webnovel

Best Wedding Games

"Bawa mereka ke ruangan itu!" perintah Daris lagi menunjuk sebuah ruangan yang masing-masing disekat oleh kain. Preman itu dengan patuh menuruti ucapan bos mereka. Memperlakukan mereka dengan kasar, tak peduli pria ataupun wanita. Hanya satu yang Daris inginkan yaitu kehancuran mereka semua.

Miow26xyz · Teen
Not enough ratings
32 Chs

12- Queen's are slaying

Chapter 12 : Queens are slaying

**

Setelah mengatakan ucapan bodoh tak berfaedah yang keluar dari mulut Arisha, mereka semua bergegas tidur. Sudah pukul 08.00 pagi dan mereka semua masih terlelap dalam mimpi. Irsan yang sudah bangun menggoyangkan lengan Fadhil pelan mencoba membangunkan lelaki itu.

"Kenapa, San?" Tanya Fadhil dengan suara serak dengan mata yang masih mengantuk.

"Gue pulang ya, Dhil. Makasih udah biarin kita nginep disini," ujar Irsan berpamitan. Fadhil mengangguk. Setelah berpamitan pada Danifa dan Fadhil, Irsan kembali ke kamar membangunkan istrinya. Masih dalam keadaan mengantuk, Arisha mengikuti Irsan. Ia menyandarkan kepalanya pada punggung suaminya dan memeluk perutnya erat. Sengaja memang Irsan langsung pulang karena tidak ingin membuat repot lagi. Entah apa yang akan dilakukan dan diminta oleh bumil ini nanti.

"Sha.." Irsan menepuk pipi Arisha agar wanita itu bangun. Tepuka Irsan membuat Arisha mengerjapkan matanya mengusir rasa ngantuk. Matanya berpendar menelusuri sekeliling. Mereka sudah berada di rumah. Sepi. Mertuanya masih belum pulang.

Arisha melenguh. Ia baru saja tidur nyenyak pukul satu lebih setelah makan. Tentu saja ia masih berada di awang-awang. Badannya hampir terjatuh jika saja Irsan tidak menahannya. Tanpa pikir panjang, Irsan langsung menggendong Arisha. Arisha melingkarkan kakinya di pinggang Irsan seperti koala. Wajahnya ia sembunyikan di ceruk leher Irsan.

"Non Arisha kenapa, Den?" Tanya asisten rumah tangga yang disewa ibunya selama berpergian agar tidak merepotkan Arisha yang tengah hamil.

"Ngantuk, bi. Saya ke atas dulu."

Irsan merebahkan Arisha hati-hati. Wanita itu tidak terganggu. Masih dalam alam mimpi. Irsan menyelimutinya dan segera mandi. Ia ingin olahraga sebentar. Kalau Arisha masih belum bangun, Irsan akan ikut bergabung. Jujur saja ia tidak tidur dengan nyenyak semalam. Setelah kejadian Arisha yang meminta sesuatu pada sahabatnya tanpa memberitahunya membuat Irsan merasa bersalah. Takut kalau mereka terganggu dengan keinginan Arisha. Apalagi ia juga tidak tega melihat sahabat dan istrinya tidur di karpet.

Irsan mengelilingi komplek perumahan tempatnya tinggal. Tak jauh dari sana, ada sebuah taman dimana para ibu-ibu senam setiap minggu pagi. Para anak-anak tidak ketinggalan. Mereka sibuk bermain sembari menunggu ibu mereka olahraga.

"Irsan!"

Irsan yang merasa dipanggil mengernyit bingung ketika seorang ibu-ibu yang berpakaian ketat menampakkan lekuk tubuhnya. Apalagi perutnya yang gemuk dan bergelambir semakin terlihat. Warna bajunya nyentrik sekali ditambah dengan rambut yang diwarna merah semakin membuat Irsan silau sekaligus bergidik.

"Ada apa ya bu?" Tanya Irsan sopan. Tentu saja ia sedikit populer di kalangan ibu-ibu karena sering bertemu saat olahraga pagi seperti ini.

"Orangtua kamu ada di rumah, Nak?"

Irsan menggeleng memberi jawaban. "Masih ada urusan di luar kota, bu. Ada apa ya?"

Ibu-ibu yang tidak ia ketahui namanya menghela nafas kecewa. "Padahal saya dan suami saya mau kesana nanti malam."

"Untuk?" Irsan semakin tidak sabar karena ibu-ibu ini membuat ia penasaran.

Bukannya memberi jawaban, ibu-ibu itu yang awalnya kecewa sekarang kembali ceria. Senyuman terbit di wajahnya yang disapu oleh tepung berwarna merah muda. "Saya sebenarnya malu mengatakan ini, tapi karena ini juga acara kamu jadi saya----"

"Acara saya?" Irsan segera menyela. Setahunya dirinya tidak mempunyai acara nanti malam yang mengharuskn ibu-ibu ini hadir bersama suaminya dan mengikutsertakan orang tuanya.

"Saya ingin melamar Nak Irsan sebagai menantu saya."

Irsan terkejut. Dia sempat kehilangan pikirannya sesaat. Semua kosong tak bersisa. Apa tadi katanya? Melamar?

Irsan berdehem menetralkan suara dan raut wajahnya. Ia tersenyum sopan yang dibalas senyum kesemsem ibu-ibu ini. Irsan segera mengutarakan ucapannya agar tidak membuat ibu-ibu ini salah paham.

"Maaf bu, tapi saya sudah beristri."

"Istri? Kapan kamu menikah?" Raut terkejut terlihat jelas di wajah ibu-ibu itu.

