll beranda, upload foto, mengechat teman, hingga mencari daftar pertemanan baru. Tapi sebentar, ucapku dalam hati. Ini bukannya foto wanita yang kutemui kala itu ? Benarkah ? Sungguh ? Yakin ? Ini bukan mimpikan ? Dan dari sinilah aku sadar betapa sempitnya dunia ini. Dan tanpa pikir panjang juga tanpa dikomando lagi, tiba-tiba jemari ini menekan tombol add pertemanan lalu melayangkan pesan singkat padanya. Singkat iya singkat. Sebatas tulisan : hai....

Meskipun demikian tak perlu menunggu lama untuk dia membalas pesanku, sungguh ini semua diluar dugaanku.

Hari demi hari berganti bulan dan tak terasa sampailah aku di penghujung tahun terakhir pendidikan sekolah menengah atas. Dan seperti yang anda tebak, hubungan antara kami berdua semakin hari semakin bertambah akrab. Tanpa sadar, tiba-tiba ada sebuah gejolak yang mengguncang di dalam hatiku yang sunyi kala itu. Seperti perasaan cinta katanya. Tapi memang benar begitu adanya.

Ujian nasional tiba di awal bulan Maret waktu itu, waktu ini adalah waktu pembuktian apa saja ilmu yang para siswa dan siswi dapat selama 3 tahun mengenyam bangku sekolah.

Waktu itu aku mendapat jatah ujian kloter kedua mulai jam 09.00 s/d 11.00 WIB wajar tahunku kelas 3 adalah tahun kedua ujian Nasional berbasis komputer, atau yang lebih dikenal dengan sebutan CBT. Tak seperti para siswa-siswi yang lain, yang sibuk buka tutup buku pelajaran. Aku dan teman-teman sekelasku malah sengaja berangkat ke sekolah di pertengahan kloter pertama dengan niatan untuk ngopi dan ngobrol-ngobrol ringan di kedai milik Mak Jhon. Ini sudah menjadi adat kelasku yang tak perlu ditanya lagi. Bagi kami manusia-manusia jurusan bahasa, nilai bukanlah hal yang harus kita kejar, melainkan usaha apa yang kita lakukan untuk mendapat nilai tersebut toh penggalan nadzom imriti berbunyi الأجر بقدر التعب yang berarti sak Piro rekosomu sak mono olehmu. Ketika kita berusaha dengan baik maka kita akan menuai hasil yang baik juga. Kurang lebih begitu.

Jam menunjukan pukul 08.45 WIB kami semua sepakat berangkat menuju ruang ujian, sekaligus menunggu teman-teman kloter pertama selesai. Aku duduk di depan ruang TU sekolah dan berada tepat di depan pintu ruangannya siswi jurusan IPA 4.

Suasana sekolah begitu khidmat seperti gambaran suasana kuburan ketika datang malam Jumat Kliwon. Wkwkwkwkkwk...

Waktu itu aku sedang duduk-duduk santai dengan sobat kentelku namanya ghazy. Kami berdua mulai memecah keheningan dengan melantunkan lagu-lagu milik band ternama di Indonesia. Mulai dari Slank sampai dewa 19.

Saat kami semua sedang asyik berdendang tiba-tiba pandanganku dibuat terpaku oleh sosok wanita itu lagi. Benar, dia kini berada tepat di depanku. Hanya berjarak sekitar 8 meter dari tempat kami semua berkumpul.

Dia menyapaku, dan ada satu ucapan yang semakin membuat gejolak di hati kecilku. Semakin memantapkan hati ini untuk mendapatkan sedikit cintanya. Dia berkata, semangat ya lan ujiannya. Sungguh suaranya Amatlah indah, lebih indah dari pada suara melengkingnya milik Axl rose vokalis guns n rose, lebih syahdu daripada suara worowidyo Wati dan lebih keren dari pada screamnya Matt shadow vokalis A7X.

Bersambung.

Episode 4.

Pagi nan cerah di penghujung bulan April 3 tahun silam. Cuaca pagi itu sedang dalam keadaan cerah bercampur dengan mendung. Angin yang berhembus nampak sedikit agak dingin dibanding hari biasanya. Orang-orang mulai melakukan aktivitas seperti biasanya. Tapi hari itu adalah hari terakhir kami siswa kelas 12 menjajahkan kaki disekolah. Hari ini adalah hari perpisahan kelas 12. Suasana sekolah begitu ramai, hilir mudik siswa-siswi menghiasi suasana pagi itu. Bapak ibu guru mengenakan pakaian serba batik, pengurus OSIS sibuk mempersiapkan acara perpisahan.

Halaman sekolah sudah di penuhi stand-stand tempat mengabadikan momen paling sakral ini. Petugas keamanan sekolah sudah di sibukkan dengan keluar-masuknya kendaraan wali murid. Sungguh, hari ini semua orang sedang disibukkan dengan kegiatannya sendiri-sendiri. Aku duduk di bangku warung kopi depan sekolah, menyaksikan kesibukan semua orang ditemani secangkir kopi hitam dan sebungkus rokok. Alunan suara musik bertalu-talu menghiasi setiap sudut sekolah pagi itu.

