Bhie sudah berusaha keras untuk berlari sekencangnya untuk lebih dulu sampai di kelas. Dengan kedua tangan yang memegang laptop miliknya dan juga milik pak alan yang harus dia bawakan membuat pergerakannya menjadi tidak mudah.
"Cepat jangan lelet! " dia merasa ada kata- kata seperti itu dalam pikirannya dan yang mengatakannya adalah pak alan.
"Awas saja kalau aku sudah jadi istrinya! " cetus bhie sambil berlari menyusuri koridor lantai empat yang dia datangi.
"Aku bikin kamu yang jadi sebaliknya!!! "
Langkah bhie terhenti seketika dan dia menyipitkan kedua matanya mengingat ucapan yang baru saja dia katakan tanpa sadar keluar dari mulutnya secara spontan.
"Ngapain aku bilang seperti itu ya? " bhie bertanya pada dirinya sendiri.
"Bodoh! "
Dia menepuk keningnya sendiri dan kemudian menggelengkan kepalanya sambil melanjutkan perjalanannya.
Bhie berdiri tepat di depan pintu kelas yang terbuka dan hanya ada dua orang yang berada di kelas tersebut tengah mengobrol.
"Apa benar jam sekarang pak alan masuk ke kelas ini? " bhie bertanya pada salah satu diantara mereka berdua.
"Iya " jawabnya sambil memperhatikan sosok bhie.
"Tapi kenapa hanya ada dua orang? " bhie bertanya lagi.
Dia lalu menyimpan laptop milik pak alan di atas meja dan menyiapkan semua materi yang akan di presentasikan oleh dosennya itu.
"Karena kuliahnya di mulai setengah jam lagi " jawabnya lagi.
Bhie yang sedang mempersiapkan semuanya seketika berhenti dan mematung.
"Sialan aku dikerjain! " celetuk bhie dalam hatinya yang mulai merasakan geram kali ini.
Kemudian bhie mengusap dadanya perlahan, "kalau bukan dosen udah aku siram pakai kuah baso mang andi yang jualan di depan kampus! "
Hatinya mulai panas karena kesal, tapi perutnya berbunyi aneh dengan keras karena tadi dia membicarakan pedagang bakso sayur langganannya setelah jam kuliah selesai.
"Aku lapar!!! " bhie mengusap perutnya dan dia melihat ke arah sekelilingnya yang sepi.
"Kalau aku pergi ke mang andi sekarang pasti waktunya nggak cukup " ucap bhie sambil melihat jarum jam di tangannya yang terus berputar.
Smart watch dengan tali berwarna merah maroon itu terus menerus dilihatnya yang semakin membuat perutnya berbunyi.
"Lihat warna jam saja sudah seperti minuman soda rasa strawberry!!! " ucap bhie sambil mengusap wajahnya.
"Nasibku indah sekali jendral! " bhie menarik nafasnya dalam-dalam.
Cacing-cacing di perutnya sudah mulai berdemo, karena ketidak tepatan waktu bhie memberikan mereka jatah makanan. Dia harus berada di kelas lain di luar jam kuliahnya seperti menjadi seorang asisten dosen tapi tanpa bayaran.
"Datang juga! " bhie berguman dengan nada yang sangat rendah.
Dia melihat sosok pak alan yang masuk ke dalam kelas yang sudah di penuhi oleh semua muridnya kali ini.
Pak alan melihat ke arah bhie yang terlihat jelas di wajahnya yang kesal mencoba menghindari bertatapan dengannya.
"Dimana absen yang saya minta? " tanya pak alan pada bhie yang akan berpindah tempat duduk.
"Saya simpan disini... " bhie mengangkat beberapa tumpukan kertas yang ada di meja untuk mencarikannya.
'Dimana tadi aku simpan ya? ' tanya bhie dalam hatinya.
Sudah hampir ketiga kalinya bhie melihat tumpukan kertas tersebut dan tidak ada satupun kertas yang diminta oleh pak alan.
Bhie menoleh ke arah pak alan yang menunggunya dan bereaksi dengan mengangkat kedua alisnya.
"Pak... " ucap bhie sambil nyengir dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Dimana? " tanyanya lagi.
"Ketinggalan di meja bapak " jawab bhie pelan, "habis tadi pak feri terus menerus ajak saya ngobrol, jadi saya buru-buru "
"Padahal sudah saya siapkan " sambung bhie.
"Iya terus? " kemudian pak alan memberikan komentarnya.
