"Berengs*k! Berarti mata-mata sial*n itu berbohong!" geram Bimasakti.
Dia meninju meja. Vas kaca di atasnya jatuh ke lantai dan hancur berkeping-keping. Sebenarnya, bukan hanya vas, Bimasakti juga sudah memecahkan guci dan pigura lukisan di dinding. Amarahnya yang menyeruak sempat tak terkontrol.
"Belum tentu, Pa. Bisa jadi gadis itu juga mengecoh si mata-mata. Dia mungkin menyadari kita mengirimkan mata-mata," tukas Gilang. "Putri sejak awal memang menargetkan kita untuk balas dendam," tambahnya.
Broto mengerutkan kening. "Dendam? Kenal saja baru, kenapa bisa dendam? Apa karena kita berusaha menjegal Aldi?"
"Bukan, Om. Saya pernah bilang, kan, wajah Putri mirip seseorang. Setelah melihatnya menari bersama Aldi, saya baru ingat."
"Jadi mirip siapa, Gilang?" desak Bimasakti tak sabaran.
"Arunika Saraswati, anak murid kesayangan Eyang Sulis. Putri adalah orang yang sama dengan Putri Nawang Wulan, putri semata wayang Arunika dan Syailendra," sahut Gilang dengan mantap.
Bimasakti tersentak. Ucapan Gilang membuatnya tersadar. Selama ini, dia telah melupakan suami istri yang menjadi korban kelicikannya karena menganggap mereka hanyalah rakyat jelata tak penting.
"Argggh! Berengs*k! Anak lac*r sial*n!" umpatnya sebelum membanting satu lagi perabot dari keramik.
"Tenanglah dulu, Bima. Jangan emosian," tegur Broto yang sedari tadi diam saja dan terlihat berpikir keras.
Bimasakti menggebrak meja. "Tenang bagaimana, hah!" bentaknya.
Broto menghela napas berat. "Kau mengamuk pun tak ada gunanya. Kita memang kecolongan, tapi bukankah gadis itu juga belum tahu kita sudah tahu rahasianya?"
Bimasakti terdiam. Emosi yang meluap mulai surut. Dia membenarkan perkataan Broto. Jika Putri belum tahu rahasianya telah diketahui, mereka bisa menjebak dan menyingkirkan gadis itu dengan mudah. Bimasakti sudah kembali tenang. Wajahnya berubah semringah saat melihat seringaian jahat di sudut bibir Broto.
Bimasakti ikut menyeringai. "Jadi, kau punya rencana bagus?" tanyanya.
"Tentu saja. Seorang Broto tak pernah kehabisan ide jahat, Kawan."
Broto tergelak sebelum menceritakan ide jahatnya. Jadi, dia berencana untuk menjebak Putri dan menghancurkan harga diri gadis itu. Pertama, Gilang akan berpura-pura baik seperti biasa dan menawarkan tumpangan pulang. Putri akan diberi air minum yang telah diberi obat. Selanjutnya, Gilang tinggal menodainya. Mereka juga akan meminta beberapa preman untuk menggilir gadis itu.
"Jika kekasih tersayangnya itu sudah menjadi kotor, Aldi pasti akan tak akan sudi melihatnya lagi. Gadis itu akan hancur sehancur-hancurnya," tutup Broto.
"Nah, kalo idenya begini, saya setuju sekali, Om. Mantaplah!" komentar Gilang sembari menaik-turunkan alisnya.
Selanjutnya, mereka membahas rencana jahat itu dengan lebih mendetail. Bimasakti mengusulkan beberapa metode penyiksaan tambahan yang lebih kejam. Broto dan Gilang menyambutnya dengan antusias.
***
Tepat seminggu setelah Bimasakti dan komplotannya merencanakan hal jahat, Putri malah dipecat dari PT. Karya Lestari. Dirja mendadak melakukan inspeksi karyawan-karyawan yang masuk perusahaan dengan jalur nepotisme. Ada 20 orang terkena imbas termasuk Putri. Namun, hal tersebut hanyalah konspirasi. Dirja tentu sudah tahu identitas Putri, juga rencana gadis itu dan Aldi untuk menyeret Bimasakti ke penjara.
Sulistyawati merasakan firasat buruk, sehingga meminta suaminya agar mengeluarkan Putri dari cengkeraman komplotan Bimasakti. Aldi juga setuju. Putri menurut karena dia juga bisa menilai sikap Gilang yang semakin aneh dan membuatnya terancam. Lagipula bukti-bukti yang mereka perlukan juga sudah cukup, tinggal menunggu momen tepat.