Kursi-kursi acara yang sudah tersusun rapi, mulai dipenuhi oleh teman-teman kelas 12. Dengan balutan kemeja putih polos, celana putih polos, juga Jas almamater kebanggaan sekolah. Acara pagi itu dimulai tepat pukul 08.20 WIB. Sedikit molor dari jadwal acara yang sebenarnya pukul 07.00. acara itu dimulai dengan pembukaan, pembacaan ayat suci Al-Quran, sambutan-sambutan acara penyerahan tanda kelulusan, mauidhotul khasanah dan ditutup oleh doa. Acara berlangsung begitu khidmat tanpa ada halangan suatu apapun.

Pukul 12.30 WIB, halaman sekolah mulai ramai dipenuhi oleh siswa-siswi yang hendak mengambil foto di stand-stand yang telah disediakan. Air mata tangis menghiasi sekolah siang itu. Ucapan terima kasih kepada bapak ibu guru seakan membanjiri sekolah. Siswa-siswi yang punya hubungan spesial, dihari ini pasti merasa berat sekali. Berat karena harus berpisah dengan sang kekasih, memilih jalan hidup masing-masing. Ada yang kuliah, ada yang berkerja, bahkan ada juga yang langsung menuju ke pelaminan. Aku bersua foto dengan sahabat"ku. Saling mengucapkan selamat, meminta maaf atas segala kesalahan, dan saling memberikan dukungan. Aku melihatnya, aku melihat wanita itu, wanita yang membuatku selalu terbayang bayang akan wajahnya. Tapi tunggu dulu, siapa pria yang ada disampingnya? Kenapa mereka begitu mesra ? Apakah itu kekasihnya? Dia ternyata Sahabatku sendiri. Shit.....!!! Ternyata wanita itu pacar sahabatku ? Oh tuhan... Aku jatuh cinta pada orang yang salah, dia kekasih sahabatku. Seolah ingin langsung ku nyanyikan lagu ilusi tak bertepi milik band hijau daun.

Bersambung.

Episode 5.

Malam itu 30 Juni 2018 pukul 10.00 WIB, aku bertolak ke Surabaya. Menggunakan maskapai Sriwijaya Air. Hari ini aku akan memulai kehidupan baru, kehidupan baru setelah tamat sekolah. Aku akan melanjutkan pendidikan disebuah pesantren ternama di Jawa Timur. Dengan suasana hati yang sama, ya hati ini masih menyimpan rasa pada wanita itu. Wanita yang kukagumi saat pertama bertemu.

Hari demi hari berlalu. Namun rasa ini tak kunjung berakhir, terus hanyut dalam angan dan bayang semu. Ilusi yang seolah-olah kubuat-buat sendiri. Mencintai tanpa dicintai seperti judul lagunya band ungu, cinta dalam hati. Itulah gambaran perasaan ini.

Setengah tahun berlalu begitu cepat, kesibukan

menjelang liburan pertengahan tahun seakan memenuhi obrolan para teman-teman santri. Ada yang berencana muncak kegunung, ada yang ingin pulang ke rumah, dan ada juga yang bingung mau kemana. Contohnya aku, udah rumah jauh nyebrang pulau, ditambah digit rupiah yang kumiliki tak sebanding dengan hasrat liburan yang begitu tinggi. Alhasil aku dan sebagian teman gaya bisa gigit jari.

Siang itu dihari Senin bulan Nopember 2018. Kutarik gas motorku menuju kota Tulungagung, berniat untuk menghabiskan liburan di tempat saudaraku sekaligus ingin menikmati keindahan pantai shine yang katanya sejuk.

Aku bertolak ke Tulungagung pukul 10.30 WIB, setelah membujuk dan merayu teman sekamarku untuk Sudi meminjamkan motornya. Berbekal tekad dan naluri mengingat jalan aku menarik gas semakin dalam hingga spedometer menunjukkan hampir ke angka 100km/h sungguh rasanya aku sedang melayang menaiki burok.

Pukul 11.00 aku tiba di kota Tulungagung, menepikan motor kesebuah kedai kopi didekat gerbang IAIN Tulungagung. Ku parkirkan motor didekat kedai kopi itu. Aku memesan secangkir kopi hitam dan segelas Joshua ( ekstra jozz susu ). Aku duduk disebuah kursi yang menghadap kejalan. Kenapa aku memilih kursi ini ? Karena aku sedang menunggu seseorang. Seseorang yang selama ini bayang wajahnya tak pernah lepas dari ingatanku. Dia adalah wanita yang sudah kujelaskan di episode sebelumnya. Kok bisa ? Iya,dia meneruskan kuliah disini tempatnya di jurusan hukum Islam. Kami berjanji untuk bertemu sekitar jam 01.00 siang ini.