"Sekarang bagaimana? "
Bhie lagi-lagi nyengir, "bagaimana ya pak? "
"Kamu ambilah di meja saya " jawab pak alan, "masa harus saya yang ambil "
"Kamu saya yang ambil sendiri? " tanya pak alan.
"Jangan pak, saya akan lari sekarang dan ambil absensinya " jawab bhie.
"Itu memang tugas kamu " gerutu pak alan, "sekarang cepat ambil absensinya "
Bhie menganggukkan kepalanya sambil tersenyum dengan penuh keterpaksaan yang dia perlihatkan pada pak alan dan bergegas untuk pergi menuju ke kantor mengambil kertas absensi yang sudah dia lupakan.
"Awas nanti kalau sudah selesai perbudakan ini aku akan pastikan tidak pernah bertemu lagi apalagi terlibat masalah bersama! " bhie bicara ketus dalam hatinya.
Dia berdiri di depan pintu lift yang masih tertutup untuk kembali ke kelas di lantai empat tadi. Ada seorang laki-laki paruh baya dengan rambut berwarna putih berdiri di sebelahnya menunggu pintu lift terbuka sama seperti bhie, dan dia menoleh ke arah bhie.
"Syabhiena " panggilnya.
Bhie terkejut ketika orang itu memanggilnya dan menoleh ke arah suara di sampingnya.
'Kenapa coba harus ketemu pak rektor sekarang! ' lagi-lagi bhie bicara dalam hatinya.
Dia dengan cepat memperlihatkan senyuman paling manis dan cantik yang menjadi andalannya ke hadapan calon mertuanya itu.
"Kamu juga sedang menunggu liftnya? " dia bertanya pada bhie.
Tidak lama setelah itu pintu lift terbuka dan laki-laki itu masuk lebih dulu menunggu bhie untuk masuk satu lift bersamanya.
Bhie tertawa kaget, "syukurlah ternyata liftnya nggak rusak pak "
"Tadi itu saya berdiri di depan lift karena teman-teman bilang liftnya rusak " jawaban bhie dirasa sangat aneh dirinya sendiri.
"Kenapa tidak bilang ke sekuriti? "
"Saya kan calon keluarga bapak, jadi saya mencoba untuk menjadi orang yang cepat tanggap dan peduli dengan teman-teman sama seperti bapak yang terkenal paling terbaik "
Bhie tertawa dalam hatinya sampai dia merasa mau muntah mendengar pujian yang dia keluarkan sendiri dari mulutnya.
"Kamu memang yang terbaik " dia memuji bhie.
"Tentu saja pak " bhie berbangga diri, "hati-hati di perjalanan pak "
Bhie menundukkan kepalanya singkat sebelum akhirnya pintu lift tertutup dan memutuskan pembicaraannya dengan rektornya yang dia rasa tidak tepat waktu sekarang ini.
Dia menarik nafasnya dan terlega karena satu masalah telah pergi dan dia harus kembali ke sebuah tempat yang menjadi masalah utama baginya yaitu menjadi seorang asisten dosen dadakan.
"Tahu bulat di goreng dadakan enak, lha aku... " bhie meratapi nasibnya sekarang ini.
Dia melihat ke arah perutnya yang lagi-lagi bereaksi ketika teringat dengan satu makanan kesukaannya yang di sebut satu-persatu.
"Tahan bhie sebentar lagi "
Dia menelan air liurnya setelah membayangkan makan siang dengan lahap begitu jam pelajaran selesai.
"Ambil absen saja lama sekali " pak alan memberikan sebuah komentar pedas pada sekembalinya bhie.
Wajahnya yang terlihat masih datar dan tenang ketika mengatakan sesuatu pada bhie dengan aura kemarahan.
"Kalau saya ambilnya langsung lompat dari jendela pasti cepat pak " bhie menanggapi perkataan pak alan.
"Saya harus tunggu lift dan berjalan di koridor yang lumayan panjang untuk bisa ambil absennya " sambung bhie, "ya masa bapak percaya saya bisa terbang "
Kedua alis pak alan naik ke atas dan matanya terlihat lama untuk berkedip, cuping hidungnya terlihat melebar dan wajahnya memerah.
"Kalau mau tertawa tidak apa-apa pak " ucap bhie lagi, "tertawakan saja nasib saya "
"Kamu ini! " cetus pak alan, "duduk disana, di kursi paling belakang dan jangan ganggu saya! "
"Iya... "
Bhie berjalan dengan lemas menuju ke barisan kursi paling belakang dan menunggu sampai kelas yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kuliahnya selesai...