"Kamu baik-baik aja, Put?" sapa Gilang saat Putri membereskan barang-barangnya dengan wajah sendu.
"Ya enggak mungkin baik-baik aja, Pak," sahut Putri dengan suara bergetar seolah-olah sedang menahan tangis.
Dia memasukkan barang terakhir ke kardus. Gilang menawarkan diri untuk membawakan kardus sekaligus mengantar pulang. Alasannya, pemuda itu merasa bertanggung jawab. Putri sempat menolak karena merasakan firasat buruk. Namun, Gilang terus memaksa, sehingga mereka menjadi pusat perhatian karyawan lain. Akhirnya, mau tak mau Putri menerima tawaran mencurigakan tersebut.
Mereka segera menuju parkiran di basement, lalu menaiki mobil Gilang. Putri semakin curiga karena pemuda itu tidak menggunakan supir. Sepanjang perjalanan, Gilang terus mencerocos menawarkan pekerjaan baru di perusahaan temannya. Putri menolak dengan sopan. Dia beralasan sudah ada lowongan pekerjaan yang dituju.
Di tengah perjalanan, Gilang tiba-tiba berhenti di depan sebuah kios. "Saya haus, mau beli minum dulu sebentar, ya."
"Iya, Pak, silakan," sahut Putri sesantun mungkin.
Gilang keluar dari mobil dan segera membeli dua botol air mineral di kios. Aksinya benar-benar tampak alami, jauh dari tindakan mencurigakan. Namun, Putri menyadari sorot mata si pemilik kios sedikit berbeda. Dengan cepat, dia menebak ada kongkalikong di antara mereka. Putri pun meningkatkan kewaspadaan dan berpikir cepat untuk terhindar dari masalah. Dia memutuskan untuk mengirimkan pesan kepada Aldi.
"Minum dulu, Put," tawar Gilang sembari menyodorkan botol air mineral.
Putri menerima air mineral dan mengucapkan terima kasih. Gilang diam-diam menyeringai, hanya sekilas. Jika Putri tidak jeli, pasti tidak akan menyadarinya. Gilang membuka botol air mineral yang lain dan menenggak isinya hingga tersisa separuh. Setelah itu, dia kembali menghidupkan mesin dan melanjutkan perjalanan.
"Kok belum diminum, Put?" Gilang terkekeh. "Kamu takut saya memasukkan sesuatu ke dalamnya seperti yang saya lakukan ke teman kamu Tyas?" tebaknya.
"Apa maksud, Bapak?"
"Tidak perlu berpura-pura bodoh, Put. Saya akui memang bertindak kurang ajar dengan Tyas. Tapi, itu karena saya kesal, dia terlalu menempel dan menyebalkan," kilah Gilang.
Putri yang mendengarnya merasa mual. Namun, dia tetap berusaha memasang wajah polos. Gilang tiba-tiba menatap sendu.
"Saya tahu, saya pernah melakukan hal buruk. Tapi, tadi kamu liat sendiri itu minuman itu baru dibeli, tutupnya pun masih bersegel," cerocos Gilang.
Putri bisa saja berkilah tidak haus. Namun, dia tahu Gilang pasti akan terus mendesak. Akhirnya, Putri membuka botol air mineral. Tutup botol memang masih bersegel. Namun, gadis itu bisa melihat ada lubang sangat kecil di bagian atas botol. Berarti, pemilik kios memang komplotan Gilang dan memasukkan obat dengan suntikan.
Putri tersenyum canggung sebelum mendekatkan mulut botol ke bibirnya. Dia memang tampak minum, tetapi tidak menelannya. Putri justru berpura-pura batuk dan menyemburkan air hingga membasahi dashboard mobil. Dia juga bersandiwara seolah tak sengaja menjatuh botol air mineral, sehingga airnya tumpah semua ke pakaiannya.
"Aduh, Maaf, Pak. Uhuk! Uhuuk! Tolong berhenti di masjid depan itu, Pak," pinta Putri. "Gara-gara batuk saya jadi ingin buang air kecil, sekalian ganti baju," jelasnya. Putri memang selalu membawa baju ganti.