Detik-detik berlalu begitu cepat, setelah menghabiskan sekitar 2 batang rokok dia datang menggunakan motor scopy stylish warna merah milik temannya yang dia pinjam. Dia memarkirkan motornya disebelah motorku. Kalian tahu apa yang pertama kudapatkan saat melihatnya ? Ya, senyuman. Senyuman manis yang mengambang di wajahnya memakukan tatapan mataku untuk jangan beralih melihatnya. Aku seakan kaku dan kelu saat itu.

Benar-benar seorang pria yang lemah !!!

Udara panas kota Tulungagung seakan lenyap dalam kebekuan diriku. Dunia seolah berhenti untuk berputar. Detik berhenti Detak berganti. Aku mendadak bodoh didepan wanita ini. Sungguh, punya ajian apasih wanita ini. Aku seakan mati kutu dibuatnya.

Kami mulai ngobrol-ngobrol ringan, saling tanya kabar, dan saling cerita tentang pengalaman di kehidupan yang baru. Aku yang berkultur pesantren nyel, dihadapkan dengan wanita yang menjadi mahanya siswa. Aku tidak boleh terlihat canggung didepannya, takutnya dia akan curiga dengan sandiwaraku. Tapi hari ini, aku memang berniat untuk mengutarakan segenap perasaan yang tumbuh pasca pertemuan singkat kala itu.

Disaat mata kami bertemu, disaat waktu seolah mengilhami maksudku. Hal yang tak pernah aku duga sebelumnya terjadi.

Dia tiba-tiba ?

Bersambung.

Episode 6.

Udara panas beraduk dengan asap kendaraan yang berlalu-lalang. Kejadian yang tak kuduga itu berlangsung begitu saja. Wanita itu tiba-tiba menoleh kearah belakang, setelah mendengar teriakkan seorang pria yang berjalan kearah kami. Siapa pria itu ? Kekasihnya? Sahabatnya ? Atau siapa ? . Dia adalah sahabat karibku di pesantren. Dia adalah orang yang sering aku ceritakan tentang perasaanku pada wanita didepanku saat ini. Ah, sial kenapa dia datang disaat aku ingin mengutarakan semua perasaan ini. Apakah dia tidak melihat, betapa berharganya waktuku kali ini. Betapa lamanya aku menunggu pertemuan ini. Sungguh aku saat itu serasa ingin membunuh pria itu. Betapa teganya dia menghancurkan semua rencana terbesarku selama ini, rencana untuk mengutarakan satu perasaan yang amat suci. Anjing ! Umpatku dalam hati.

Pria itu duduk disebelahku. Memamerkan senyum lebar seolah tak berdosa kepadaku dan kepada gadis itu, Benar-benar sahabat nggak ada akhlak. Suasana yang semula syahdu berubah menjadi mencekam. Mencekam akibat kedatangan orang yang tak kuharapkan datang sekarang. Tapi, bagaimanapun juga dia sahabatku. Mau tidak mau aku harus menerima kehadirannya dan mengenalkan dia kepada wanita yang selama ini ku ceritakan padanya. Dan mereka pun berkenalan.

Matahari semakin menepi menuju senja. Tiba-tiba ponsel milik wanita itu berdering memecahkan kenyamanan obrolan kami bertiga. Dia melirik kearah ponselnya dan baru saja mendapat sebuah pesan singkat dari pemilik motor yang dia pinjam. Katanya, motornya mau dipakai untuk menghadiri rapat kerja BEM. Dan aku sudah bisa menebak kelanjutan ceritanya. Dia sebentar lagi pasti akan pergi. Dan pertemuan singkat ini takkan pernah bisa kugunakan untuk menyatakan perasaan ini. sungguh, sia-sia usahaku kali ini.

Akhirnya dia berpamitan kepada kami berdua dan meninggalkan sebuah kata yang membuatku sedikit punya harapan. Katanya, nanti malam kalau tidak ada halangan. Dia akan mengajakku bertemu di taman kota. Kuharap ini akan menjadi sebuah kesempatan yang baik. Semoga.

Jam menunjukkan pukul 01.30 WIB. Perlahan dia pergi meninggalkan kami berdua. Berlahan tubuhnya hilang ditelan keramaian jalan. Kusulut sebatang rokok setelah kepergiannya. Kuteguk kopi yang sekarang mulai dingin. Aku menoleh kearah sahabatku. Dengan pandangan bengis dan tatapan tajam. Cok !!! Nyapo koe teko Saiki !!! Umpatku tepat didepan wajahnya. Sahabatku hanya bisa diam dan menahan tawanya seolah tanpa dosa.

Kemudian dia berkata, lah salah sopo seng ngongkon Ndang Rene lak awakmu se Leng !

Aku Yo Ra eroh lek kui mau cah seng sering mbok ceritani neng aku. Yo sepurane seng akeh. Ucapnya sambil terus tersenyum manis padaku.

Bersambung.