"Sudah tiga bulan yang lalu, bu. Sengaja saya tidak merayakannya menunggu istri saya lulus wisuda dan sekarang ia sudah hamil." Irsan menjelaskan meski ada sedikit kebohongan disana. Ia hanya tidak ingin menimbulkan persepsi yang tidak-tidak pada Arisha. Walaupun benar kalau mereka menikah karena suatu kejadian yang menyebabkan istrinya itu hamil.

"Benarkah?" Ibu-ibu itu shock dengan mulut yang menganga. Matanya yang berwarna biru masih melotot.

"Iya bu, maaf saya tidak menerima lamaran anak ibu. Permisi." Irsan kembali berlari keliling komplek selama empat putaran. Setelah hampir pukul setengah delapan, ia singgah ke warung bubur ayam yang berada di seberang jalan.

Suasana rumah masih sepi. Asisten itu sudah menyiapkan sarapan dan membersihkan rumah. Setelah tidak ada pekerjaan, asisten itu pulang meski biasanya sore hari. Namun jika mamanya sudah pulang, mamanya tidak memerlukan kembali meski sesekali dipanggil kalau beliau sedang malas, sakit dan berpergian lagi.

Irsan menuang bubur ke dalam mangkok. Mengisi gelas dengan air putih. Tak lupa ia membuatkan susu ibu hamil penguat kandungan untuk istrinya. Ketika ia masuk, Arisha masih tertidur. Tanpa membangunkan, Irsan segera membersihkan dirinya yang lengket oleh keringat.

"Irsan!" Gedoran pintu kamar mandi membuat Irsan terlonjak.

"Ada apa?"

"Mau pipis, San." Arisha meringis karena tidak tahan. Rasanya sudah diujung. Ia takut kalau Irsan tidak membukanya bisa dipastikan ia akan ngompol

Cklek..

Pintu dibuka dengan Irsan yang menggunakan handuk di pinggang. Arisha tidak peduli, ia segera masuk dan buang air kecil. "Ambilin baju, sekaligus mandi," teriak Arisha lagi. Irsan menghela nafas. Setelah sebulan lebih ia hidup bersama Arisha baru kali ini wanita ini banyak maunya. Namun, Irsan bersyukur kalau Arisha tidak sungkan padanya.

Irsan membuka lemari dan segera mengambil pakaian Arisha asal. Tak lupa juga dengan dalamannya. "Ini." Setelah Arisha mengambilnya, Irsan memakai pakaiannya. Untung saja ketika Arisha menggedor pintu, Irsan sudah selesai membilas.

Pesan masuk dari grup membuat Irsan lekas-lekas berpakaian dan langsung melempar tubuhnya berbaring di tubuhnya.

Fadhil

Entar malem jam 8 moto gp

Emyr

Cafe XXX.

Irsan

Skip. Bini gue sendiri di rumah.

Emyr

Bawa aja

Fadhil

Iya dibawa aja, nanti gue ajak Danifa.

Irsan

Nanti mereka bosen.

Emyr

Daripada sendirian, kalau dia minta apa-apa bakal susah, San. Wajar aja bumil.

Irsan

Oke. Maaf repotin

Bunyi pintu terbuka. Arisha keluar dengan lengkap dengan pakaiannya. Rambutnya digelung dengan handuk. "Makan, aku udah beli bubur," Irsan menunjuk makanan yang ia bawa. Arisha langsung memakannya dengan lahap. Irsan kembali memperhatikan. Memang benar apa yang dikatakan Naila. Arisha semakin berisi. Jelas sekali pada pipinya. Bukannya melar, Arisha malah semakin montok. Nafsu makan wanita ini memang bertambah namun Irsan justru senang.

"Nanti malam aku mau jalan lagi. Kamu ikut?"

Arisha menghentikan kunyahannya. Tampak menimbang. "Ikut. Jam berapa?"

"Jam 8." Berarti Arisha harus bersiap-siap sebelum jam tersebut. Ia perlu berpakaian rapi bukan cuma piyama. Perlu dipoles make-up setidaknya lipstick dan parfum. Paling penting ia membawa tasnya.

****

"Gak usah pake jeans, Sha."

Tanpa dikasih tahu juga Arisha tidak mood memakai celana sekarang. Ia ingin memakai rok. Namun ia sedikit bingung rok mana yang akan ia pakai. Hingga pilihannya jatuh pada rok kain jatuh yang melebar berwarna ungu muda--lebih tepatnya berwatna pastel. Croptee berwarna hitam sebagai atasan dan dilapisi oleh jaket jeans. Ia memilih sepatu kets sebagai alas kaki dan jangan lupakan tas handmade yang dibeli oleh mamanya saat di Banjarmasin dulu.

"Udah?"

Sudah hampir satu jam Irsan menunggu hingga istrinya itu sudah siap. Irsan tidak mengeluh sama sekali. Ia setia memperhatikan Arisha. Mulai dari istrinya memakai sebuah cream berwarna putih yang dipoles sebelum memakai bedak sampai dengan memoleskan lipstick berwarna nude. Irsan menyukainya.

"Ayo."

Malam ini Irsan memakai mobilnya. Selain takut pulang malam, alasan Arisha memakai rok membuatnya memilih. Akan kesusahan kalau Arisha harus duduk menyamping di motor.

Mereka sampai di cafe yang berbeda dengan tadi malam. Cafe ini lebih luas. Sudah ramai sekali orang-orang. Kehadiran Arisha yang ikut dengan Irsan membuat suasana semakin ribut.

Queens mereka lengkap berkumpul disana. Danifa dan Naila sudah sedari tadi datang. Mereka sukses menarik perhatian para pengunjung.

Tbc