webnovel

Billionaires: Love and Secrets

Siapa sangka akibat patah hati menyeret Darren Ewald Gilbert, ke dalam masalah pelik yang menjeratnya bersama super model kenamaan, Flower Carnabel. Rasa tak percaya atas anak diluar nikah menjadikan Darren tidak mau mengakui status Lovely Carlb Gilbert. Meskipun tes DNA menjelaskan bahwa dialah sang ayah biologis. Bagi Darren, semua ini adalah akal - akalan dari Flow, yang memang sejak awal sudah tergila - gila padanya. Lalu, bagaimana jika pada kenyataan sebenarnya, Love memang merupakan darah dagingnya? Akankah Darren mau menerimanya? Dan akahkah Flow memberi kesempatan kepada lelaki yang dengan kejamnya telah melemparkan kotoran padanya? Ikuti terus perjalanan cinta yang tak mudah dari Darren - Flower, dan juga perjuangan Love dalam memperoleh pengakuan dari sang ayah. -- Cerita ini mengandung bawang jadi, sediakan tisu sebelum membaca. HAPPY READING!! Warning 21+

Yezta_Aurora · Urban
Not enough ratings
376 Chs

Chapter 08

"Saya tidak ada urusan dengan Anda. Kedatangan saya ke sini untuk menjemput, Mr. Gilbert."

--

Kenzie memaksa masuk, akan tetapi terhalang oleh Flower. "Tunggu diluar!" Bentaknya berpadukan dengan tatapan tajam setajam mata pedang yang ditancapkan langsung ke jantungnya.

"Baik, Nona ... "

"Flower, Anda bisa memanggil saya Flower, akan tetapi cukup panggil saja, Flow."

"Baik, Nona Flow. Saya akan menunggu diluar." Bersamaan dengan itu mempersilahkan Flower untuk segera masuk ke dalam.

Tanpa dapat membantah, akhirnya Kenzie menunggu dengan tak sabaran. Semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk pada, Mr. Gilbert. Batinnya.

Selama menunggu dia pun dibuat gusar sehingga berulang kali mengusap kasar wajahnya. "Siapa wanita itu? Kenapa dia tidak mengijinkanku masuk?" Tanyanya entah pada siapa karena nyatanya dia sedang sendirian.

Ekor matanya kembali melirik sekilas pada pintu yang masih menutup rapat. Rasa tak sabar kian membelenggu sehingga memaksanya menekan bel. Namun, sebelum itu terjadi sudah lebih dulu pintu terbuka dengan menampilkan sang billionaire yang tampak pucat.

Kenzie bergegas mendekat, merengkuh tubuh Tuan nya. "Sir, Anda tidak apa - apa?"

Belum sempat Darren menjawab, tubuh kekar sudah didorong dari dalam. Beruntung Kenzie dapat menopang dengan kuat sehingga tubuh Tuan nya tidak sampai membentur lantai. "Anda tidak apa - apa, Sir?"

Setelah itu tatapannya beralih ke arah Flower menghujaninya dengan tatapan menajam. "Lancang! Kurang ajar! Anda tidak tahu bahwa sekarang ini Anda sedang berhadapan dengan siapa, hah?"

Tidak suka dibentak telah membuat manik hazel semakin menggeliat penuh ketajaman. "Hai, orang asing! Dengarkan saya baik - baik. Flower Carnabel, tidak suka berurusan dengan orang asing seperti kalian jadi, segera enyah dari sini! Bawa laki - laki pemabuk ini pergi dari sini dan ingat! Jangan pernah lagi menginjakkan kaki kalian di apartement ini."

"Lancang! Wanita tidak tahu diri seperti Anda bisa - bisanya menghina sang billionaire!"

"Omong kosong!" Bersamaan dengan itu membanting pintu dengan sangat keras hingga menimbulkan suara dentuman.

"Arogan sekali wanita itu." Geram Kenzie.

"Sudahlah, jangan perdulikan dia. Bawa saya ke kamar!"

"Baik, Sir."

Saat ini Darren telah dibawa menuju lift yang akan membawanya naik pada lantai di mana kamar sang billionaire berada.

"Sepertinya Anda demam. Bagaimana kalau saya panggilan dokter pribadi-"

"Itu tidak perlu!" Potong Darren cepat.

"Baik, Sir."

Meskipun tidak tega pada kondisi Tuan nya. Namun, tidak ada yang bisa dilakukan oleh seorang Kenzie. Sebagai bawahan sepertinya tidak ada yang bisa dia lakukan selain patuh pada perintah sang tuan.

🍁🍁🍁

Flower tampak terburu - buru dalam bersiap. Sementara itu, ponselnya tak berhenti berdering.

Hembusan nafas kasar tampak mengiringi deru nafasnya. "Siapa sih yang telepon mengganggu saja?" Geramnya tanpa ada niatan untuk melirik pada layar ponsel.

Saat ini pun Flower terlihat sedang merias wajah dengan bedak tipis yang dipadupadankan dengan lipstik pink merona.

Ekor matanya tampak melirik kembali pada layar ponsel yang kembali berdering. "Huh, dasar pengganggu!"

Dengan segera meraih ponsel kesayangan. Manik hazel membeliak sempurna mendapati panggilan dari Karyl.

"Hallo."

"Kau lagi di mana, Flow?"

"Apartement."