Meskipun kesal setengah mati, Gilang terpaksa berhenti. Putri segera keluar dari mobil dan menuju toilet masjid. Dia segera mengganti pakaian yang basah. Namun, Putri tidak langsung keluar, tetapi sengaja berlama-lama sambil menunggu kedatangan Aldi.
Begitu Aldi mengonfirmasikan sudah berada di halaman masjid, barulah Putri keluar dari toilet. Dia mendatangi mobil Gilang sembari berpura-pura canggung.
"Maaf, Pak, sepertinya saya hanya ikut Bapak sampai sini. Pacar saya tadi menelepon, dan dia langsung ke sini menjemput," tutur Putri.
Gilang mendelik tajam. "Pacar?" desisnya.
"Iya, pacar. Gue langsung ke sini soalnya takut pacar gue diterkam serigala licik," sahut Aldi yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Putri.
Gilang melotot. Tangannya terkepal kuat. "Bukannya kalian sudah putus?" geramnya.
"Sebenarnya, kami hanya salah paham, Pak. Sekarang, kesalahpahaman itu sudah diselesaikan. Mas Aldi juga mau memberikan saya pekerjaan di perusahaannya. Jadi, saya tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan ini, 'kan?" jelas Putri panjang lebar.
Gilang tak bisa berkata-kata lagi. Putri pun mengeluarkan barang-barangnya dari mobil Gilang. Dia pamit dengan sopan, lalu pergi bersama Aldi sambil bergandengan mesra.
Gilang refleks memukul kemudi. "Berengs*k!" umpatnya.
***
Waktu berlalu tanpa terasa. Putri dan Aldi semakin solid dalam memajukan PT. Karya Abadi. Mereka juga telah menyusun serapi mungkin bukti-bukti kejahatan Bimasakti. Momen penentuan penerus akan dijadikan titik balik kehancuran Bimasakti dan komplotannya.
Sudah seminggu dua sejoli itu berada di Pulau Kalimantan. PT. Karya Abadi akan mendirikan resort baru di Berau. Potensi wisata alam yang besar tentu menarik perhatian pengusaha besar seperti Aldi. Demi kelancaran proyek pembangunan resort, dia juga menggandeng beberapa investor dari negara tetangga Malaysia dan Brunei Darussalam, juga 3 orang pengusaha putra daerah.
Hari ini, pertemuan dengan investor akan dilaksanakan di aula hotel milik salah seorang investor lokal. Persiapan sudah sangat paripurna. Tamu-tamu pun terlihat puas dengan pelayanan yang diberikan. Namun, suasana berubah buruk saat sosok-sosok tak diharapkan mendadak muncul, Bimasakti beserta komplotannya.
Bimasakti mendadak mendekati Aldi. "Mundurlah, keponakanku sayang. Atau hari ini akan tersebar foto memalukanmu itu!" ancamnya.
"Silakan saja disebar, omku yang terhormat," tantang Aldi sebelum pergi meninggalkan aula.
Bimasakti menggeram. Broto segera mengajaknya duduk di salah satu meja. Sementara Gilang mengelus dagu dengan wajah cemas. Dia merasa Aldi tengah merencanakan sesuatu. Sepupunya itu bahkan tak berada di antara para investor.
"Lakukan saja sekarang! Sebar isunya!" titah Bimasakti.
Gilang mengangguk dan meminta orangnya untuk menyebarkan isu. Semua investor tiba-tiba mendapat pesan yang sama, isu Aldi sebagai penyula sesama jenis. Foto saat menari Lengger Lanang kembali digunakan dan ditambahkan dengan ulasan yang begitu meyakinkan. Aula mulai riuh. Kepala Bagian Pemasaran mendesah berat. Keberhasilan proyek terancam. Beberapa investor sangat mengecam penyimpangan seksual.
Aula Hotel semakin ricuh. Namun, Aldi belum juga tampak batang hidungnya. Para investor terus bertanya-tanya kebenaran isu yang baru saja mereka terima. Gilang menyeringai. Pemuda itu tentu merasa kemenangan sudah dalam genggaman. Bukan hanya ayahnya dapat menjadi satu-satunya penerus perusahaan utama, PT. Karya Abadi yang dibesarkan Dirgantara dan Aldi juga bisa saja jatuh ke tangannya. Ya, Aldi memang memiliki kesepakatan dengan Dirja. Jika proyek resort di Berau gagal, dia bersedia mundur dari calon penerus dan melepas jabatan sebagai Persiden Direktur PT. Karya Abadi.
***