Jawaban dari seberang telah membuat Karyl tersentak. "Di apartement?" Ulangnya lagi berselimut rasa tak percaya. "Dengarkan aku, Nona Flow. Pemotretan mu tinggal beberapa menit lagi dan kau masih di apartement. Oh My Flow, aku tak bisa percaya ini. C-mon bersikaplah secara professional, Nona Flower Carnabel."

"Sudah bicaranya?" Bentak Flower.

"Hh mm,"

"Satu hal yang harus kau tahu bahwa seseorang yang pantas dipersalahkan atas semua ini adalah orang asing, Gilbert."

"Jangan bilang bahwa Mr. Gilbert masih ada di apartement mu?"

"Beberapa menit yang lalu memang iya. Tetapi sekarang sudah ku tendang keluar."

Kata terakhir yang terdengar menggelitik pendengaran telah membuat Karyl membungkam mulutnya sendiri dengan telapak tangan. "Uh, Flow. Yang barusan kau katakan ini terdengar menyedihkan dan apa kau tahu satu hal?"

"Apa?"

"Aku senang mendengarnya. Intinya aku tidak terlalu sakit hati dengan kebersamaan kalian semalam." Sinisnya.

"Shittttt, dasar minim rasa empati. Kalau kau berminat maka, ambil saja! Aku, Flower Carnabel sudah tak berminat lagi padanya."

"Mr. Gilbert, bukan barang yang bisa kau lempar sesuka hatimu, bodoh!" Sinis Karyl.

"Lelaki yang minim etika, asal main tuduh, dan juga hilang rasa terima kasih sepertinya memang lebih pantas disamakan dengan kaleng bekas dan Flower Carnabel tidak pernah mau berurusan dengan yang namanya barang bekas."

"Cari mati kau, Flow!"

"Terserah." Yang jelas aku sudah sangat muak dengan yang namanya si Gilbert. Lanjutnya dalam hati.

"Kau memang pengganggu, Karyl. Gara - gara kau waktuku semakin berkurang." Geramnya, bersamaan dengan itu meraih kunci mobil, tak lupa tas gucci kesayangan tampak melingkar apik pada lengan sebelah kiri.

Sialnya, Flower harus berbesar hati. Pagi ini kesabarannya benar - benar diuji dengan kekacauan yang telah Darren ciptakan.

"Apa yang kau lakukan di sini, hah?" Tanyanya bernada sinis. Terlebih tidak suka jika lelaki dengan status mantan tunangannya tersebut mendatangi apartement nya.

"Oh, Nona Flow. Haruskah kau tanyakan hal menyedihkan seperti ini, huh? Bukankah kau yang memintaku datang kesini. Jika kau lupa biar ku ingatkan bahwa-"

"Cukup! Tidak perlu kau lanjutkan! Dengarkan aku ya, tadi itu aku tidak sengaja menghubungi mu dan sekarang ini aku sedang terburu - buru ke lokasi pemotretan. Aku pergi dulu. Bye, Jason." Menepuk lembut pundak kekar beriringan dengan langkah kaki menuju lift. Sayangnya, langkahnya terhenti oleh cekalan kuat yang melingkupi pergelangan tangan.

"Jawab aku, Flow. Apa maksud mu dengan salah menghubungiku? Apakah itu artinya bahwa kau masih memiliki perasaan untukku?"

Flower tampak bercedih kesal dan bersamaan dengan itu setengah memiringkan wajahnya seolah memperjelas pendengaran. "Kau bilang apa barusan? Bisa kau ulangi sekali lagi!"

Bodohnya, Jason pun melakukan seperti yang dia perintahkan. Tak ayal satu tamparan keras lah yang mantan tunangannya tersebut terima.

"Shittt, kenapa kau malah menamparku?" Geramnya berpadukan dengan tatapan nyalang karena tidak suka harga dirinya direndahkan oleh seorang wanita.

Langkah Flower semakin mendekat berpadukan dengan tatapan mematikan. "Laki - laki hina seperti mu memang sudah sepantasnya direndahkan. Bahkan diperlakukan dengan sangat buruk!"

"Kau!" Geramnya, bersamaan dengan itu sebelah tangannya sudah mengayun di udara. Sementara itu bibir ranum tampak mengulas senyum smirk. "Kenapa berhenti, hah? Tampar! Ayo, tampar!"

Seketika itu juga tubuh Jason membeku. Tatapannya telah diselimuti rasa penyesalan. "Aku tidak bermaksud bersikap kasar dan menyakiti mu."

"Sekali menyandang status hina, selamanya akan tetap seperti itu dan itulah kau, Tuan tukang selingkuh."

"Dengarkan aku, Flow. Aku tidak selingkuh, akan tetapi Kakak-mu lah - Rose Gardenia - yang sengaja menjebakku."

"Dan kau pikir aku akan percaya begitu saja dengan yang kau katakan, hah?" Flower tampak mendekatkan wajahnya berselimut tatapan muak. "Bagiku apa pun yang keluar dari mulut mu adalah omong kosong!"

🍁🍁🍁

Next chapter ...

Hai, guys!! Terima kasih ya masih setia menunggu kelanjutan dari cerita Darren. Dukung selalu dengan memberikan power stone atau komentar, karena itu sangat berarti untuk kelanjutan dari cerita ini. Peluk cium for all my readers. HAPPY READING !!

Yezta_Auroracreators' thoughts